Mohon tunggu...
Nanda Mulyana
Nanda Mulyana Mohon Tunggu... -

-Sukses, dan Berusaha untuk Menjadi Sukses, adalah Hak Semua Orang\r\n(Masih Dalam Proses Belajar, Maaf jika Banyak Kata yang Tak Tertata)

Selanjutnya

Tutup

Otomotif

LCGC, Masalah Mobil Murah

23 September 2013   08:20 Diperbarui: 24 Juni 2015   07:31 553
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Transportasi. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Wirestock

Setelah harga BBM naik, pemerintah mengajak seluruh masyarakat Indonesia untuk “berhemat”. Berhemat dalam arti yang seluas-luas nya dalam pengunaan energi (BBM). Pemerintah menghimbau pada masyarakat untuk bijak dalam menggunakan alat transportasi, sekaligus mengajak masyarakat untuk menggunakan angkutan publik, juga sebagai upaya dalam mengurangi kemacetan.

Namun, ditengah upaya-nya itu, pemerintah justru menggulirkan kebijakan yang kontra produktif, dan boleh jadi, ironis!. Sisi ironis itu adalah dengan adanya Peraturan Menteri Perindustrian Nomor  33/M-IND/PER/7/2013 tentang Pengembangan Produksi Kendaraan Bermotor Roda Empat yang Hemat Energi dan Harga Terjangkau, Low Cost Green Car (LCGC).

Jika dilihat dari satu sisi,LCGC terlihat pro kepentingan publik (harga murah/low cost) dan pro terhadap lingkungan (Hemat Energi/green car). Namun, apa bila dilihat dari sisi yang lain, dari sisi kebijakan energi dan transportasi misalnya, LCGC ini menjadi kebijakan yang ironis!

Secara sederhana dan hukum alamiah kita katakan, dengan adanya mobil murah, pengguna mobil akan meningkat, LCGC tentu akan merangsang konsumsi bahan bakar (bersubsidi) yang lebih dahsyat. Konsumsi bahan bakar akan digenjot naik seiring dengan bertambahnya kendaraan, konsumsi bahan bakar (apalagi yang bersubsidi) tentu akan membebani APBN, dan tentu tidak sejalan dengan program penghematan energi!

Kalaupun misalnya pemerintah mengeluarkan larangan bagi LCGC untuk mengunakan BBM bersubsidi, larangan itu pasti tidak akan efektif. Penyelewengan atau penyalahgunaan BBM bersubsidi pun nanti pasti akan mudah kita temui.

Di sisi yang lain, LCGC juga tidak sejalur dengan kebijakan transportasi publik dan pengurangan kemacetan. Secara sederhana, LCGC dapat mematikan angkutan publik dan menambah sesak volume kendaraan di jalanan.

LCGC dapat memanjakan masyarakat dengan penggunaan kendaraan pribadi sebagai moda transportasi. Minat masyarakat dalam menggunakan angkutan publik bisa semakin menurun, angkutan publik bisa jadi akan semakin ditingalkan. Dan sekarang, bukankah kecenderungan itu telah terjadi? Apalagi nanti jika ada LCGC! Apalagi dengan lambatnya perbaikan dan peningkatan layanan dari sistem angkutan publik dan kapasitan jalan!

Sekarang saja, fakta dilapangan telah mengatakan bahwa kemacetan telah menjadi rutinitas di perkotaan, bukan hanya kota besar, tapi juga sudah menjalar ke kota-kota kecil. Pemerintah harus ingat, kapasitas jalan dan perbandingannya dengan jumlah kendaraan menjadi suatu rumus penting dalam mengelola sistem transportasi. Jangan sampai kebijakan LCGC ini menjadi momentum yang kelam dalam sejarah kebijakan transportasi negeri ini.

Memang, dari hitung-hitungan “kasar” ekonomi, dengan adanya LCGC, dimungkinkan golongan bawah dapat menjangkau harga mobil. Mobil akan semakin banyak, konsumsi akan meningkat, dan tentu akan menggairahkan pertumbuhan ekonomi. Dengan itu, diharapkan kesejahteraan akan semakin meningkat. Apalagi jika LCGC itu diproduksi di Indonesia, lalu ditambah dengan penggunaan komponen lokal, sekaligus diikuti dengan penambahan lapangan pekerjaan, yang tentu akan membawa dampak yang baik bagi roda pergerakan ekonomi kita.Namun, apakah terori itu akan sejalan dengan fakta yang ada?

Sangat memungkinkan jika konsumen LCGC bukanlah golongan bawah, tapi malah golongan atas yang semakin gemar menambah padat koleksi garasi-nya untuk anak dan cucu-nya. Bagi rakyat kecil, membeli mobil murah tetap tidak mampu, mobilitas transportasi bisa semakin sulit, ekonomi bisa tambah melilit, akhirnya, klise, rakyat kecil tetap jadi korban!

Sebaliknya, LCGC ini tentu dapat menguntungkan produsen asing, karena yang menghasilkan LCGC ini bukanlah negeri ini sendiri. Dengan penduduk lebih dari 240 juta jiwa ditambah dengan jiwa konsumerisme dan hedonisme yang sangat tinggi, negeri tercinta ini memang menjadi lahan pasar yang menggiurkan bagi para kapitalis asing di luar sana (tentu dengan kerjasama dengan bandit lokal). LCGC ini tentu bisa menjadi program nasional yang tak nasionalis.

Saya, yang mungkin juga mewakili masyarakat indonesia lainnya yang masih awam ini dengan sederhana akan berfikir, dengan adanya mobil murah, mobil akan semakin mudah didapat, jalanan menjadi semakin padat, konsumsi bahan bakar akan semakin meningkat, kalau bahan bakar itu bersubsidi, beban APBN akan semakin berat! Wajah angkutan umum semakin pucat, supir angkutan umum banyak yang dipecat!

Sudah sepatutnya pemerintah bijak dalam menghitung untung dan ruginya suatu kebijakan! Untungnya berapa, ruginya berapa, banyakan mana? Untungnya buat siapa, ruginya buat siapa?

Dari program nasional LCGC ini, siapa yang hendak diuntungkan? Masyarakat? Lingkungan? Perekonomian? Perindustrian? Pihak asing? Atau “pihak ke-tiga”?

Intinya, menurut hemat saya, LCGC adalah kebijakan pemerintah yang tak sejalan dengan kebijakan pemerintah untuk menghemat energi dan mengurangi besarnya subsidi, dan tak sejalan pula dengan kebijakan managemen transportasi publik.

Pak Menteri, Pak Presiden serta para pembuat kebijakan yang kami hormati, yang mendesak kami butuhkan sebenarnya bukanlah masalah mobil murah. Kami lebih butuh sarana transportasi publik yang nyaman, murah, aman, dan tertata dengan baik.

Lebih dari itu, kami, rakyat Indonesia sangat membutuhkan perubahan yang progress, peubahan kearah yang lebih baik, kami butuh pemimpin-pemimpin yang amanah, yang bekerja dengan landasan pancasila dan UUD 45, yang dapat mewujudkan, “Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia”!

Mohon tunggu...

Lihat Konten Otomotif Selengkapnya
Lihat Otomotif Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun