Mohon tunggu...
Naila Wafa
Naila Wafa Mohon Tunggu... Mahasiswa

Halo, saya Naila Wafa, seorang mahasiswi aktif di Universitas Jember. Saya tertarik dengan dunia literasi, pendidikan, dan pengembangan diri. Melalui Kompasiana, saya ingin berbagi pemikiran, pengalaman, dan tulisan yang menginspirasi terutama mengenai isu-isu sosial, budaya, dan kehidupan kampus.

Selanjutnya

Tutup

Financial

PMA di Indonesia: Peluang, Tantangan, dan Urgensi Peningkatan Tabungan Nasional

30 September 2025   01:40 Diperbarui: 30 September 2025   01:35 21
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Penanaman Modal Asing (PMA) merupakan instrumen strategis dalam pembangunan ekonomi Indonesia, sebagaimana diuraikan dalam artikel "Modal Asing di Indonesia dan Pajaknya" di Pojok Jakarta. Menurut artikel tersebut, PMA didefinisikan sebagai kegiatan penanaman modal di Indonesia yang dilakukan oleh pihak asing, baik sepenuhnya maupun dalam bentuk patungan dengan entitas dalam negeri. Pemerintah menggunakan peraturan seperti UU No. 25 Tahun 2007 untuk mewadahi PMA agar iklim investasi menjadi kondusif. Namun, saya berpendapat bahwa agar sistem PMA tidak menciptakan ketergantungan yang berlebihan, diperlukan mekanisme yang mengarahkan masyarakat untuk meningkatkan tabungan domestik. Tabungan nasional yang kuat akan memperkuat posisi keuangan dalam negeri, sehingga peran PMA bersifat sebagai pelengkap dan bukan sebagai tumpuan utama pembangunan.

Dalam artikel Pojok Jakarta disebutkan bahwa salah satu fasilitas yang diberikan kepada perusahaan PMA adalah izin tinggal terbatas selama dua tahun, yang bisa berubah menjadi izin tinggal tetap jika memenuhi syarat berturut-turut selama dua tahun. Fasilitas semacam ini memang menjadi daya tarik bagi investor asing. Namun, dari perspektif domestik, kemudahan ini harus diimbangi dengan kebijakan yang mendorong masyarakat untuk menabung lebih banyak. Karena dengan meningkatnya tabungan, modal domestik (PMDN) dapat lebih optimal digunakan untuk pembiayaan proyek lokal. Ketika masyarakat disiplin menabung, dana yang terkumpul di bank dan lembaga keuangan lainnya bisa dialirkan ke sektor produktif tanpa harus terus bergantung pada investor asing.  

Artikel tersebut juga menjelaskan beberapa syarat yang harus dipenuhi untuk mendirikan perusahaan PMA: akta pendirian perusahaan, NPWP, SK Kemenkumham untuk pengesahan badan hukum, serta persyaratan modal dan omzet minimum seperti kekayaan bersih di atas sepuluh miliar (belum termasuk tanah dan bangunan) atau omzet tahunan lebih dari lima puluh miliar rupiah. Nilai total investasi juga harus melebihi sepuluh miliar rupiah. Ketentuan ini menunjukkan bahwa PMA cenderung diarahkan ke usaha berskala besar. Di sisi lain, masyarakat kelas menengah dan usaha mikro sulit mengakses modal sebesar itu. Di sinilah daya penting tabungan domestik muncul: jika masyarakat luas aktif menabung, lembaga keuangan dapat menyalurkan kredit ke skala usaha menengah dan kecil. Dengan demikian, penguatan PMDN melalui tabungan akan menyeimbangkan dominasi PMA di sektor besar.

Perbedaan antara PMA dan PMDN juga dijabarkan dalam artikel Pojok Jakarta. Subjek penanam modal, bidang usaha yang boleh digeluti, dan aspek ketenagakerjaan merupakan poin-poin utama perbedaan. Sebagai contoh, untuk bidang usaha tertentu PMA tidak diizinkan (misalnya produksi senjata, peralatan perang, mesiu, granat) karena tertutup dalam undang-undang. Selain itu, perusahaan PMA diwajibkan memprioritaskan tenaga kerja lokal dan memberikan pelatihan untuk meningkatkan kompetensi mereka. Dari sudut pandang peningkatan tabungan, ketika masyarakat memperoleh lapangan kerja dari PMA dan mendapatkan keterampilan, mereka punya peluang lebih besar untuk memiliki pendapatan yang stabil sehingga bisa menabung lebih konsisten. Dengan demikian, dampak PMA terhadap ketenagakerjaan juga dapat memperkuat kapasitas tabungan domestik.

 Mengenai kebijakan pajak, artikel Pojok Jakarta menyebutkan beberapa kebijakan insentif yang berlaku untuk PMA berdasarkan UU No. 36 Tahun 2008: misalnya, penghasilan neto paling tinggi dikurangi 30% dari nilai investasi, penyusutan dan amortisasi dipercepat, kompensasi kerugian diperpanjang (meskipun tidak sampai 10 tahun), dan tarif pajak penghasilan atas dividen sebesar 10%, kecuali ada tarif khusus yang lebih rendah. Kebijakan-kebijakan ini menunjukkan upaya pemerintah menarik modal asing dengan insentif fiskal. Namun, saya berpendapat bahwa insentif serupa sebaiknya juga diberikan atau ditata ulang untuk mendorong instrumen tabungan masyarakat misalnya potongan pajak atas bunga tabungan atau program tabungan yang mendapat perlakuan fiskal khusus. Jika masyarakat merasa menabung lebih "menguntungkan" dari sisi pajak, maka budaya menabung akan tumbuh lebih kuat, dan ketergantungan terhadap modal asing bisa dikurangi. 

Dengan referensi kebijakan pajak dan fasilitas yang diberikan kepada PMA seperti diuraikan dalam artikel Pojok Jakarta, jelas bahwa pemerintah sangat fokus menarik investor asing. Namun, dalam jangka panjang, strategi pembangunan yang sehat tidak boleh hanya bertumpu pada modal eksternal. Peningkatan tabungan domestik harus menjadi salah satu pilar utama. Dengan tingkat tabungan tinggi, negara memiliki cadangan modal untuk membiayai proyek infrastruktur, pendidikan, dan sektor-sektor dasar secara mandiri. Kemampuan itu akan mengurangi risiko arus keluar modal asing yang tiba-tiba dan mengurangi tekanan terhadap neraca pembayaran. Sehingga, PMA bisa menjadi mitra strategis, bukan beban utama.

Kesimpulannya, sistem penanaman modal asing di Indonesia memiliki kerangka hukum dan fasilitas cukup komprehensif, mulai dari definisi PMA menurut UU No. 25 Tahun 2007, izin tinggal terbatas bagi investor, syarat pendirian perusahaan, hingga kebijakan pajak insentif berdasarkan UU No. 36 Tahun 2008 sebagaimana diuraikan dalam artikel Pojok Jakarta. Namun, untuk menjaga kemandirian ekonomi, sangat penting bagi pemerintah dan masyarakat untuk memprioritaskan peningkatan tabungan domestik. Model pembangunan ideal adalah ketika PMA berfungsi sebagai katalis, sedangkan sumber utama pendanaan berasal dari kekuatan tabungan nasional. Dengan begitu, Indonesia akan memiliki kondisi ekonomi yang lebih stabil, inklusif, dan tidak bergantung sepenuhnya pada modal asing.  

Referensi: https://pojokjakarta.com/2021/02/23/modal-asing-di-indonesia/

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun