Mohon tunggu...
Naftalia Kusumawardhani
Naftalia Kusumawardhani Mohon Tunggu... Psikolog - Psikolog Klinis (Remaja dan Dewasa)

Psikolog Klinis dengan kekhususan penanganan kasus-kasus neurosa pada remaja, dewasa, dan keluarga. Praktek di RS Mitra Keluarga Waru. Senang menulis sejak masih SMP dulu hingga saat ini, dan sedang mencoba menjadi penulis artikel dan buku.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Laki-laki "Gentleman" Tidak Akan Melakukan itu

18 Oktober 2017   08:22 Diperbarui: 28 Mei 2019   12:06 4397
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi. Feedfad.

"Bu, saya depresi. Mantan pacar saya memutuskan hubungan kami setelah 8 tahun pacaran. Tanpa alasan. Padahal saat itu kami sedang merencanakan pesta pertunangan. Sakit rasanya, Bu.." Lalu ia menangis tersedu-sedu. "Dia bilang sudah nggak cinta sama saya lagi, Bu. Dia bilang lebih baik saya tahu sekarang daripada nanti kalau sudah nikah".  

Ya, tentu saja klien saya tidak bercerita selengkap itu dan menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar semacam itu. Ceritanya saya susun ulang. Awalnya agak susah menangkap kronologis kisahnya karena suara tangisnya lebih dominan. Setelah berlembar-lembar tisu dan air segelas, barulah klien bisa agak tenang. 

Pasca huru hara putus pacar itu, klien saya -sebut saja namanya Laila (karena nama bunga terlalu mainstream)- jatuh dalam kondisi terpuruk. Pikiran, perasaan, dan perilakunya kacau. Mirip signal wifi pas akhir bulan. Nggak jelas. Tidak bisa maksimal dalam pekerjaan, tidak suka bergaul dengan teman-temannya, perubahan siklus tidur dan sebagainya. 

Derita hidup Laila tidak hanya berhenti di sana. Sang ayah meninggal dunia hanya berselang 10 bulan kemudian. Ayah yang sangat menyayanginya setelah Laila ditinggal meninggal ibunda waktu dia masih usia 2 tahun sangat sedih mendengar calon menantunya memutuskan pertunangan dengan anaknya. "Salah anakku apa toh, Mas? Kalau memang ada salah, ayo dirembuk dulu," pinta sang ayah pada Mas Adi (nama mantan pacar Laila). Rupanya sang ayah tahu sejauh mana hubungan mereka berdua, tapi ia hanya menahan diri untuk tidak mengungkapkan.  Tak pelak lagi Laila menyalahkan mantan pacarnya atas duka yang dialaminya. Tidak ada jawaban pasti mengapa Mas Adi meninggalkan dirinya. 

Mereka berdua memang terpisah jarak. Laila bekerja di kota B dan pacarnya di kota L. Jarak perjalanan hampir 48 jam tidak mungkin ditempuh tiap hari pulang pergi. Rencana sudah disusun, setelah menikah Laila akan mengikuti suaminya pindah ke kota L. Perpisahan jarak antar kota ini sudah terjadi selama hampir 5 tahun lamanya. Frekuensi pertemuan pun jarang juga dilakukan karena Laila menganggap kesibukan mereka berdua dapat dimaklumi. Video call dianggap sudah mewakili.

Setelah mendengarkan kisahnya lengkap, saya menemukan alasan mengapa si laki-laki pergi begitu saja. Rupanya si dia telah berpindah ke lain hati. Tapi takut untuk mengungkapkan secara terbuka pada pacarnya. Alih-alih berterus terang, si mantan mencari dalih bahwa sudah ada tidak perasaan cinta lagi (emang bener sih dari sisi lain), komunikasi yang tidak lancar, dan ingin fokus pada karirnya (gajinya lebih kecil daripada Laila). 

Laki-laki yang berpindah ke lain hati tanpa ijin resmi (ya iyalah.. ) tahu persis bahwa yang dia lakukan salah. Dia tahu hal itu akan menyakiti pasangannya dan menyebabkan kemarahan. Ekspresi emosi pasangan yang belum tentu dia sanggup hadapi. Dan tentu saja akan mempersulit atau memperlama proses putus pacarannya. Membuat dia tidak bisa segera "bersatu" dengan perempuan barunya. 

Dinamika lebih detail dan mendalam tentu saja para lelaki lebih paham. Ya nggak? Namun pola yang biasa muncul adalah mereka mengambil jalan pintas. Menyalahkan perempuan atau situasi, dan sebagai senjata pamungkas : Tidak ada lagi cinta. Titik. Tanpa penjelasan mengapa cinta bisa sirna begitu saja. Apalagi bila hubungan cinta itu pernah berbuah janin yang akhirnya digugurkan.

Akibatnya perempuan yang ditinggalkan merasa diri tidak berharga dan layak. Mereka memaknai "tidak ada lagi cinta di antarakita" sebagai penolakan dari keseluruhan dirinya. Karena perempuan bila mencintai seseorang, maka ia akan memberikan dirinya. Mempersiapkan diri untuk hidup bersama dengan lelakinya. 

Perasaan tidak layak dicintai dan dihargai akan makin parah bila mantan menyalahkan dirinya untuk sesuatu yang tidak bisa ditolak, misalnya: komunikasi tidak lancar, tidak bisa mengerti dirinya, dan tidak menghargai dirinya sebagai laki-laki, atau dihadapkan pada alasan klasik nan ampuh yaitu 'orangtuaku nggak setuju dengan hubungan kita' setelah sekian tahun pacaran. Wow.. perempuan mana yang sanggup menalar semuanya? 

Dibuang! Bagai sampah tak berguna. Konsep diri negatif inilah yang dibawa perempuan. Berhari-hari mereka menangisi diri sendiri. Marah entah pada siapa. Kecewa, sakit hati, merasa kalah, dan seterusnya. Lalu terjadilah perubahan dalam hidupnya. Pekerjaan terbengkalai. Konsentrasi mudah buyar. Mengurung diri. Ya begitulah.. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun