Mohon tunggu...
Nandiroh
Nandiroh Mohon Tunggu... Bankir - Nandiroh perbankan Syariah

nama : nandiroh prodi : perbankan syariah universitas islam nahdlatul ulama

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Cerpen | Jatuh untuk Bangkit

7 Januari 2020   10:58 Diperbarui: 7 Januari 2020   11:04 427
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Namaku Nina. Aku berasal dari keluarga yang sederhana. Aku mempunyai 2 saudara dan aku anak yang ketiga. Semua kakakku sudah menikah dan
mempunyai rumah sendiri kecuali kakakku yang satu masih tinggal denganku dan bapak. Bapakku menderita sakit diabetes sehingga tidak dapat bekerja.

Empat tahun yang lalu adalah tahun terberat yang pernah ku alami. Tahun dimana tanpa seorang ibu. Semua terasa mimpi bagiku, aku harus menjalani hari-hariku tanpa seorang ibu. Rasa sunyi dan putus asa telah menghampiri diriku.

Banyak yang bilang kamu harus kuat, kamu harus sabar. Namun, tidakkah kalian merasakan seberat apa yang harus ku alami? Mereka tak pernah merasakan karena mereka belum pernah mengalaminya.

Senyuman yang dulu kini telah berganti tangis. Bukan tanpa sebab, karena pelangi yang menyinari hariku kini telah berganti menjadi mendung. Isak tangis selalu menghampiri diriku. Aku begitu lemah tak berdaya. Seseorang yang ku sapa setiap harinya, kini telah hilang. Aku yang terlalu kecil ini harus merasakan kehilangan yang amat dalam.

Kehilangan seseorang yang tak akan pernah kembali. Aku begitu putus asa. Pernah terbesit dipikirku Tuhan tidak adil kepadaku, Tuhan telah mengambil seseorang yang sangat berharga bagiku.mengapa harus dia yang kau ambil? Aku seperti orang yang sudah tak tahu lagi arah jalan. Semua nampak suram.

Namun, beruntungnya aku, mempunyai seorang sahabat yang menemaniku disaat ku tak tahu lagi bagaimana hidupku. Ia bernama Rani. Kami
tidak satu kelas namun setiap istirahat ia selalu meluangkan waktu untuk menemaniku. Semua keluh kesahku selalu ku sampaikan kepadanya. Mulai dari beliau sakit hingga sudah tiada, dia tahu semua ceritanya.

Namun dia tak pernah bosan dengan segala keluh kesahku, dia selalu menjadi pendengar setia dan teman terbaik. Satu nasihat yang sangat aku ingat "Tuhan lebih sayang pada ibu mu, makanya Tuhan mengambilnya lebih dulu". Dari kata itulah aku mulai berangsur membaik dan mulai bersemangat menjalani hari-hariku. Aku mulai berdamai dengan takdir yang sudah digariskan Tuhan kepadaku.

Hari demi hari telah ku lalui. Tak terasa 40 hari telah berlalu setelah kepergian ibuku. Namun, lagi-lagi aku harus jatuh dilubang yang sama. Aku
kehilangan kakakku yang seharusnya menyemangatiku agar semangat kembali, tapi dia meninggalkanku. Luka yang belum kering kini harus terbuka dan ditambah lagi.

Entah apa yang dia pikirkan sehingga ia tega meninggalkanku tanpa memikiran bagaimana keadaanku tanpa dia. Aku harus mengurus bapakku dan menurus rumah sendiri. Aku yang dulu semua keperluanku disiapkan oleh ibuku, dan kini aku yang harus menyiapkkan semuanya sendiri tanpa bantuan siapapun. Semangat ku hilang lagi. Aku ditinggal saat semua kegiatan ujian sudah didepan mata. Semua nilai ujianku berantakan. Karena sudah tidak ada lagi yang butuh denganku.

Tidak ada lagi yang sayang kepadaku. Lalu, untuk apa aku harus memikirkan ujianku, toh tidak ada yang membutuhkannya. Sampai semua guru terkejut, namun mereka tahu bagaimana posisiku saat ini. Tepat satu bulan kakakku pergi. Dan waktu itu aku sudah diwisuda. Aku mengabari kakakku bahwa besok adalah hari wisudaku.

Namun, dia tidak dapat pulang. Dan akhirnya aku harus di wisuda tanpa dihadiri oleh keluarga.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun