Mohon tunggu...
Kinanthi
Kinanthi Mohon Tunggu... Guru - foto

Seseorang yang meluangkan waktu untuk menulis sekadar menuangkan hobi dengan harapan semoga bermanfaat.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Laku tanpa Kata

22 September 2020   12:04 Diperbarui: 22 September 2020   12:13 100
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dulu, sebelum hatinya pasrah pada nasihat ibu untuk hidup di desa lalu menikahiku, sebagai anak muda, ia pun sempat merantau dari kota ke kota, dari pondok ke pondok, untuk menenangkan hatinya demi mematuhi ibunya. Walaupun tidak mudah karena setelah menikah, pacarnya, noni Belanda itu sesekali masih menghubunginya, bahkan datang ke sini, ke rumahku ini. Cerita sang nenek kepada cucunya, anak sulung keponakannya. Ada getar cemburu yang masih tersisa. Tapi dengan kehadiran anak-anak yatim di rumah ini, ia tidak lagi teringat kepada mantan pacarnya. Ia tidak lagi sering ke kota. Apa yang dirasakan di hatinya aku pun tak tahu. Yang terasakan hanyalah ia pernah mencintai wanita lain sedemikian dalam tapi ibunya memisahkan mereka. Isterinya kembali menangis dengan cemas mengapa jasad suaminya utuh? Apakah tidak diterima bumi? Ada getar cemburu yang masih tersisa.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun