Belakangan, media sosial diramaikan oleh video yang memperlihatkan seekor harimau mundur perlahan ketika berhadapan dengan seekor kucing domestik. Pemandangan itu terlihat lucu, mengingat harimau adalah predator puncak di rantai makanan.Â
Namun, di balik kelucuan itu, tersimpan fenomena perilaku hewan yang menarik untuk dijelaskan secara ilmiah. Mengapa hewan sebesar harimau bisa tampak takut pada kucing mungil?
Untuk memahami ini, kita perlu melihatnya dari sisi etologi (ilmu perilaku hewan), biologi evolusioner, hingga faktor lingkungan yang memengaruhi perilaku predator besar.
1. Kewaspadaan Alami Predator Besar
Harimau (Panthera tigris) adalah makhluk yang sangat cerdas dan penuh perhitungan. Dalam dunia hewan, predator besar tidak selalu menunjukkan agresi tanpa alasan. Mereka memiliki insting kewaspadaan tinggi terhadap makhluk lain, terutama yang menunjukkan perilaku tak biasa.
 Ketika seekor kucing domestik (Felis catus) menatap tajam, mendesis, atau menegakkan bulu, harimau bisa menafsirkan sinyal itu sebagai ancaman atau bentuk dominasi.
Peneliti perilaku hewan Dr. Jordi Galindo-Leal (2020) menyebut bahwa bahkan predator besar akan menahan diri dari konfrontasi langsung terhadap makhluk yang belum dikenali untuk menghindari risiko cedera. Dalam alam liar, luka kecil sekalipun bisa berakibat fatal bagi hewan pemburu, karena dapat menghambat kemampuannya berburu mangsa. Maka, reaksi harimau yang mundur bukan berarti takut dalam arti emosional, melainkan strategi bertahan hidup yang cerdas.
2. Fenomena "Neophobia" --- Takut pada Hal Baru
Banyak penelitian membuktikan bahwa hewan besar di penangkaran atau kebun binatang cenderung mengalami neophobia, yaitu rasa takut atau enggan terhadap sesuatu yang baru.
 Menurut Carlstead (1991) dalam Applied Animal Behaviour Science, hewan yang hidup di lingkungan terbatas sering menunjukkan ketegangan atau rasa cemas ketika dihadapkan pada stimulus yang tidak familiar, termasuk suara, bau, atau makhluk yang belum pernah dilihat.
Jika harimau tersebut belum pernah melihat kucing sebelumnya, maka otaknya akan memproses kucing sebagai stimulus asing. Ia akan menilai dulu apakah makhluk kecil itu berbahaya atau tidak. Respons alami itu terlihat seperti "takut", padahal sebenarnya adalah bentuk kehati-hatian biologis --- bagian dari mekanisme bertahan hidup dalam sistem saraf mamalia besar.
3. Feromon dan Bahasa Tubuh Kucing yang Dominan
Meskipun kucing dan harimau berasal dari keluarga yang sama, Felidae, keduanya memiliki profil kimia feromon yang sangat berbeda. Feromon adalah zat kimia yang diproduksi tubuh hewan untuk mengirim sinyal ke sesama spesies, misalnya tanda stres, agresi, atau teritorial.
Penelitian Bradshaw & Cameron-Beaumont (2000) dalam The Signalling Repertoire of the Domestic Cat menjelaskan bahwa ketika kucing merasa terancam, ia akan mengeluarkan aroma khas dari kelenjar wajah dan ekor yang bisa terdeteksi oleh predator lain.Â
Aroma ini menandakan kesiapan bertarung atau dominasi.
 Harimau yang mencium aroma asing itu dapat merasa perlu berhati-hati --- bukan karena takut pada kucing, tetapi karena ia membaca sinyal kimia tersebut sebagai potensi ancaman.