Mohon tunggu...
NUR AISYAH NAFILA MUNA
NUR AISYAH NAFILA MUNA Mohon Tunggu... Mahasiswa Vokasi Universitas Airlangga – Teknologi Veteriner

Mahasiswa yang senang belajar hal baru dan berbagi lewat tulisan. Percaya bahwa setiap pengalaman bisa jadi pelajaran berharga. Menyukai topik seputar kehidupan, kesehatan, pendidikan, dan hal-hal sederhana yang bermakna.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Empati dan Komunikasi Menjadi Obat dalam Dunia Kesehatan Hewan

15 Oktober 2025   19:22 Diperbarui: 16 Oktober 2025   09:11 12
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Berinteraksi dengan Hewan Ternak (Sumber: Dokumentasi Pribadi)

Seorang dokter hewan muda berjongkok di hadapan pasien kecil itu. Dengan suara lembut ia berkata, "Dikit lagi sembuh, sabar ya, sayang, kamu pasti bisa." Lalu menatap pemiliknya dengan empati, "Sabar ya, Kak. Prosesnya memang butuh waktu, tapi hasilnya sudah bagus kok."Setelah berinteraksi dengan mereka, dokter itu tersenyum lalu berbicara dengan  saya. Ia berkata pelan, "Anjing ini menjadi pasien saya sejak kecil. Dulu datang pertama kali untuk vaksin, sekarang sedang berjuang melawan tumor. Jadi, rasanya seperti melihat anak sendiri yang sedang belajar sembuh." Ucapannya sederhana, tetapi membuat hati terasa tenang. Saat itu saya menyadari bahwa hubungan antara tenaga medis, hewan, dan pemilik tidak hanya bersifat profesional, melainkan juga emosional. Hal tersebut menyimpan pelajaran besar tentang empati dan komunikasi efektif dalam dunia kesehatan hewan yang tidak kalah penting dari keterampilan medis.

Sebagai mahasiswa Teknologi Veteriner, saya sering melihat bagaimana tenaga medis berinteraksi, bukan hanya dengan hewan yang sakit, tetapi juga dengan pemiliknya yang khawatir. Ketika dokter berbicara dengan nada lembut dan penuh ketulusan, hewan menjadi lebih tenang, sedangkan pemiliknya merasa dihargai dan dipahami. Di sinilah letak komunikasi efektif bukan sekadar menyampaikan informasi, tetapi juga menumbuhkan rasa empati.

Saya teringat ucapan dosen saya, "Hewan mungkin tidak memahami apa yang kamu katakan, tetapi mereka tahu bagaimana kamu memperlakukannya." Kalimat sederhana itu mengajarkan bahwa empati dan logika perlu berjalan beriringan dengan cara  memahami dengan akal, namun tetap menyampaikan dengan hati.

Dalam pelayanan kesehatan hewan, komunikasi bukan sekadar pelengkap, tetapi bagian dari terapi. Cara dokter menjelaskan kondisi pasien, menyampaikan kabar baik maupun buruk, hingga menunjukkan perhatian kecil. Hal itu dapat memengaruhi suasana hati pemilik dan proses pemulihan hewan.

Sebagai calon tenaga kesehatan hewan, saya belajar bahwa menjadi profesional tidak hanya soal kemampuan medis, tetapi juga cara berkomunikasi efektif. Karena keberhasilan perawatan tidak hanya ditentukan oleh keahlian teknis, tetapi juga oleh kepercayaan, kepedulian, dan empati yang terjalin antara tenaga medis, hewan, dan pemiliknya.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun