Mohon tunggu...
Nana Marcecilia
Nana Marcecilia Mohon Tunggu... Asisten Pribadi - Menikmati berjalannya waktu

Mengekspresikan hati dan pikiran melalui tulisan

Selanjutnya

Tutup

Worklife Artikel Utama

Perlunya "Ikigai" dalam Bekerja

30 Agustus 2019   11:54 Diperbarui: 31 Agustus 2019   13:34 1741
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber : YouTube Improvement Pill

Ikigai yang ingin saya bahas tidak berhubungan dengan passion kita sama sekali, walau seharusnya Ikigai memasukkan passion sebagai salah satu unsurnya. Saya lebih ingin fokus pada arti ikigai saat kita bekerja. 

Tertarik pada pengertian ikigai sendiri, kurang lebih adalah alasan untuk hidup atau semangat untuk hidup. Bekerja sebagai salah satu cara supaya kita bisa melanjutkan hidup.

Belakangan kita sering digembar-gemborkan dengan bekerja yang lebih nikmat kalau diiringi dengan passion. Saya rasa itu ada benarnya, tapi tidak semua orang berkesempatan bisa bekerja sesuai passion, karena bisa jadi adanya faktor pendidikan, ketersediaan lapangan pekerjaan, faktor keluarga, jarak rumah dengan kantor dan masih banyak lagi. 

Bila bekerja tidak sesuai passion, kita akan selalu memiliki alasan untuk setengah hati dalam bekerja, sehingga hal tersebut nantinya akan mempengaruhi jenjang karier, ataupun usaha yang sedang kita jalani. 

Belajar Ikigai dari seorang Tukang Roti Keliling

Saya juga memperhatikan tukang roti keliling di komplek perumahan saya, kami menyebutnya Bang Ipul. Ini nama sebenarnya, karena saya benar-benar belajar ikigai darinya. Bang Ipul sendiri sebenarnya adalah seorang karyawan. 

Saya ingat sekali pertama kali Bang Ipul berkeliling menjual roti, tidak ada yang berani membeli. Pertama, wajahnya seperti preman, ditambah badannya yang tinggi besar. Kedua, tidak ada senyumnya sama sekali. 

Sampai suatu hari, entah bagaimana Bang Ipul rajin sekali menyapa kami, mau tua, muda, anak kecil, semua disapa dengan senyuman ramah. Dari anak kecil dulu, mungkin karena anak kecil lebih polos, mereka meminta orangtuanya untuk membeli roti. 

Kemudian, dari mulut ke mulut, akhirnya banyak yang mau membeli rotinya Bang Ipul. Kalau penampilan rotinya agak penyok, Bang Ipul pasti langsung memindahkannya ke tempat lain, agar pembeli membeli yang bentuk rotinya bagus. 

Saat hujan pun, Bang Ipul memakai jas hujan dan helm, sambil berkeliling jualan. Saya tidak tahu beliau kejar target atau bagaimana, tapi yaa itu dilakukannya dengan hati yang riang gembira dan bersemangat, tidak lupa senyum yang ramah untuk menutupi perawakan wajahnya yang seram. 

Yang membuat saya sangat belajar adalah ketika saya sudah lama sekali tidak membeli roti dari Bang Ipul, tetangga saya pun juga sudah lama tidak membeli. 

Tapi Bang Ipul tidak pernah bersikap kecut pada kami, tetap selalu menyapa dengan ramah. Dengan begitu, walau jarang-jarang membeli, tapi kalau mau roti, carinya tetap Bang Ipul.

Apakah menjadi tukang roti keliling dan menjadi karyawan adalah passion Bang Ipul? Saya rasa tidak.

Belajar Ikigai dari seorang Junior

Rasa salut saya berikan kepada junior di tempat kerja saya, sekaligus saya banyak juga belajar darinya. Awal datang, usianya baru 19 tahun, lolosan SMA. 

Perlu diperhatikan kalau junior saya ini lolos, bukan lulus. Hehe. Pekerjaannya adalah mengangkut roll-an kain dan mengambil contoh kain kalau ada yang mau contoh.

Ngobrol punya ngobrol, dia tidak memiliki cita-cita sama sekali, bahkan bentuk masa depannya saja seperti apa, dia tidak tahu. Awalnya saya berpikir, "mau jadi apa anak ini nanti?". 

Tapi pandangan saya berubah ketika saya menemukan rak diberi label tulisan sesuai dengan kategori nama kain. Tulisannya seperti anak kecil, dan saya tahu karyawan disana tulisannya tidak ada yang sekaku itu. 

Ketika saya menanyakannya, ia mengatakan bahwa benar ia melabelinya, supaya semakin kenal, dan kalau disuruh bisa cepat ambilnya. Senang sekali melihatnya, karena ia memiliki rasa inisiatif yang tinggi. 

Kemudian hampir setiap hari, saya lihat junior saya mengutak-atik kain, dan saya perhatikan dari jauh, ternyata ia sedang menghafal kode setiap kain yang ada. 

Setiap ada pembeli yang datang, dia pasti dengan sigap melayani, padahal saat itu ia tidak mengerti sama sekali perbedaan kualitas kain yang dijual. Tapi saya tertarik melihat kesigapannya dalam  bekerja. Selain itu, banyak hal yang junior saya kerjakan tanpa harus disuruh lebih dulu. 

Padahal bisa dikatakan gajinya itu tergolong kecil dibandingkan kami semua, tapi semangat kerjanya sangat tinggi.

Saya pikir mungkin hal tersebut akan terjadi di awal bekerja saja, ternyata sampai tiga tahun dia bekerja sekarang, junior saya tetap rajin, dan bahkan mau mengajari orang baru tanpa diminta, masih sigap melayani, dan kalau ada kain yang berantakan, masih ditata rapi kembali olehnya. Ia sama sekali tidak perhitungan pada pekerjaan.

Ketika saya tanyakan lagi kenapa semangat terus, ia bilang kalau ia senang bekerja disini, selain karena bisa bekerja didekat tempat pacarnya bekerja, ia merasa mendapat banyak ilmu. Dan akhirnya ia ada cita-cita juga, katanya, "Siapa tahu Ci, kalau Allah kasih rezeki, saya bisa buka usaha sendiri, supaya abi umi ga susah lagi". 

Apakah mengangkut roll-an kain dan mengambil contoh bahan, serta melayani pembeli adalah passion junior saya? Dia sendiri tidak tahu dia suka apa, yang dia tahu. dia mau bekerja supaya bisa mendapatkan uang yang dikumpulkan untuk membangun usahanya nanti, walau kecil-kecilan. 

Dari kedua orang ini, ada pelajaran yang saya dapatkan, dan semoga bisa menularkan kepada Anda yang bekerja, tapi merasa tidak sesuai passion. 

Pertama, mari bekerja dengan menentukan prioritas dan kerjakan dengan seoptimal mungkin. 

Hal ini diperlukan, agar hasil kerja kita sesuai dengan target. Tidak semua atasan akan melihat proses kita bekerja, kebanyakan atasan, yang saya perhatikan, lebih menyukai hasil  yang menguntungkan bagi perusahaan.

Oleh karena itu, kita harus memasang strategi terlebih dahulu, kira-kira bekerja yang hasilnya bagaimana yang bisa membuat perusahaan mendapatkan keuntungan.

Atau misal Anda bekerja dibelakang meja, buatlah pekerjaan Anda serapi dan sebagus mungkin. Sehingga bisa memudahkan divisi lain dalam bekerja, sehingga dengan kemudahan yang Anda berikan, tentu akan ada selentingan omongan kepada atasan bahwa divisi Anda benar-benar memberikan keefisienan dan keefektifan bagi pekerjaan mereka. 

Dengan begitu, atasan akan senang. Hadiah yang kita dapatkan mungkin belum tentu berupa gaji, tapi mungkin tips ataupun rasa percaya yang atasan berikan, juga bisa kita anggap sebagai bonus. 

Tentu dengan adanya "hadiah", kita akan merasa senang karena ada penghargaan dari apa yang kita kerjakan. Istilahnya kerja keras yang kita lakukan tidak sia-sia belaka.

Kedua, mengenal produk yang perusahaan kita jual

Ini berlaku bagi produk barang dan jasa. Ketika kuliah dulu, saya belajar bahwa setiap karyawan dari setiap divisi merepresentasikan sebuah perusahaan. Jadi tidak peduli Anda bekerja di divisi manapun, akan ada baiknya bila kita benar-benar mengenal seluk beluk dari produk yang dijual perusahaan.

Dengan begitu akan menciptakan rasa sayang kita kepada pekerjaan kita. Ibarat pernikahan yang dijodohkan, kalau tidak kenal, maka kita tidak akan pernah suka dengan pasangan, bahkan cenderung sebel. Berbeda kalau kita berusaha mengenal pasangan yang dijodohkan, lama-kelamaan akan timbul rasa sayang, dan mungkin bisa jadi cinta. 

Begitupula dengan produk perusahaan. Bila kita mengenalnya, kita akan timbul rasa sayang pada produk perusahaan. Dan kalau ada teman ataupun kerabat yang menanyakan, Anda tidak lagi menjawab, "Itu bukan bidang saya, saya cuman tahu masuk keluar uang saja", misal. Tapi Anda bisa menjelaskan dengan detail tentang produk Anda.

Ketiga, temukan alasan yang tepat kenapa Anda mau bekerja disana

Misal Anda bekerja karena kepepet, kebutuhan jalan terus, lowongan untuk pekerjaan yang Anda sukai tidak ada. Kebetulan pekerjaan yang sekarang ada lowongan, yaa kerja saja. Tapi dipikir-pikir ini bukan passion Anda, ahh, malas sekali rasanya.

Saran saya, stop berpikiran seperti itu, karena Anda akan rugi sendiri nantinya. Ketika pikiran itu terlintas pada Anda, pikirkanlah lagi, bukan perusahaan yang mencari Anda, bila Anda memutuskan untuk keluar pun, akan ada orang lain yang bersedia mengganti posisi Anda. 

Atasan pun pasti akan lebih senang memberikan pekerjaan pada orang yang lebih berniat kerja, daripada setengah hati, dan menampilkan wajah yang kuyu setiap saat. 

Pikirkanlah lagi, kalau Anda tidak bekerja ditempat Anda bekerja sekarang, selama ini keluarga Anda makan apa, dan bagaimana rumah tangga Anda bisa berlangsung dengan baik, walau gali lubang tutup lubang, misalnya. 

Bagaimana Anda bisa membeli segala macam kebutuhan bila tidak bekerja di tempat Anda bekerja sekarang, walau tidak semewah yang Anda harapkan.

Akan lebih  baik kalau Anda mencari kesibukan dengan membantu teman di divisi lain, sehingga Anda memiliki warna baru dalam pekerjaan. Jangan memperhitungkan gaji, anggap saja Anda sedang menjalin tali silahturahmi, yang suatu hari nanti mungkin bisa menjadi koneksi Anda untuk pekerjaan berikutnya, atau teman berbagi pengalaman.

Atau bisa jadi untuk mendapatkan ilmu baru, sehingga pada pekerjaan berikutnya, Anda tidak stuck menguasai satu bidang saja, tapi bisa memahami banyak bidang pekerjaan. 

Anda bisa menggali sendiri alasan yang tepat, tapi apabila tidak ada yang tepat, carilah tempat kerja lain yang lebih baik, daripada terus ngedumelin tempat Anda bekerja, karena terus mengeluh, tidak akan membantu Anda sama sekali untuk mendapatkan gaji atau pekerjaan yang Anda harapkan. 

Keempat, jangan semua hal diperhitungkan dalam bentuk uang

Memang kita bekerja untuk mendapatkan uang. Tapi kalau kita bekerja selalu memperhitungkan jobdesk dan gaji yang didapat. Percayalah atasan kita lebih canggih lagi dalam hitung-menghitung. 

"Saya sudah gaji kamu sekian, kamu kerja asal-asalan, keuntungan perusahaan ga signifikan, buat apa gaji tinggi-tinggi?", kurang lebih itulah yang dipikirkan atasan. 

Beban biaya perusahaan tidak terbatas pada gaji saja, tapi pengeluaran harian, pengeluaran untuk pembelian produk, alat-alatnya pelengkapnya, belum lagi surat-surat yang diurus, sewa gedung setiap tahun (misal)  dan masih banyak lagi. 

Berbeda kalau kita bekerja tanpa banyak perhitungan (tapi jangan sampai dimanfaatkan), dan memiliki hasil yang signifikan untuk keuntungan perusahaan. Tentu atasan akan senang terhadap kerajinan dan hasil yang diberikan. 

Akan ada penilaian tersendiri bagi diri Anda dari atasan. Siapa tahu Anda akan mendapatkan gaji yang lebih lagi atau kenaikan jabatan, atau bisa jadi mendapatkan kepercayaan dari atasan. 

Semoga keempat hal ini bisa membantu Anda menciptakan semangat dalam bekerja, walau tidak sesuai passion. 

Salam semangat bekerja :)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun