Mohon tunggu...
Nafis Hadi Purnama
Nafis Hadi Purnama Mohon Tunggu... Lainnya - Dunia haknya anak muda

Tuhan menciptakan dunia untuk anak muda ~ School in Ma'had Darul Arqam Muhammadiyah Garut

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

"Ambisi Baik" Seseorang Hingga "Mengharamkan" Banyak Individu untuk Berkembang

31 Januari 2023   14:58 Diperbarui: 31 Januari 2023   15:09 288
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
pondok pesantren yang lingkungan pertemanannya suportif, dok. pribadi

       Berbicara seputar lingkungan yang suportif, kiranya kita semua secara sadar paham bahwa hal itu -- lingkungan yang suportif akan mampu menghadirkan energi positif yang sangat besar untuk banyak individu bisa berproses dan berprogres. Sebaliknya pula, dalam ranah pemahaman, kita semua paham bahwa lingkungan yang toxic akan menghadirkan berbagai hal negatif yang kemudian pada akhirnya menjadi tembok penghalang perkembangan banyak orang.

Lingkungan yang suportif hadir ketika banyak individu dalam lingkungan tersebut merasakan berbagai dorongan untuk berkembang, berproses dan terus berprogres. Dalam hal apapun, banyak individu mendapatkan energi positif untuk terus berkembang.

Meminjam satu kalimat perkataan seorang ilmuwan terbesar pada abad ke-20, yang kita kenal dengan nama Albert Einstein, bahwa "tidak ada yang terjadi kecuali ada sesuatu yang digerakkan." Apa yang diejawantahkannya sangat sejalan dengan topik pembahasan dalam tulisan kali ini.

Ada perbedaan mendasar dan signifikan antara lingkungan yang suportif dengan lingkungan yang kiranya toxic. Penulis akan membandingkan keduanya dengan pengalaman empiris yang penulis rasakan di lingkungan yang saat ini penulis pribadi tempati.

Lingkungan Suportif

Penulis harap kawan-kawan sepakat bahwa lingkungan yang suportif tercipta ketika masyarakat dalam lingkungan yang sama selalu mendukung apapun hal positif yang mereka rasa itu mendorong perkembangan dalam diri kita. Dan itulah yang penulis rasakan dalam lingkungan penulis pribadi hari ini. Teman sebaya yang selalu memberikan afirmasi positif berupa dorongan untuk penulis bisa melakukan apa yang menjadi hobi penulis dan kiranya akan mendorong perkembangan dalam diri penulis. 

Tidak hanya teman sebaya, di lingkungan yang jika dilihat secara culture sangat kental dengan senioritas ini, banyak individu yang sekarang hadir sebagai senior, secara sadar dan aktif mereka selalu memberikan dorongan untuk penulis pribadi bisa terus berkembang. Dan perlu dicamkan bahwasanya tidak sedikit senior yang sekarang hadir di lingkungan penulis pribadi selalu mentransfer energi positif untuk penulis bisa berkembang di lingkungan yang padahal pada budayanya kental dengan apa yang namanya senioritas ini.

Itu kiranya pengalaman empiris yang penulis dapat hadirkan dalam tulisan kali ini dan sangat menggambarkan seperti apa lingkungan yang suportif itu.

Lingkungan Toxic

Berbanding terbaik dengan pengalaman empiris di atas, dalam kolom ini penulis akan menggambarkan lingkungan toxic dengan pengalaman empiris yang pribadi penulis rasakan pula. Di tengah masyarakat yang selalu menghadirkan dorongan untuk penulis pribadi bisa terus berprogres, penulis sangat mewajarkan jika memang hadir individu ataupun mungkin kelompok yang menjadi enemy dalam lingkup lingkungan yang suportif. 

Berdasarkan pengalaman empiris pribadi penulis, yang dalam alkisahnya hadir individu yang di mana beliau merupakan seorang pengajar di sini  yang memiliki ambisi besar dengan menghadirkan "inovasi" programnya yang begitu besar, dengan target yang begitu tinggi, dengan ekspektasi yang begitu melambung tinggi. Dan pada prosesnya program tersebut, adalah hal yang wajar ketika hadir berbagai problem yang menjadi penghambat kelancaran program tersebut. 'Mungkin' karena problematika itu semua, hadirlah berbagai hal dalam individu ini yang sepenuhnya tidak bisa diterima oleh masyarakat yang terkait. 

Dalam programnya, ditargetkanlah "A" dan menjadi ambisi besar untuk dirinya. Dan memang dalam hal ini program tersebut amat khusus hingga kemudian pada akhirnya, dirinya mengkritik masyarakat yang menempuh jalan dengan minat dan kemampuannya masing-masing tetapi tidak sejalan dengan "A" yang menjadi targetnya. Yang padahal, pada dasarnya setiap orang terlahir dan akan tumbuh juga berkembang dengan potensinya masing-masing. Tetapi karena ambisius dirinya sendiri, potensi banyak orang pun beliau kritik dan secara tidak langsung beliau larang banyak individu untuk berproses dengan potensi tersendiri dan kemudian hadirlah "paksaan" untuk mengikuti apa yang menjadi ambisi dirinya sendiri secata tidak langsung hadir. Dengan tanpa berpikir bahwa batasan dapat dihadirkan tanpa "melarang" banyak individu mengembangkan potensinya masing-masing. Penulis pribadi paham bahwa ambisiusnya itu akan mengharumkan nama banyak pihak. Namun pada kenyatannya, banyak individu yang merasa tidak bisa menerima jika potensi dirinya sendiri dihalangi hanya karena ambisius seseorang.

Kiranya sedikit pengalaman empiris penulis pribadi itu yang menggambarkan seperti apa lingkungan yang pantas untuk disebut toxic itu.

Terakhir yang menjadi keresahan penulis, dan penulis pribadi kira kawan-kawan akan sepakat bahwa akan menjadi sebuah halangan bagi banyak orang untuk mengembangkan potensinya masing-masing jikalau hadir individu yang seperti penulis gambarkan di atas.

Menjadi harapan penulis, semoga banyak orang mampu menunjukkan "keganasannya" masing-masing dengan modal dasar potensi tanpa ada individu ataupun kelompok yang menjadi "enemy" dalam ranah proses dan progres diri.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun