Mohon tunggu...
M.Choirun Nafik
M.Choirun Nafik Mohon Tunggu... Konsultan - Mahasiwa Tanpa Dosa
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Aku bukanlah orang hebat, Tapi ku mau belajar dari orang-orang yang HEBAT. Aku adalah orang biasa, Tapi aku ingin menjadi orang yang LUAR BIASA., Dan aku bukanlah orang yang istimewa, Tapi aku ingin membuat seseorang menjadi ISTIMEWA.,.,

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Akal dan Wahyu

15 Oktober 2020   17:49 Diperbarui: 31 Mei 2021   08:52 1857
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Akal dan Wahyu (Sumber: instructables.com)

Salah satu contoh dalam menafsirkan ayat al-Qur'an adalah dalam kalimat wajah Tuhan sebagai esensi Tuhan, dan tangan Tuhan di artikan kekuasaan Tuhan. Adapun Asy'ariyah mengartikan wajah Tuhan tetap mempunyai arti wajah dan tangan tetap mempunyai arti tangan Tuhan, hanya saja wajah dan tangan Tuhan berbeda dengan wajah dan tangan manusia.

Mu'tazilah berpandangan, pengetahuan dapat di ketahui melalui perantaraan akal, dan kewajiban-kewajiban pula dapat diketahui melalui pemikiran-pemikiran mendalam. Sementara akal dapat mengetahui kewajiban berterimakasih kepada Tuhan, bersyukur terhadap nikmat yang diberikan-Nya, dan meninggalkan keburukan, serta berbuat adil. Akal mengetahui perbuatan baik dan buruk, dengan demikian manusia bagi Mu'tazilah mempunyai kewajiban berterimakasih kepada Tuhan, dan wajib meninggalkan hal-hal buruk.

Sejatinya akal bagian dari dasar utama bagi Mu'tazilah, akan tetapi akal hanya dapat mengetahui secara garis besar, dan tidak terperinci. Dari keterbatasan akal maka Mu'tazilah memfungsikan wahyu sebagai konfirmasi dari pengetahuan yang berasal dari akal. Adapun Asy'ariyah pada sisi lain menyatakan akal tidak akan pernah dapat mengetahui segala macam bentuk kewajiban serta bentuk kebaikan dan keburukan sebelum wahyu berada, sebab semua kewajiban hanya dapat diketahui dengan keberadaan wahyu.

Baca juga: Sinar Keimanan Sahabat Ali bin Abi Thalib di Bawah Naungan Wahyu Ilahi

Akal hanya dapat mengetahui keberadaan Tuhan, tetapi wahyu yang mewajibkan manusia mengetahui Tuhan dan berterima kasih kepada-Nya. Ibn Abi Hasym, salah satu tokoh Asy'ariyah, mengatakan bahwa akal hanya mengetahui perbuatan yang membawa kepada kemudharatan, akan tetapi tidak akan pernah tahu perbuatan yang masuk pada kategori perbuatan baik dan buruk. Dengan demikian, hanya wahyu yang akan menentukan baik dan buruk suatu perbuatan. Selain memberikan penjelasan terperinci, kedatangan wahyu dapat berfungsi sebagai pendukung terhadap akal.

Asy'ariyah mencoba menciptakan suatu posisi moderat dalam semua gagasan teologis, dengan membuat penalaran yang tunduk terhadap wahyu dan menolak kehendak bebas manusia yang kreatif dan lebih menekankan kekuasaan Tuhan dalam setiap kejadian dan perilaku manusia. Hal ini menunjukan bahwa pandangan Asy'ariyah sangat kuat berpegang pada wahyu dan kehendak mutlak Tuhan, sebab semua berawal dana berakhir pada-Nya.

Dalam hal inipun terlihat bahwa dalam teologi Asy'ariyah akal banyak dipakai dalam masalah-masalah keagamaan serta pemahaman terhadap ayat-ayat Al-Qur'an, dalam artian akal tidak diberikan peran luas untuk mengetahui adanya Tuhan dan kewajiban- kewajibannhya. Dalam kata lain akal masih membutuhkan peran wahyu sebagai media konfirmasi terhadap akal.

PANDANGAN PARA FILSUF TENTANG AKAL dan WAHYU

Memang dalam pandangan filsafat akal banyak dipakai dan dianggap lebih besar dayanya dari apa yang telah diungkapkan teolog, sebab ini sesuai dengan pengertian filsafat ialah memikirkan sesuatu sedalam-dalamnya tentang wujud.

Bagi filsuf, hubungan akal dan wahyu, antara filsafat dan agama tidak ada pertentangan. Walaupun telah terjadi berbagai hujatan bahwa filsafat bertentangan dengan agama, namun para filsuf berusaha dengan sekeras mungkin untuk menunjukan bahwa filsafat pada prinsipnya tidak bertentangan dengan agama. Hampir setiap filsuf Islam berbicara mengenai akal dan wahyu, terutama al-Kindi yang pertama kali berpendapat bahwa antara akal dan wahyu atau filsafat dan agama tidak ada pertentangan. Dasar pemikiranya ialah bahwa keduanya mengandung kebenaran yang sama.

Dalam pandangan al-Kindi filsafat ialah pembahasan tentang kebenaran tidak hanya di ketahui tetapi diamalkan. Dengan demikian antara agama dan filsafat ada penyesuaian, yang mana keduanya membahas kebenaran dan kebaikan dengan membawa argumen- argumen yang kuat. Agama dan filsafat membahas subyek yang sama dan memakai metode yang sama, sehingga yang menjadi perbedaan hanya cara memperoleh kebenaran yakni filsafat dengan cara menggunakan akal sedangkan agama dengan wahyu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun