Mohon tunggu...
Nana Arlina
Nana Arlina Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Punya nama pena Nana Arlina.\r\nSuka jalan-jalan, mengamati dan menulis di nana-arlina.blogspot.com dan www.ilmuterbang.com\r\n\r\n\r\n

Selanjutnya

Tutup

Travel Story

Pulang Kampuang

30 Oktober 2011   12:50 Diperbarui: 26 Juni 2015   00:17 668
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1348222195306662862

Setelah selama ini bercerita tentang negeri orang, saatnya saya bercerita tentang kampung saya, Sumatera Barat. Saya asli Bukittinggi, tepatnya dari Biaro, Ampek Angkek, sebuah daerah di kaki Gunung Marapi. Mengenai sejarah kota ini, saya pernah menulis di Kompasiana, silahkan membaca sejarah kota ini disana. Nah, ini adalah cerita tentang kebiasaan saya kalau pulang kampuang. Kota Bukittinggi yang dikelilingi oleh Gunung Marapi dan Gunung Singgalang berhawa sejuk. Hal inilah yang membuat saya sangat menyukai kampung ini, udara masih alami dan segar, apalagi di pagi hari. Nah pada saat bangun pagi untuk sholat Subuh dari mulut akan keluar asap mengepul, layaknya orang merokok. Kalau dingin sekali, saya dengan sengaja menghembus-hembuskan nafas agar asap yang keluar bergumpal-gumpal. Tapi udara yang dingin inilah selalu membuat ibu saya akan ribut membangunkan untuk sholat maklum udara terasa semakin dingin menjelang pagi dan selalu membuat saya kembali menarik selimut. Mendekam dibalik selimut terasa begitu nyaman dan hangat. Dan lucunya, walaupun saya sudah menetap dinegara-negara yang memiliki musim dingin, tetap saja saat di kampunglah saya merasa susaaaahhh sekali untuk bangun pagi. Biasanya setelah bangun pagi dan sholat Subuh, ibuk, yaitu kakak ibu saya akan membuatkan kopi karena dia tahu kesukaan saya minum kopi. Dan tentu saja bukan hanya kopi saja, tapi bersama dengan teman-temannya, yaitu goreng pisang dan ketan yang diberi kelapa. Berbeda dengan goreng pisang yang biasanya diiris tipis hingga menyerupai kipas, goreng pisang yang biasa saya makan di kampung tidak diiris, namun langsung digoreng begitu saja. Karena pisangnya sudah masak sempurna, rasanya benar-benar nikmat apalagi saat panas, dimakan bersama ketan dan secangkir kopi manis. Sambil menunggu matahari muncul yang juga merupakan pertanda saya untuk segera mandi, biasanya saya dan ibu saya berjalan-jalan menikmati udara segar kaki Gunung Marapi. Dan tentu saja tidak lupa saya membawa kamera menyalurkan hobi bernarsis-narsis ria,...hehehehe. Serunya berjalan-jalan pagi adalah bisa melihat para petani yang turun ke sawah. Soal sawah ini saya punya kenangan tersendiri, yaitu menangkap belut semasa kecil. Dengan para sepupu yang rata-rata laki-laki, saat pulang basamo alias mudik waktu lebaran, bermain disawah adalah pilihan kami. Bisa berkotor-kotor dengan lumpur dan tentu saja menangkap belut sawah. [caption id="attachment_213675" align="aligncenter" width="590" caption="Gunung Merapi"][/caption] Pagi itu udara cerah dan langit terlihat biru, pak tanipun terlihat menggiring kerbau. Disini memang masih banyak ditemui kerbau untuk menggarap sawah dimana dibanyak daerah, acara menggarap sawah sudah digantikan dengan kemajuan teknologi. Pukul 8 pagi, matahari sudah muncul dengan terik, biasanya teriknya matahari karena udara dingin sekali paginya. Ini adalah pertanda saya sudah siap untuk membersihkan badan. Maklum, saya tidak membiasakan diri untuk mandi dengan air panas kalau pulang kampung karena justru air dingin membuat badan terasa segar. Acara rutin saya dikampung biasanya santai-santai menikmati keindahan kampung. Terkadang diikuti dengan berkeliling ke desa-desa lainnya di dekat Biaro, seperti Panampuang dan Koto Tuo. Kebetulan sanak keluarga dari ibu saya masih banyak disana. Dan jika ibu ada waktu beliau akan mengajak saya untuk bersilaturrahmi agar saya mengenal silsilah keluarga dekat dan jauh. Mungkin karena sudah terbiasa dari kecil dikenalkan oleh ibu, saya menyukai acara pulang kampung ini. Seringnya sih otak saya agak 'error', dan akhirnya yang seharusnya menurut silsilah merupakan tante saya, eh malah dipanggil uni. Yah, sepertinya saya harus sering-sering pulang kampung agar tidak lupa dengan saudara dan keindahan alamnya....:-)

[caption id="attachment_145213" align="aligncenter" width="701" caption="Makanan yang saya cari kalau pulang kampuang"][/caption] Dan setelah mengaso sejenak, sore hari adalah acara untuk menikmati sate Biaro. Sate ini sudah sangat terkenal baik bagi kami orang Bukittinggi, juga bagi para pendatang. Herannya, porsi besar sate Biaro sepertinya tetap tidak cukup diperut saya, sehingga setelah sholat Maghrib, sayapun meluncur ke kota Bukittinggi untuk menikmati makanan penutup kesukaan saya, yaitu Martabak Telor di daerah Kampung Cina (Kampuang Cino). Dan acara hari itu ditutup dengan jalan-jalan narsis di Jam Gadang yang dilanjutkan dengan membeli kacang goreng yang berada di sudut pertokoan didepan Jam Gadang. Nah, penjual ini merupakan langganan kami sekeluarga, mulai dari saat sang Bapak masih hidup, hingga saat ini digantikan oleh istri beliau. Pulang kampuang biasanya bukan hanya ke kota Bukittinggi, karena saya besar di kota Solok dan Padang. Jadi beberapa hari akan saya habiskan untuk berkeliling, disamping bernostalgia, juga untuk 'malapeh salero' alias melepas selera dengan mencari makanan yang saya rindukan. Memang acara pulang kampung selalu saya nantikan karena seenak-enaknya dinegeri orang, tidak ada yang seenak dinegeri sendiri. Dan berita terakhir yang saya peroleh dari kampung, gunung Marapi sedang aktif-aktifnya sehingga saban hari mengeluarkan asap hitam. Mudah-mudahan daerah disekeliling gunung Marapi selalu dalam perlindungan Allah, SWT. Amin.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun