Mohon tunggu...
Kinanthi
Kinanthi Mohon Tunggu... Guru - foto

Seseorang yang meluangkan waktu untuk menulis sekadar menuangkan hobi dengan harapan semoga bermanfaat.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Laku tanpa Kata

22 September 2020   12:04 Diperbarui: 22 September 2020   12:13 100
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Lelaki muda remaja itu termenung. Belum habis suka citanya karena telah lulus dari sekolah MULO, setara SMP sekarang, ia kembali teringat ucapan ibunya,"Begitu lulus sekolah, kita pulang ke desa. 

Ibu ingin tinggal di desa, menempati lahan nenek moyang kita. Kamu termasuk terpelajar walaupun tinggal di desa, tentu bisa mencari kesibukan selain bertani. Ibu tidak ingin Kamu tinggal di kota lalu menikahi noni Belanda itu." Hm...ucapan ibunya bak buah simalakama baginya.

Ibu. Sebagai anak bungsu, ia sangat dekat dengan ibunya tentunya. Cerita ibunya tentang kakek nenek mereka yang merantau ke kota berbekal hobi menggambar dan menjahit, yang akhirnya membuat mereka bisa bekerja sebagai penjahit di sebuah hotel di Surabaya, membuatnya terkesan. 

Betapa tidak, karena pekerjaan itulah, atasan ibunya, memberikan rekomendasi agar ia dan kedua kakaknya bisa bersekolah Belanda. Jika kakak perempuannya bersekolah sampai HIS, setara SD, kemudian menikah dengan pria Eropa, ia dan kakak lelakinya malah bisa memasuki bangku MULO. 

Berbekal cerita itulah, ia tidak lagi merasa keheranan mengapa nilai menggambarnya selalu bagus? Bahkan ia sesekali melukis dan selalu diapresiasi orang lain sebagai lukisan yang bagus.

Dengan postur tubuh jangkung, warna kulit pun cenderung putih kemerahan ditambah dengan hidungnya yang mancung, beberapa noni Belanda memang tampak menyukainya. 

Dari sekian ada yang paling disukainya, bahkan mereka semakin dekat, menjalin hubungan sampai berjanji untuk setia sampai mati, sebelum ibunya turun tangan memorakporandakan segalanya. 

Sebagai anak yang patuh pada ibunya, ia pun mengikuti ibunya untuk pulang kampung. Bahkan ibunya menjodohkannya dengan mantan gadis desa. Mengapa mantan? 

Karena sang gadis pernah menikah kemudian menjadi janda. Wajahnya yang cantik ala Asia sebetulnya tak kalah dengan pacarnya noni Belanda itu. Namun, cinta tak mudah dialihkan, memang bukan semata kata-kata, bukan? Akan tetapi, ia patuh pada ibunya.

Kakak perempuannya yang menikah dengan pria Eropa, begitu Jepang mendarat,  suaminya yang merupakan salah seorang pegawai di sebuah badan usaha milik Belanda pun bersiap-siap kembali ke Eropa mengajak anak perempuannya, juga anak satu-satunya karena anak sulungnya meninggal. Ia hanya menangis dan meratap tapi tidak bersedia mengikuti suaminya untuk tinggal di Eropa. Maka, ia pun menjalani nasib sebagai janda kaya karena harta suaminya termasuk rumah dan tanah, mobil, belum lagi tabungannya yang berupa beberapa perhiasan emas, ditinggal begitu saja untuknya.

Kakak perempuannya pun menikah lagi dengan seorang pegawai, pribumi, mungkin teman kerja mantan suaminya. Janji kakak iparnya untuk mencarikan pekerjaan di kota pun tak terpenuhi karena kakak perempuannya, tatkala ditinggal suaminya bertugas ke luar provinsi, terpikat pria lain. Pria pribumi lebih muda yang meniti karier sebagai serdadu. Sejak saat itu, pupuslah harapnya bisa bekerja di kota. Pupuslah harapannya untuk bisa hidup di kota lagi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun