Mohon tunggu...
Nafanti
Nafanti Mohon Tunggu... Guru - Mahasiswa

Mahasiswa yang mencoba berbagi ilmu pengetahuannya ke seluruh masyarakat dunia

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Pola Pengasuhan Orangtua Kepada Anak

23 Oktober 2019   09:09 Diperbarui: 23 Oktober 2019   11:29 152
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Karunia terbesar bagi pasangan suami istri ialah memiliki keturunan yang akan mewarisi sebagian gen dari ayah dan sebagian lagi gen dari ibu. Di katakana karuni terbesar karena tidak semua pasangan suami istri mempunyai kesempatan tersebut. Rasa syukur tanpa putus haruslah tersemat setiap saat.

Tidak jarang dari mereka menempuh berbagai cara untuk mendapatkan momongan mulai dari cara yang tradisional hingga modern. Cara tradisional dengan menerapkan pola hidup sehat, memakan makanan yang dapat menyuburkan organ reproduksi, meminum jamu, olahraga serta istirahat yang cukup. Pasangan suami istri yang memilih menggunakan cara ini harus ekstra sabar, karena cara alami membutuhkan waktu sedikit lebih lama untuk hasil yang optimal.

Namun, lain halnya dengan cara modern, bisa dikatakan lebih cepat mendapatkan momongan walau banyak resikonya. Salah satunya dengan cara penerapan bayi tabung. Biasanya prosedur bayi tabung dilakukan setelah konsumsi obat -- obatan. Resiko dari mengkonsumsi obat -- obatan yang digunakan untuk menstimulasi ovarium yaitu sindrom hiperstimulasi ovarium. 

Efek yang dirasakan beragam, mulai dari kembung, kram atau nyeri ringan, sembelit, penambahan berat badan hingga rasa sakit yang tak tertahankan pada perut. Eek yang berat harus ditangani di rumah sakit walaupun biasanya gejala hilang ketika siklus ovarium selesai[1].

Selain itu, terdapat resiko lain yang harus dipertimbangkan oleh pasangan suami istri yaitu saat prosedur pengambilan sel telur, mungkin terjadi infeksi, pendarahan atau menyebabkan kerusakan pada usus atau organ lain. Serta ada beberapa faktor yang menentukan keberhasilan prosedur bayi tabung. Apa pun rintanganya demi memiliki sorang buah hati tetap akan ditempuh.

Setelah proses panjang akhirnya dapat menimang buah hati. Tugas selanjutnya adalah memberikan atau memfasilitasi segala keperluan buah hati tercinta. Termasuk menerapkan pola pengasuhan yang tepat untuk anak. 

Faktanya, calon orang tua dapat mendidik anak saat masih dalam kandungan. Pada tri semester kedua janin dapat merasakan rangsangan dari luar. Usapan diperut ibu oleh ibu hamil atau suami pun sudah bisa dirasakan janin. Maka tak heran para calon orang tua kerap memperdengarkan murotal Al-Qur'an atau musik klasik.

Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan anak baik faktor internal maupun faktor eksternal. Faktor internal dipengaruhi oleh hereditas (pembawaan) seperti IQ, bakat/potensi, dan minat. Sedangkan faktor eksternal dipengaruhi oleh lingkungan seperti teman, keluarga, masyarakat, dan pendidikan. Para ahli pun memiliki jawaban berbeda mengenai faktor-faktor yang memengaruhi pertumbuhan dan perkembangan.

Para ahli yang beraliran Nativisme berpendapat bahwa "segala perkembangan manusia itu telah ditentukan oleh faktor-faktor yang dibawa sejak lahir. Pembawaan yang terdapat pada waktu dilahirkan itulah yang menentukan hasil perkembangannya." 

Menurut Nativisme pendidikan tidak dapat mengubah sifat-sifat pembawaan. Jadi kalua benar pendapat tersebut, maka percumalah kita memdidik, atau dengan kata lain: pendidikan tidak perlu. Dalam ilmu pendidikan, ini disebut pesimisme paedagogis.[2]

Berbeda dengan aliran Nativisme, para ahli yang mengikuti aliran aliran Empirisme berpendapat bahwa "dalam perkembangan anak menjadi manusia dewasa itu sama sekali ditentukan oleh lingkungannya atau oleh pendidikan dan pengalamam yang diterimanya sejak kecil. Manusia-manusia dapat dididik menjadi apa saja (ke arah yang baik maupun ke arah yang buruk) menurut kehendak lingkungan atau pendidik-pendidiknya. Dalam pendidikan, pendapat kaum empiris ini terkenal dengan nama optimisme paedagogis.[3]

 

Dengan demikian sebenarnya kita telah sampai kepada pendapat yang ketiga, yaitu Hukum Konvergensi pendapat yang di kemukakan oleh seorang ahli psikologi berkebangsaan Jerman bernana William Stern. 

Ia berpendapat bahwa "pembawaan dan lingkungan kedua-duanya menentukan perkembangan manusia." Dengan adanya pendapat Wiliam Stern itu dapatkah kita katakan bahwa persoalan tentang pembawaan dan lingkungan itu sudah selesai? Belum! Dalam aliran yang menganut hukum konvergensi itu sendiri masih terdapat dua aliran, yaitu aliran yang dalam  hukum konvergensi ini lebih menekankan kepada pengaruh pembawaan daripada pengaruh lingkungan, dan yang sebaliknya.[4]

Tetapi perkembangan manisua bukan hasil belaka dari pembawaannya dan lingkungannya. Manusia tidak hanya diperkembangkan tetapi ia memperkembangkan dirinya sendiri. Aktivitas manusia itu sendiri dalam perkembangannya turut menentukan atau memainkan peranan juga. Hasil perkembangan seseorang tidak mungkin dapat dibaca dari pembawaan dan lingkungan saja.[5]

Keseluruhan aspek saling berkaitan mempengaruhi perkembangan dan pertumbuhan anak. Anak-anak pada usia dini memerlukan berbagai macam layanan dan bantuan orang dewasa, dari kebutuhan jasmani dan rohani, dimana bentuk layanan tersebut diarahkan untuk dapat memfasilitasi pertumbuhan dan perkembangan sebagai pondasi awal anak dalam melanjutkan proses hidup dan kehidupannya. Layanan dan bantuan anak yang pertama diperoleh dari lingkungan keluarga. Keluarga merupakan lingkungan utama anak dalam memperoleh pendidikan, terutama ibu yang merupakan madrasah pertama bagi buah hatinya.

Setiap orang tua memiliki pola pengasuhan yang berbeda-beda. Perbedaan pola pengasuhan inilah yang akan mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan anak dimasa depan. 

Pengasuhan sangat menentukan karakter dan perilaku anak, karakter  dan perilaku yang terbentuk dimasa kecil membawa dampak pada kematangan berfikir anak dalam menyelesaikan suatu permasalahan. 

Hal tersebut yang menjadikan pola pengasuhan menjadi unsur penting di dalam kehidupan anak kedepannya. Perbedaan pola pengasuhan yang diterapka oleh orang tua salah satunya dipengaruhi oleh pendidikan. Pendidikan orang tua dalam merawat anak adalah suatu hal cukup penting yang berkaitan dengan kesiapan para orang tua memberikan pengasuhan kepada anak mereka.

Orang tua yang berpendidikan tinggi akan berbeda pola pengasuhannya dengan orang tua yang tidak berpendidikan atau perpendidikan rendah. Orang tua yang berpendidikan tinggi banyak memiliki informasi dan akan sangat mudah dalam menyampaikan informasi tersebut kepada anaknya. 

Selain pendidikan orang tua, beberapa faktor lain seperti pengalaman orang tua dalam mengasuh anak, keterlibatan orang tua dalam mengasuh anak, usia orang tua, dan hubungan suami istri. 

Hubungan yang tidak harmonis dalam keluarga pun sedikit mengganggu dalam mengasuh anak dikarenaka orang tua terlalu sress dalam memikirkan masalahnya ditambah jika pulang ke rumah bertemu dengan anak-anaknya yang merengek manja menjadikan orang tua kerap sekali sulit mengontrol emosi.

Pola pengasuhan demokratis berdasarkan hasil penelitian bahwa orang tua yang menerapkan pola tersebut berlatar pendidikan D3, S1, S2, dan pendidikan SMA. Orang tua dengan pola pengasuhan demokratis memiliki kasih saying tinggi dan control diri, orang tua memberikan dorongan dan menghargai tingkah laku anak, mendorong anak untuk berpendapat, dan memberikan peraturan yang jelas sesuai kesepakatan bersama. Perilaku anak yang muncul dari pola pengasuhan demokratis, yaitu mandiri, sering bergembira, berorientasi pada prestasi, mampu berhubungan baik dengan sebaya, dan dapat menangani stress dengan baik.[6]

 Orang tua yang menggunakan gaya pengasuhan otoriter sebagian besar memiliki latar belakang pendidikan tidak tamat SD, SD, dan SMP. Orang tua yang menggunakan pola pengasuhan otoriter lebih sedikit dibandingkan dengan orang tua yang menggunakan pola asuh demokratis dan permisif. Orang tua dengan pola pengasuhan otoriter memiliki control tinggi tetapi kasih saying rendah, orang tua berorientasi pada hukuman fisik atau verbal, dan orang tua memberikan peraturan serta menuntut anak untuk patuh. Dampak dari pola pengasuhan otoriter bagi perilaku anak, yaitu anak tidak sering bahagia, takut, ingin membandingkan dirinya dirinya dengan orang lain, dan memiliki komunikasi yang lemah.[7]

Orang tua yang menggunakan pola pengasuhan permisif sebagian besar berlatar belakang pendidikan tidak tamat SD, SD, SMP, dan hanya beberapa orang tua dari latar belakang SMA yang menggunakan pola pengasuhan permisif. Orang tua dengan pola pengasuhan permisif memiliki kasih sayang tinggi tetapi kontrol rendah, orang tua memberikan kebebasan tanpa batasan dan aturan kepada anak, orang tua tidak memberikan hukuman atas kesalahan yang anak lakukan. Dampak pengasuhan ini yaitu agresif, tidak patuh kepada orang tua, kurang mandiri, anak belum matang, tidak memiliki kontrol diri dan tidak suka bereksplorasi.[8]

 

Pernyataan diatas merupakan hasil dari penelitian disebuah daerah, keterbatasan variasi responden juga menjadi kendala bagi peneliti. Harapannya hasil penelitian tersebut dapat memberikan referensi bagaimana pola pengasuhan orang tua kepada anak usia dini  pada umumnya. Selain beberapa pola pengasuhan yang diterangkan peneliti, ada hal yang perlu dihindari ketika penerapan pola asuh agar si kecil berkarakter baik. Yang penulis kutip dari akun blok terpercaya.

 

Pertama, Pola asuh membandingkan si kecil; seperti namanya, pada tipe ini Ayah dan Bunda seringkali membandingkan satu anak dengan yang lain. Dampaknya, anak yang kurang berprestasi akan tumbuh menjadi pribadi yang kurang percaya diri. Kedua, Pola asuh otoriter; gaya asuh ini bersifat mengekang dengan mengharuskan si kecil untuk mengikuti semua perintah tanpa kecuali. Tiap aturan biasanya dibuat tanpa didiskusikan dengan anggota keluarga lain. Ayah dan Bunda juga tidak mengizinkan anak-anak terlibat dalam penyelesaian masalah. Umumnya, gaya asuh ini menggunakan hukuman sebagai ganti kedisiplinan. Jadi fokusnya pad acara si kecil patuh pada aturan, bukan bagaimana ia mengambil pilihan yang terbaik. Anak yang dibesarkan dengan gaya asuh seperti ini cenderung tidak bias mengendalikan emosi, kurang percaya diri, pemalu, dan tidak mandiri. Ketiga, Pola asuh permisif; pola asuh berbanding terbalik dengan pola asuh otoriter. Si kecil memiliki kuasa penuh dan sebagian besar keninginannya dipenuhu oleh Ayah dan Bunda. Pola asuh ini umumnya diterapkan karena Ayah dan Bunda menggap ini merupakan bentuk kasih saying. Padahal yang akan terjadi adalah si kecil cenderung terus menuntut haknya, egois, kurang sopan, dan sebagainya. Pernyataan kedua dan ketiga sependapat dengan hasil penelitian yang saya jabarkan diatas. [9]

 

Keempat, Pola asuh Ayah dan Bunda tidak sepaham; pada tipe ini Ayah dan Bunda memberikan serta menerapkan aturan yang berbeda-beda. Ini akan membuat si kecil bingung harus mengikuti aturan yang mana. Pada akhirnya, ia akan memihak salah satu orang tua yang selalu mengikuti keinginannya. Kelima, Pola asuh hadiah; apabila Ayah dan Bunda sering menggunakan hadiah yang bersifat materi atau mudah mengumbar janji ketika meminta si kecil berperilaku seperti yang diinginkan, maka akibatnya si kecil hanya akan berperilaku baik jika ada hal yang menguntungkannya. [10]

 

Sebaiknya sebelum menentukan dan menerapkan pola pengasuhan tertentu, orang tua mendiskusikan dahulu seperti apa hasil yang diinginkan. Penerapan lebih dari satu pola pengasuhan mungkin saja dilakukan agar fleksibel sesuai dengan situasi yang dihadapi. Pastinya, orang tua harus bisa menjalin hubungan yang positif  dengan buah hatinya agar ia tumbuh dan berkembang denga karakter yang baik.

 

Sebagai kesimpulan dapat penulis katakan, jalan perkembangan manusia sedikit banyak diketahui melalui berbagai aktivitas yang dilakukan setiap harinya kemudian berkembang menjadi sifat-sifat individu/karakter. Sebagai calon orang tua seyogyanya mempersiapkan diri sebelum memutuskan akan memiliki anak. Semua aspek di alam ini mempunyai keterkaitan satu sama lain. Sehingga, kelak mendapatkan titipan berharga tersebut bisa menerapkan pola pengasuhan yang sesuai dengan tujuan orang tua. Pemilihan pola pengasuhan yang tepat akan membawa dampak baik bagi pertumbuhan dan perkembangan anak. Karakter atau perilaku baik pun didapatkan dan bisa menjadi bekal anak dalam menyelesaikan suatu permasalahan dengan kritis, bijak, arif, percaya diri dan berkopenten di masa yang akan datang.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

DAFTAR PUSTAK

 

 Benedicto Ieuan Noya,Allert, "Sekilas Mengenai Prosedur Bayi Tabung", (https://www.alodokter.com), diakses pada 26 Oktober 2019

Purwanto,Ngalim, 2013 "Pikologi Pendidikan" (Bandung: PT REMAJA ROSDAKARYA)

Novelia Candra,Ariyanti "Gaya Pengasuhan Orang Tua Pada Anak Usia Dini", jurnal kependidikan Vol.3 No.5, 2017, hal 6

 

Platinum,Morinaga, "Hindari Pola Asuh Negatif Agar Si Kecil Berkarakter Baik", (https://morinagaplatinum.com), diakses pada 21 Oktober 2019

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun