Mohon tunggu...
Kinanthi
Kinanthi Mohon Tunggu... Guru - foto

Seseorang yang meluangkan waktu untuk menulis sekadar menuangkan hobi dengan harapan semoga bermanfaat.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Ketika Karna Harus Memilih

24 Juni 2020   11:52 Diperbarui: 24 Juni 2020   11:55 915
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
goodnewsfromindonesia.id

Siapakah yang tidak mengenal Adipati Karna yang wajahnya setampan Arjuna, karena mereka memang saudara seibu? Mengapakah Karna diagungkan di kalangan masyarakat Jawa penggemar pewayangan? Ada apakah dengan adipati Awangga tersebut? Bukankah ia anak pungut seorang kusir bernama Adirata? Sosoknya pun merupakan tokoh antagonis dalam wiracarita Mahabharata karena dikenal sombong dan angkuh? 

Seseorang  yang "menjual" dirinya kepada Kurawa demi beroleh kehormatan menduduki jabatan sebagai adipati? Selain itu, sang adipati Awangga ini pun jelas-jelas berkhianat. Bukankah ia mengkhianati para Pandawa yang merupakan adik-adik kandungnya sendiri hanya karena keinginan membalas budi kepada Kurawa yang telah memberinya jabatan? Mengapa ia malah diposisikan sebagai seorang ksatria agung?

Konon, Dewi Kunti yang cantik, puteri raja Prabu Kuntiboja sedang berguru di sebuah padepokan. Ia bertemu seorang resi bernama Durwasa, yang akhirnya memberikan kesaktian berupa mantera Adithyahrehdaya kepada dewi Kunti karena ia murid yang rajin. Mantera tersebut memiliki keistimewaan dapat memanggil para dewa yang akan memberikan anugerah tatkala sang dewa dipanggil. Dengan kepolosan seorang remaja, 

Sang Dewi pun mencoba mantra tersebut pada saat sang surya tengah terbit. Maka, Batara Surya pun datang sekaligus memberinya anugerah berwujud anak. Oleh karena Dewi Kunti belum menikah, Bhatara Surya pun membantu dewi Kunti untuk melahirkan puteranya tersebut melalui telinganya demi menjaga kegadisan dan aib yang bakal menimpanya kelak.

Sang Dewi yang merasa malu memiliki anak tanpa bapak, menghanyutkannya ke Sungai Aswa lengkap dengan busana khas Batara Surya. Jabang bayi yang dihanyutkan ke sungai Aswa akhirnya ditemukan oleh seorang kusir istana Hastinapura bernama Adirata. Setelah peristiwa itu, Dewi Kunti pun pulang dari padepokan selanjutnya dinikahkan dengan Pandu Dewanata, Raja Hastinapura. Kelak, Sang Raja Hastinapura tersebut meninggal bersama dengan isteri lainnya bernama Dewi Madrim yang memiliki anak kembar bernama Nakula dan Sadewa, sedangkan Dewi Kunti memiliki tiga putera bernama Yudistira, Bima, dan Arjuna. Kelima anak lelaki Pandu itulah yang dikenal dengan nama Pandawa.

Tatkala menyadari bahwa anak angkatnya tersebut sebetulnya berasal dari kasta ksatria terlihat dari pakaiannya saat dihanyutkan, kusir Adirata pun menemui Bagawan Dorna agar anaknya bisa belajar kepadanya, namun Begawan Dorna menolak memiliki murid anak kusir. Walaupun demikian, kecerdasannya membuat Karna dapat mengikuti ilmu yang diajarkan Begawan Dorna kepada para Pandawa dan Kurawa dengan cara mencuri-curi dengar dan lihat manakala Dorna mengajar

Pada akhir pendidikan, Begawan Dorna mengumumkan bahwa Arjuna adalah murid terbaik. Karna yang merasa sanggup mengalahkan ilmu memanah yang dimiliki Arjuna, menantangnya, namun Begawan Dorna menolak karena Karna hanya anak kusir, tidak layak bertanding dengan para ksatria putera raja. 

Namun pada saat itu, Duryudana si sulung kelompok Kurawa membela Karna, bahkan ia pun memohon kepada baginda raja Dastarata, ayahnya, yang untuk sementara menduduki posisi raja sejak kematian Pandu karena putera Pandu, para Pandawa,  masih kecil. Di sinilah momen bersejarah perubahan jalan hidup drastis si Karna,dimulai. Karna, si  anak kusir itu  sanggup membuktikan kepada dunia, bahwa kemiskinan dan pemiskinan hanya istilah. Toh, ia bisa mengubah tradisi si miskin abadi dengan cara menjadi adipati Awangga karena kecerdasan kinestetiknya dalam memanah. Luar biasa bukan? Tapi bukan hanya karena prestasi itu yang membuat Karna layak diidolakan.

Bagaimanapun, kebaikan para Kurawa yang mengangkat derajatnya menjadi adipati tetap dikenangnya sebagai hutang budi. Oleh karena itu, ketika Kresna sang Duta perang Mahabarata, mempertemukannya dengan Dewi Kunthi, ibunya, terjadilah dialog yang mengharukan dan memancing air mata. Pada pertemuan tersebut Dewi Kunti meminta maaf atas kejadian masa lalu kemudian meminta agar Karna kembali bersama para Pandawa pada saat perang Bharatayudha nanti. 

Saat pertemuan itulah Karna menunjukkan keikhlasannya memaafkan ibu yang pernah membuangnya tanpa melupakan keinginan membalas budi kepada para Kurawa. Dengan berurai airmata Dewi Kunti memohon agar Karna berpihak kepada Pandawa. Selain kecemasan kehilangan para Pandawa karena merasa bahwa mereka tak akan sanggup mengalahkan putera Sang Surya tersebut, Dewi Kunti pun menasihati putera sulungnya agar melupakan niat membalas budi kepada Kurawa. Bukankah Kurawa telah berbuat zalim kepada Pandawa dengan cara menguasai secara licik kerajaan Hastinapura yang seharusnya dikembalikan kepada Pandawa begitu mereka dewasa?

Akan tetapi, ia berdikukuh menolak membela para Pandawa. Adipati Karna menunjukkan dharma baktinya kepada dewi Kunti dengan bersumpah tidak akan membunuh adik-adiknya sendiri. Oleh karena ibunya dan Kresna menyudutkannya dengan argumentasi yang dapat diterima sebagai kebenaran, maka ia pun menjelaskan niat sesungguhnya  bahwa keberpihakannya  kepada Kurawa memang sudah seharusnya sebagai wujud pengabdiannya kepada  "kemanusiaan". Akan tetapi, a pun tetap membela Pandawa, khususnya rakyat Hastinapura yang tertindas di bawah kepemimpinan Kurawa.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun