Persfektif Frederick Herzberg dalam Meningkatkan Motivasi Kerja Guru PAI
Nisrina Fitri Az zahra , Najiha Najwashihab Karsana , Sitti Chadidjah
Universitas Muhammadiyah Bandung, IndonesiaÂ
PENDAHULUAN
      Guru PAI memiliki peran strategis dalam membangun karakter generasi muda yang tidak hanya cerdas secara intelektual, tetapi juga kokoh dalam moral dan spiritual. Namun, berbagai studi menunjukkan rendahnya motivasi kerja di kalangan guru PAI yang dapat menghambat keberhasilan proses pendidikan. Masalah ini berakar pada faktor internal dan eksternal, seperti kurangnya pengakuan atas peran mereka, beban kerja yang berat, dan dukungan institusional yang minim. Perspektif Frederick Herzberg melalui teori dua faktornya memberikan pemahaman yang mendalam tentang bagaimana elemen-elemen motivasi dapat dioptimalkan untuk meningkatkan kepuasan kerja dan dedikasi guru PAI.(Motivasi et al. 2020)
      Frederick Herzberg membagi faktor motivasi kerja menjadi dua kategori utama, yaitu faktor motivator yang mencakup pencapaian, pengakuan, dan tanggung jawab, serta faktor higienis yang meliputi gaji, kebijakan sekolah, dan kondisi kerja. Dalam konteks guru PAI, kedua faktor ini saling melengkapi untuk menciptakan lingkungan kerja yang kondusif. Penelitian membuktikan bahwa pemenuhan kebutuhan motivator mampu memberikan kepuasan yang lebih mendalam, sedangkan perbaikan faktor higienis dapat mencegah ketidakpuasan kerja. Dengan mengintegrasikan kedua pendekatan ini, motivasi kerja guru PAI dapat ditingkatkan secara signifikan.(Mahfud 2020)
      Motivasi kerja memiliki kaitan yang erat dengan profesionalisme guru. Guru PAI yang memiliki motivasi tinggi cenderung lebih inovatif, bertanggung jawab, dan berkomitmen dalam menjalankan tugas pengajaran. Sebaliknya, rendahnya motivasi kerja dapat mengurangi kualitas pembelajaran yang disampaikan kepada siswa. Dalam konteks ini, teori Herzberg memberikan landasan untuk memahami kebutuhan intrinsik guru, seperti rasa pencapaian dan pengakuan atas keberhasilan dalam membimbing siswa menuju pemahaman nilai-nilai agama. Hal ini sejalan dengan temuan penelitian yang menunjukkan bahwa motivasi kerja berperan penting dalam peningkatan profesionalisme guru.
      Tantangan dalam pendidikan agama Islam mencakup berbagai aspek, mulai dari tingginya beban kerja hingga kurangnya penghargaan yang memadai terhadap kontribusi guru. Faktor-faktor ini sering kali memengaruhi semangat kerja dan dedikasi guru PAI. Herzberg menyarankan bahwa pemberian penghargaan dalam bentuk finansial maupun non-finansial, seperti pengembangan karier dan pengakuan kinerja, dapat menjadi solusi efektif untuk mengatasi tantangan tersebut.(Hamsal, Nurman, and Razak 2023)
      Kepemimpinan kepala sekolah juga memiliki peran yang sangat penting dalam meningkatkan motivasi guru PAI. Kepala sekolah yang memberikan dukungan emosional, pelatihan profesional, dan pengakuan atas kinerja guru mampu menciptakan lingkungan kerja yang positif. Hal ini pada akhirnya tidak hanya meningkatkan motivasi guru tetapi juga berdampak pada kualitas pembelajaran siswa. Studi menunjukkan bahwa keterlibatan aktif kepala sekolah dalam mendukung guru PAI berkontribusi signifikan terhadap peningkatan hasil belajar siswa.(Amalia Br Kaban, Nurul Hidayah Tambusai 2024)
      Motivasi kerja guru PAI tidak hanya dipengaruhi oleh kebutuhan profesional tetapi juga oleh nilai-nilai moral dan spiritual yang mendalam. Sebagai pendidik agama, guru PAI sering kali memiliki motivasi intrinsik yang didasarkan pada keikhlasan dan tanggung jawab moral. Teori Herzberg memberikan kerangka kerja yang memungkinkan integrasi nilai-nilai agama ke dalam program motivasi kerja, yang dapat memperkuat dedikasi dan komitmen guru dalam mengemban tugasnya (Muttaqin et al., 2023).
      Selain faktor motivator, faktor higienis seperti kondisi kerja yang layak, kesejahteraan finansial, dan fasilitas pendukung juga memainkan peran penting dalam menciptakan motivasi kerja yang berkelanjutan. Guru PAI yang merasa didukung oleh institusi pendidikan dalam hal ini akan lebih fokus dalam memberikan pengajaran yang berkualitas. Penelitian terbaru menunjukkan bahwa perbaikan fasilitas kerja dan peningkatan kesejahteraan guru berdampak langsung pada motivasi kerja mereka. (Siti and Setiyaningtiyas 2024)
      Kajian teoritis tentang motivasi kerja guru PAI berbasis teori Herzberg menjadi sangat relevan dalam memberikan panduan praktis untuk meningkatkan kinerja dan dedikasi mereka. Implementasi teori ini memerlukan kolaborasi erat antara pemerintah, institusi pendidikan, dan masyarakat untuk menciptakan lingkungan kerja yang mendukung. Dengan pendekatan yang sistematis dan berbasis bukti, diharapkan motivasi kerja guru PAI dapat ditingkatkan, sehingga tujuan pendidikan agama dapat tercapai secara maksimal. (Supian et al. 2023)
METODE
      Penelitian ini menggunakan metode library research atau studi pustaka untuk mengkaji secara mendalam perspektif Frederick Herzberg dalam meningkatkan motivasi kerja guru Pendidikan Agama Islam (PAI). Studi pustaka ini melibatkan pengumpulan berbagai sumber literatur yang relevan, seperti jurnal nasional dan internasional yang terindeks, buku referensi akademik, dan dokumen resmi. Pendekatan ini memungkinkan peneliti untuk memahami secara konseptual teori motivasi Herzberg dan penerapannya dalam konteks pendidikan agama. Selain itu, metode ini memberikan landasan teoritis yang kokoh dalam menjawab tantangan motivasi kerja guru PAI di Indonesia melalui analisis mendalam terhadap literatur yang ada.
      Langkah awal dalam penelitian ini Data dikumpulkan dengan menelaah sistematis literatur ilmiah yang membahas hubungan antara faktor motivator dan higienis dengan motivasi kerja guru, serta tantangan yang mereka hadapi dalam menjalankan tugasnya. Penelusuran literatur dilakukan menggunakan kata kunci yang relevan, seperti "motivasi kerja guru PAI," "teori dua faktor Herzberg," dan "pendidikan agama di Indonesia." Literatur yang dipilih mencakup penelitian empiris dan kajian teoritis yang relevan dengan tema penelitian. Data yang terkumpul dianalisis secara deskriptif-analitis untuk mengidentifikasi pola, tren, dan kesenjangan dalam penelitian sebelumnya yang dapat memberikan wawasan baru dalam mengembangkan solusi praktis bagi peningkatan motivasi guru PAI.(Hamsal et al. 2023)
      Untuk memastikan validitas data yang dikumpulkan, penelitian ini hanya menggunakan sumber terpercaya dari jurnal akademik, laporan penelitian, dan dokumen resmi. Validitas data juga diperkuat dengan penerapan prinsip triangulasi, yaitu membandingkan hasil penelitian dari berbagai sumber untuk memperoleh kesimpulan yang konsisten dan objektif. Selain itu, teori motivasi dua faktor Herzberg digunakan sebagai kerangka analitis utama untuk menjelaskan peran faktor motivator dan higienis dalam meningkatkan kepuasan dan motivasi kerja guru PAI. Melalui justifikasi teoritis ini, diharapkan penelitian dapat memberikan kontribusi signifikan dalam pengembangan kebijakan pendidikan yang lebih responsif terhadap kebutuhan guru.(Siti and Setiyaningtiyas 2024)
PEMBAHASAN
      Motivasi  merupakan  kondisi  psikologis  dari  hasil  interaksi  kebutuhan  karyawan dan faktor luar yang mempengaruhi perilaku seorang karyawan. Motivasi  adalah  keadaan  kejiwaan  dan  sikap  mental  manusia  yang  memberikan  energi,  mendorong  kegiatan  dan  mengarahkan  perilaku  kearah  mencapai  kebutuhan  yang memberi kepuasan. (Zuliawati 2016)
      Menurut Hasibuan motivasi  berasal  dari  kata  Latin  "movere"  yang  berarti  dorongan   atau   menggerakkan.  Motivasi   mengkaji   bagaimana  cara  mengarahkan  daya  dan  potensi  agar  bekerja  mencapai  tujuan  yang  ditentukan. Pada  dasarnya  seorang bekerja karena keinginan memenuhi kebutuhan hidupnya. Dorongan keinginan  pada   diri   seseorang   dengan   orang   yang   lain   berbeda  sehingga  perilaku  manusia  cenderung beragam dalam bekerja.(Hasibuan 2006) Ngalim mengatakan motivasi mengacu kepada suatu proses mempengaruhi  pilihan-pilihan  individu  terhadap  bermacam-macam  bentuk  kegiatan  yang dikehendaki. Motivasi mencakup  di  dalamnya  arah  atau  tujuan  tingkah  laku,  kekuatan respons, dan kegigihan tingkah laku. Di samping itu, istilah tersebut mencakup sejumlah  konsep  dorongan  (drive),  kebutuhan  (need),  rangsangan  (incentive),  ganjaran  (reward),  penguatan  (reinforcement),   ketetapan   tujuan   (goal   setting),  harapan  (expectancy), dan sebagainya . (Ngalim Purwanto. 2006)
      Motivasi  kerja  merupakan  motivasi  yang  terjadi  pada  situasi  dan   lingkungan   kerja  yang  terdapat  pada  suatu  organisasi  atau lembaga. Keberhasilan dan kegagalan pendidikan  memang  sering  dikaitkan  dengan  motivasi  kerja  guru.  Pada  dasarnya  manusia  selalu  menginginkan  hal  yang  baik-baik  saja,  sehingga  daya  pendorong  atau  penggerak   yang    memotivasi    semangat    kerjanya    tergantung    dari  harapan  yang  akan  diperoleh  mendatang  jika  harapan  itu  menjadi  kenyataan  maka  seseorang  akan  cenderung meningkatkan motivasi kerjanya.
      Menurut   Frederick   Herzberg   yang   dikutip   oleh Hasibuan mengemukakan Herzberg's  two  factors  motivation  theory atau  teori  motivasi  dua faktor  atau  teori  motivasi  kesehatan  atau  faktor  higienis.  Menurut  teori  ini  motivasi yang  ideal  yang  dapat  merangsang  usaha  adalah  peluang  untuk  mengembangkankemampuan.Herzberg  menyatakan  bahwa  orang  dalam  melaksanakan  pekerjaannya dipengaruhi oleh dua faktor yang merupakan kebutuhan, yaitu:
1) Â Â Â Â Faktor motivasi
Faktor motivasi yaitu menyangkut  kebutuhan  psikologis.  Kebutuhan  ini meliputi  serangkaian  kondisi  intrinsik,  Kepuasaan  pekerjaan  (job  content)  yang apabila  terdapat  dalam  pekerjaan  akan  menggerakan  tingkat  motivasi  yang  kuat, yang  dapat  menghasilkan  prestasi  pekerjaan yang  baik.  Faktor  motivasi  ini berhubungan  dengan  penghargaan  terhadap  pribadi  yang  secara  langsung  berkaitan dengan pekerjaan .(Andriani and Widiawati 2017) Faktor motivasi juga terdiri dari prestasi, pengakuan atas prestasi, hasil karya sendiri, tanggung jawab, pertumbuhan, dan kemajuan dijelaskan memiliki pengaruh terhadap kinerja karyawan dalam bekerja namun tidak ada bukti pengaruhnya dalam tingkat ketidakpuasan. Faktor ini juga digambarkan sebagai kebutuhan akan pertumbuhan atau aktualisasi diri. Sementara itu, faktor kebersihan dinilai penting dalam menghindari ketidakpuasan dan digambarkan sebagai ruang lingkup pekerjaan pelaksanaan yang secara tidak langsung mempengaruhi pekerjaan seperti rekan kerja, supervisor, kondisi kerja, keamanan kerja, dan organisasi kebijakan (El et al. 2024) Faktor motivator cenderung memberi dampak yang lebih besar pada semangat dan kinerja pegawai, serta membangun rasa puas dan bangga dalam pekerjaan. Beberapa contoh faktor motivator meliputi: 1) Prestasi kerja adalah suatu hasil kerja yang dicapai seseorang dalam melaksanakan tugas-tugasnya atas kecakapan, usaha dan kesempatan, yaitu Keberhasilan seorang pegawai dapat dilihat dari prestasi yang diraihnya. Pegawai merasa puas ketika mereka berhasil menyelesaikan tugas dengan baik atau mencapai target yang telah ditentukan. Prestasi memberikan rasa kepuasan intrinsik yang meningkatkan motivasi kerja. 2) Pengakuan (Recognition) adalah besar kecilnya pengakuan yang diberikan kepada tenaga kerja atas hasil kerjanya. Penghargaan atas usaha dan hasil kerja, baik itu melalui pujian lisan, penghargaan formal, atau insentif lainnya, dapat meningkatkan rasa penghargaan dan memotivasi pegawai untuk bekerja lebih keras. 3) Tanggung Jawab (Responsibility) adalah besar kecilnya yang dirasakan terhadap tanggung jawab diberikan kepada seorang tenaga kerja. Pemberian tanggung jawab lebih dalam pekerjaan dan kepercayaan dari atasan dapat memotivasi pegawai untuk lebih terlibat dan berinisiatif dalam pekerjaan mereka. 4) Kesempatan untuk berkembang (Advancament), pengembangan potensi individu adalah besar kecilnya kemungkinan tenaga kerja berpeluang maju dalam pekerjaannya seperti naik pangkat.  Pegawai yang diberikan peluang untuk berkembang, baik dalam bentuk promosi jabatan maupun kesempatan untuk memperoleh pelatihan dan peningkatan keterampilan, akan merasa lebih termotivasi untuk bekerja keras. 5) Pekerjaan itu sendiri (work ir self) adalah berat ringannya tantangan yang dirasakan tenaga kerja dari pekerjaannya. Pimpinan membuat usaha-usaha riil dan meyakinkan, sehingga bawahan mengerti akan pentingnya pekerjaan yang dilakukannya dan  berusaha untuk menghindar dari kebosanan dalam pekerjaan bawahan serta mengusahakan agar setiap bawahan sudah tepat dalam pekerjaannya yaitu kepuasan pekerjaan itu sendiri. Pekerjaan yang menantang, menarik, dan memberi kesempatan untuk menggunakan keterampilan serta kreativitas pegawai dapat meningkatkan kepuasan kerja. Pekerjaan yang beragam dan tidak monoton cenderung lebih memotivasi pegawai.
2) Â Â Â Â Faktor Higienis (Hygiene Factor/Maintenance Factors)
Menurut Herzberg dalam Nordin Abd Razak & Lei Mee Thien yang menjelaskan bahwa faktor kedua dikenali sebagai faktor hygiene yang berkaitan dengan persekitaran kerja itu sendiri daripada aspek fizikal dan psikologi seperti polisi syarikat dan pentadbiran, penyediaan, hubungan interpersonal, suasana tempat kerja, dan keselamatan yang menyebabkan ketidakpuasan kerja. Faktor higiene adalah elemen-elemen yang terkait dengan kondisi eksternal pekerjaan, yang jika tidak dipenuhi dapat menyebabkan ketidakpuasan kerja. Meskipun faktor ini tidak langsung meningkatkan motivasi kerja pegawai, keberadaannya yang tidak memadai dapat menyebabkan ketidakpuasan yang dapat menurunkan semangat dan kinerja pegawai. Faktor higiene berfokus pada aspek dasar yang harus dipenuhi agar pegawai tidak merasa kecewa atau tidak puas dengan pekerjaan mereka. Beberapa contoh faktor hygiene meliputi: 1) Kebijakan Perusahaan (Company Policy), menurut Siagian Kebijakan dan administrasi merupakan tingkat kesesuaian yang dirasakan tenaga kerja terhadap semua kebijakan dan peraturan yang berlaku di perusahaan. Kebijakan perusahaan yang jelas, adil, dan diterapkan dengan konsisten sangat penting agar pegawai merasa dihargai dan tidak dirugikan. Ketidakjelasan atau ketidakadilan dalam kebijakan perusahaan dapat menyebabkan ketidakpuasan. 2) Kondisi Kerja (Working Conditions) adalah aspek fisik kerja, psikologis kerja dan peraturan kerja yang seperti fasilitas-fasilitas perusahaan yang dapat mempengaruhi kepuasan kerja dan mencapai produktivitas kerja. Lingkungan kerja yang aman, nyaman, dan mendukung sangat penting agar pegawai dapat bekerja dengan baik. Kondisi fisik, seperti pencahayaan, suhu ruangan, serta ketersediaan fasilitas yang memadai, akan mempengaruhi kenyamanan pegawai. 3) Gaji dan Tunjangan (Salary and Benefits) merupakan sebuah bentuk pembayaran yang dibutuhkan karyawan yang wajib diberikan oleh perusahaan sebagai balas jasa. Gaji yang diberikan oleh perusahaan meliputi gaji pokok, tunjangan jabatan, tunjangan keluarga, tunjangan makan, tunjangan hari raya, bonus dan premi hadir. Gaji yang adil dan kompetitif, serta tunjangan yang memadai, adalah faktor dasar yang dapat mencegah ketidakpuasan. Namun, meskipun faktor ini penting, mereka tidak cukup untuk secara langsung meningkatkan motivasi atau kepuasan kerja pegawai. 4) Hubungan Antar Pegawai (Interpersonal Relationships), hubungan antar pribadi adalah tingkat kesesuaian yang dirasakan dalam interaksi antar tenaga kerja lain, menunjukkan hubungan perseorangan antara karyawan dengan karyawan, maupun bawahan dengan atasannya, dimana kemungkinan bawahan merasa tidak dapat bergaul dengan atasannya. Hubungan yang baik antara pegawai dengan rekan kerja, atasan, atau tim kerja dapat mencegah ketidakpuasan dan  menciptakan suasana kerja yang lebih harmonis. Konflik atau ketegangan dalam hubungan antar pegawai dapat menurunkan motivasi kerja. 5) Keamanan Kerja (Job Security), kualitas supervisi adalah tingkat kewajaran supervisi yang dirasakan oleh tenaga kerja, dimana peran Supervisor memberikan arahan dan bimbingan dengan tepat sesuai prosedur sehingga karyawan dapat mengikuti dengan baik. Rasa aman dalam pekerjaan, baik dari segi stabilitas pekerjaan maupun jaminan sosial, dapat mencegah ketidakpuasan. Pegawai yang merasa terancam dengan kemungkinan kehilangan pekerjaan atau tidak memiliki perlindungan yang memadai cenderung merasa tidak termotivasi.
      Dalam konteks pendidikan Islam, guru adalah semua pihak yang berusaha memperbaiki orang lain secara Islami. Mereka ini bisa orang tua (ayah-ibu), paman, kakak, tetangga, tokoh agama, tokoh masyarakat, dan masyarakat luas. Khusus orang tua, Islam memberikan perhatian penting terhadap keduanya sebagai pendidik pertama dan utama  bagi  anak-anaknya, serta sebagai peletak fondasi yang kokoh bagi pendidikan anak-anaknya di  masa depan(Mohammad Kosim 2008). Proses pembelajaran dalam pendidikan formal merupakan suatu hal mutlak, yang  membutuhkan  keterlibatan  peran  aktif  guru terhadap siswa.  Guru  bertindak wajar  sesuai  dengan  profesinya  dan  siswa  belajar  sesuai  dengan self  consciousness (kesadaran  diri)  yang  biasanya  lahir  karena motivasi  dari  gurunya.  Antara  guru dan  siswa  harus  senantiasa  merefleksikan  interaksi  edukatif  dalam  pembelajaran. Interaksi ini merupakan hubungan aktif dua arah yang bermakna dan kreatif yang berproses  dalam  ikatan  tujuan  pendidikan.Proses  pembelajaran diharapkan  pula merupakan proses motivasi yaitu guru mampu memberikan dan mengembangkan motivasi serta reinforcement(penguatan) keoptimalan belajar siswa(A.M 2010).  Motivasi  sangat  diperlukan  bagi  guru  dalam  melaksanakan  tugas-tugasnya sehingga  dapat  meningkatkan keberhasilan  proses  pembelajaran. (Masyhudi and Musa 2018)
      Penelitian menemukan bahwa faktor pemeliharaan sangat penting dalam mencegah ketidakpuasan kerja guru PAI. Kondisi lingkungan kerja yang nyaman, seperti hubungan yang harmonis dengan kolega dan dukungan kepala sekolah, sangat memengaruhi kepuasan guru. Menurut Hamsal kepemimpinan kepala sekolah yang transparan menciptakan lingkungan kerja yang kondusif dan membantu guru mengatasi tekanan kerja. Selain itu, kebijakan pemberian insentif berbasis kinerja yang adil juga mendorong semangat kerja guru.(Hamsal et al. 2023)
Krisna menunjukkan bahwa insentif tidak hanya terbatas pada aspek finansial, tetapi juga mencakup dukungan untuk pendidikan lanjutan, seperti beasiswa pelatihan. Dalam kaitannya dengan kebijakan organisasi,(Krisna 2024) Sayuti menekankan pentingnya kebijakan berbasis nilai-nilai agama untuk menciptakan suasana kerja yang lebih nyaman. Kebijakan ini mencakup fleksibilitas kerja, keterbukaan manajemen, dan pengakuan atas kontribusi guru sebagai teladan moral di sekolah.(SAYUTI 2017)
Faktor motivasi memiliki dampak signifikan terhadap peningkatan kinerja guru. Penelitian oleh Mahfud menemukan bahwa pemberian penghargaan atas inovasi dalam metode pembelajaran agama meningkatkan rasa percaya diri dan rasa bangga guru PAI. Pengakuan ini juga memperkuat hubungan emosional guru dengan pekerjaannya.(Mahfud 2020) Selain itu, pelatihan berbasis moral dan spiritual, sebagaimana yang diuraikan oleh Shak et al. memberikan guru kesempatan untuk memperbarui pengetahuan dan keterampilan mereka. Pelatihan semacam ini tidak hanya meningkatkan kompetensi akademik, tetapi juga mendukung peran guru sebagai pendidik yang mampu menanamkan nilai-nilai spiritual pada siswa. Dalam hal tanggung jawab, pemberian peran tambahan seperti menjadi mentor bagi guru lain atau pemimpin dalam kegiatan keagamaan sekolah juga meningkatkan rasa dihargai di kalangan guru. Hal ini selaras dengan temuan Anggraini yang menunjukkan bahwa tanggung jawab tambahan dapat meningkatkan keterlibatan guru dalam pembelajaran.
Kombinasi antara faktor pemeliharaan dan motivasi memberikan hasil yang optimal dalam meningkatkan motivasi kerja guru PAI. Misalnya, penelitian oleh Krisna (Krisna 2024) menunjukkan bahwa guru yang bekerja dalam lingkungan dengan fasilitas memadai dan menerima pengakuan atas prestasi mereka memiliki motivasi kerja yang lebih tinggi. Selain itu, penelitian oleh Sayuti (SAYUTI 2017) menegaskan bahwa penerapan nilai-nilai agama dalam sistem manajemen sekolah menciptakan harmoni antara tujuan profesional dan spiritual guru PAI, yang pada akhirnya memperkuat motivasi mereka. Dengan kombinasi yang tepat dari kedua faktor tersebut, guru PAI dapat bekerja dalam suasana yang mendukung, baik secara emosional maupun profesional.
Berdasarkan temuan ini, motivasi kerja guru PAI merupakan hasil dari interaksi antara faktor pemeliharaan dan motivasi. Reformasi kebijakan pendidikan yang memastikan penghargaan finansial dan nonfinansial diberikan secara adil dapat menjadi langkah awal yang signifikan. Peningkatan fasilitas kerja, termasuk ruang kelas yang memadai, sumber daya pengajaran yang cukup, dan akses terhadap teknologi untuk mendukung pembelajaran agama, juga sangat diperlukan. Selain itu, pelatihan berkelanjutan yang tidak hanya berfokus pada pengembangan profesional tetapi juga pada refleksi spiritual dapat memberikan manfaat jangka panjang. Dengan menerapkan pendekatan ini, institusi pendidikan dapat menciptakan lingkungan yang mendukung perkembangan profesional guru PAI sekaligus meningkatkan kualitas pembelajaran agama di sekolah.
Guru Pendidikan Agama Islam (PAI) menghadapi berbagai tantangan yang mempengaruhi motivasi kerja mereka dalam meningkatkan kualitas pendidikan agama di sekolah. Penelitian menunjukkan bahwa keterbatasan fasilitas masih menjadi kendala utama. Banyak guru PAI bekerja di lingkungan yang tidak memadai, seperti kurangnya akses ke teknologi pembelajaran digital dan ruang kelas yang mendukung. Kurniawan dan Iklimatus Sufiyah mencatat bahwa fasilitas minim seringkali menghambat proses pembelajaran yang interaktif dan efektif, sehingga guru kesulitan memenuhi kebutuhan siswa di era digital.
Di sisi lain, kurangnya pengakuan terhadap peran guru PAI juga menjadi tantangan yang signifikan. Hanum dan Arief menunjukkan bahwa banyak guru merasa kontribusi mereka tidak dihargai, baik secara finansial maupun moral. Ketidakpuasan ini sering kali dipicu oleh kebijakan insentif yang dianggap tidak adil. Tanpa penghargaan yang memadai, semangat kerja guru PAI cenderung menurun, sehingga berdampak pada kualitas pembelajaran. Selain itu, Nopriyani menekankan bahwa dukungan profesional berupa pelatihan pengembangan karier masih kurang optimal, padahal kebutuhan untuk meningkatkan kompetensi guru sangat mendesak.
Dalam konteks era digital, banyak guru PAI menghadapi kesulitan beradaptasi dengan tuntutan pembelajaran berbasis teknologi. Literasi digital yang rendah menjadi hambatan utama dalam mengintegrasikan teknologi ke dalam proses pembelajaran. Lestari mencatat bahwa meskipun ada upaya untuk meningkatkan kapasitas guru melalui pelatihan, waktu dan sumber daya yang tersedia sering kali tidak mencukupi. Guru juga dihadapkan pada tantangan untuk terus relevan dalam menciptakan materi pembelajaran yang menarik bagi siswa yang telah akrab dengan teknologi digital.(Sri Lestari 2024)
Rendahnya motivasi siswa terhadap pembelajaran agama menjadi tantangan lain yang sering dihadapi guru PAI. Firdaus menunjukkan bahwa banyak siswa merasa pelajaran agama kurang relevan dengan kehidupan sehari-hari mereka. Hal ini menciptakan hambatan bagi guru untuk membangun keterlibatan siswa selama proses pembelajaran. Sebagai respons, beberapa guru mencoba metode diskusi interaktif atau pendekatan berbasis proyek, tetapi implementasinya memerlukan dukungan tambahan dalam bentuk pelatihan dan waktu yang cukup untuk persiapan.(Firdaus 2024)
Tekanan beban kerja juga menjadi salah satu faktor yang memengaruhi motivasi guru PAI. Prayogi mencatat bahwa banyak guru tidak hanya mengajar tetapi juga harus menyelesaikan tugas administratif yang cukup banyak. Akibatnya, waktu untuk mempersiapkan materi pembelajaran menjadi berkurang, sehingga memengaruhi kualitas pembelajaran secara keseluruhan. Hal ini mencerminkan perlunya manajemen kerja yang lebih baik untuk mengurangi beban administratif guru.(Prayogi 2024)
Kesenjangan kompetensi antara kebutuhan sekolah dan kapasitas guru PAI juga menjadi tantangan signifikan. Buaja menemukan bahwa ekspektasi sekolah terhadap inovasi dalam kurikulum sering kali tidak diimbangi dengan pelatihan yang memadai bagi guru. Kesenjangan ini dapat menciptakan tekanan tambahan bagi guru PAI, yang pada akhirnya memengaruhi motivasi mereka untuk meningkatkan kualitas pembelajaran.(Buaja 2024)
Untuk mengatasi tantangan ini, dukungan yang lebih besar dari pemerintah dan kebijakan sekolah sangat diperlukan. Salah satu solusi adalah meningkatkan akses terhadap fasilitas pembelajaran modern, seperti teknologi pendidikan, ruang kelas interaktif, dan pelatihan profesional yang relevan. Selain itu, pengakuan terhadap peran guru dapat ditingkatkan melalui kebijakan insentif yang adil, baik dalam bentuk finansial maupun non-finansial. Melibatkan guru PAI dalam perencanaan dan evaluasi kebijakan pendidikan juga dapat memperkuat rasa memiliki dan komitmen terhadap institusi tempat mereka bekerja.
Hasil Penelitian mencatat bahwa hubungan interpersonal yang baik antara guru, kolega, dan kepala sekolah menciptakan lingkungan kerja yang harmonis, yang sesuai dengan peran faktor higienis dalam teori Herzberg. Selain itu, kebijakan insentif berbasis kinerja yang adil juga berkontribusi dalam mencegah ketidakpuasan, meskipun tidak secara langsung meningkatkan motivasi.
Hasil penelitian ini mendukung validitas teori Herzberg dalam konteks motivasi kerja guru PAI. Kedua faktor---motivasi dan higienis---berperan secara sinergis dalam menciptakan lingkungan kerja yang mendukung dan memotivasi. Faktor motivasi terbukti memiliki dampak signifikan terhadap peningkatan kinerja, sedangkan faktor higienis lebih berperan dalam mencegah ketidakpuasan kerja.
Namun, dalam praktiknya, ada interaksi antara kedua faktor tersebut. Sebagai contoh, pengakuan atas prestasi sering kali memerlukan dukungan kebijakan organisasi yang jelas, sehingga faktor higienis juga berperan sebagai fondasi yang memungkinkan faktor motivasi berfungsi optimal. Oleh karena itu, kombinasi kedua faktor ini sangat diperlukan untuk menciptakan kondisi kerja yang ideal bagi guru PAI.
Dalam konteks ini, Two-Factor Theory Herzberg terbukti relevan, meskipun penerapannya harus disesuaikan dengan karakteristik pekerjaan guru, seperti kebutuhan akan nilai-nilai spiritual dan moral yang mungkin tidak sepenuhnya diakomodasi oleh teori ini. Penelitian lebih lanjut dapat mengeksplorasi integrasi nilai-nilai spiritual dalam kerangka motivasi untuk menghasilkan pendekatan yang lebih holistik.
Â
KESIMPULAN
      Teori dua faktor Frederick Herzberg, yang terdiri dari faktor motivasi (motivational factors) dan faktor higienis (hygiene factors), sangat relevan dalam meningkatkan motivasi kerja guru Pendidikan Agama Islam (PAI). Faktor motivasi, seperti pencapaian, pengakuan, tanggung jawab, dan peluang pengembangan, terbukti memberikan pengaruh signifikan terhadap peningkatan motivasi kerja. Sementara itu, faktor higienis, seperti kondisi kerja, gaji, hubungan antar kolega, dan kebijakan institusi, lebih berperan untuk mencegah ketidakpuasan kerja. Penelitian menunjukkan bahwa kombinasi optimal antara kedua faktor ini dapat menciptakan lingkungan kerja yang mendukung perkembangan profesional dan kesejahteraan emosional guru. Implikasi praktisnya meliputi pentingnya reformasi kebijakan pendidikan, peningkatan fasilitas kerja, pelatihan berkelanjutan, serta pengakuan atas kontribusi guru secara finansial dan nonfinansial. Dengan pendekatan ini, motivasi kerja guru PAI dapat ditingkatkan, sehingga berkontribusi pada peningkatan i'm kualitas pendidikan agama di sekolah.
DAFTAR PUSTAKA
A.M, Sardiman. 2010. Interaksi Dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Amalia Br Kaban, Nurul Hidayah Tambusai, Viani Alya Masyshra. 2024. "Peran Kepala Sekolah Sebagai Motivasi Dalam Peningkatan Kinerja Guru Di SMP Muhammadiyah 05 Medan." Cemara Journal II(1):69--75.
Andriani, Maya, and Kristiana Widiawati. 2017. "Penerapan Motivasi Karyawan Menurut Teori Dua Faktor Frederick Herzberg Pada PT Aristika Kreasi Mandiri." Journal Admistrasi Kantor 5(1):83--98.
Buaja, Taslim. 2024. "Kepemimpinan Kepala Sebagai Joguru Dalam Pengembangan Sekolah Berkualitas Berbasis Nilai Adat Segulaha (Studi Multi Kasus Di SD Nageri 2, SD Negeri 38, SD IT Nurul Hasan Dan SD Alkhairaat." Universitas Negeri Malang.
El, Yuri, Hanif Azwanda, Salfen Hasri, Frederick Herzberg, and Menurut Herzberg. 2024. "MODEL DUA FAKTOR HERZBERG DALAM MENINGKATKAN MOTIVASI KERJA PEGAWAI." 8(12):862--66.
Firdaus, Zahrotul. 2024. "PERAN GURU PAI DALAM MEMBANGUN KARAKTER MANDIRI SISWA KELAS X DI MA DARUL ULUM PASINAN BAURENO BOJONEGORO." Unisda.
Hamsal, Nurman, and Abdul Razak. 2023. "Pengaruh Motivasi Dan Kompensasi Terhadap Kinerja Guru PAUD Se-Kecamatan Tambang Kabupaten Kampar." Management Studies and Entrepreneurship Journal 4(1):21--34.
Hasibuan, Drs. H. Malayu S. P. 2006. Organisasi Dan Motivasi. Jakarta: PT Bumi Aksara.
Krisna, Andy Endra. 2024. "Studi Perilaku Individu Di Lingkungan Akademik Universitas Katolik Widya Karya Malang." EBISMAN: EBisnis Manajemen 2(2):24--40.
Mahfud, Mahfud. 2020. "Pengaruh Kepemimpinan Kepala Sekolah, Motivasi Kerja, Dan Disiplin Kerja Terhadap Kinerja Guru Sma Negeri Se-Kota Bima." Jurnal Manajemen Pendidikan Dan Ilmu Sosial 2(1):1--17. doi: 10.38035/jmpis.v2i1.359.
Masyhudi, Masyhudi, and Musa Musa. 2018. "Korelasi Kompetensi Pedagogik Dan Motivasi Kerja Terhadap Kreativitas Guru Pendidikan Agama Islam Sekolah Menengah Pertama Di Kota Jambi." INNOVATIO: Journal for Religious Innovation Studies 18(2):111--30. doi: 10.30631/innovatio.v18i2.44.
Mohammad Kosim. 2008. "Guru Dalam Perspektif Islam." Pendidikan Agama Islam 3(1):46--47.
Motivasi, Faktor, Teori Dua, Faktor Herzberg, Dan Tahap, Motivasi Guru, Pendidikan Islam, Alia Yashak, Mohamad Syafiq, Ya Shak, Mohd Haniff, Mohd Tahir, Dianna Suzieanna, Mohamad Shah, Mohd Faisal Mohamed, Akademi Pengajian Bahasa, Uitm Cawangan, Perak Kampus, Seri Iskandar, and Perak Emel. 2020. Sains Insani EISSN: [0127-7871] Herzberg Two-Factor Theory's Motivation Factor and the Islamic Studies Teachers Motivation Level.
Ngalim Purwanto. 2006. Psikologi Pendidikan. Bandung: PT. Remaja Rosda Karya.
Prayogi, Suwandi. 2024. "Meningkatkan Minat Belajar Siswa Pada Pelajaran PAI Menggunakan Metode Diskusi." 2(1):102--7.
SAYUTI, FAUZI. 2017. "Peran Kepala Sekolah Dalam Peningkatan Mutu Pendidikan Islam." Fikrotuna 3(1). doi: 10.32806/jf.v3i1.2714.
Siti, Marlina, and Nerita Setiyaningtiyas. 2024. "Meningkatkan Motivasi Belajar Siswa Dengan Metode Problem Based Learning Berbantuan Media Wordwall Fase E Kelas X SMA Negeri 4 Sintang STPKat Santo Fransiskus Asisi Semarang , Indonesia." 5.
Sri Lestari, Jupriatman. 2024. "PERAN GURU PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DI ERA DIGITAL." I(I):72--77.
Supian, Sopwan, Yudi Wahyudi, Teguh Karya, Wahyu Hidayat, and Anis Fauzi. 2023. "Kedudukan Teori Filsafat Manajemen Ilmu Dalam Islam Dan Implementasinya Di SMAIT Insan Cita Serang." Journal Of Human And Education (JAHE) 3(4):429--34. doi: 10.31004/jh.v3i4.451.
Zuliawati, Nurul. 2016. "Pengaruh Kreativitas Dan Motivasi Kerja Terhadap Produktivitas Guru Pendidikan Agama Islam Sekolah Dasar Sekecamatan Baturetno Kabupaten Wonogiri." At-Tarbawi: Jurnal Kajian Kependidikan Islam 1(1):23. doi: 10.22515/attarbawi.v1i1.34.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI