Mohon tunggu...
Nadia Zhafirah
Nadia Zhafirah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Halo saya seorang mahasiswa yang mencoba untuk menulis

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Fenomena FOMO pada Gen Z

18 Juni 2022   13:11 Diperbarui: 18 Juni 2022   13:21 2413
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Teknologi kini menjadi suatu bagian yang kerap kali dibutuhkan dalam kehidupan sehari-hari. Dalam beberapa generasi yaitu Baby Boomers, X, Y, Z, dan Alfa, generasi Z tidak perlu lagi melakukan penyesuaian diri terhadap lonjakan teknologi karena mereka sudah terbiasa dengan perkembangan pesat teknologi dari lahir hingga sekarang. Mereka lahir saat internet sudah mendunia, sehingga hal tersebut berpengaruh terhadap nilai-nilai, pandangan, dan tujuan hidup mereka. Pengaruh teknologi yang sangat kuat ini tercermin pada ketergantungan dengan gadget. Dampak negatif dari ketergantungan gadget yang terhubung dengan internet adalah berkurangnya interaksi sosial secara langsung sehingga tatap muka berubah menjadi tatap layar, dan banyak individu yang mengalami adiksi internet gagal berkomunikasi dengan baik dalam situasi tatap muka.

Ledakan teknologi ini telah membangkitkan potensi munculnya fenomena baru yang disebut Fear of Missing Out atau yang dikenal dengan singkatan FoMO (Przybylski dkk., 2013). Menurut Przybylski dkk. (2013) FoMO adalah suatu ketakutan individu akan kehilangan momen berharga dari individu ataupun kelompok lainnya yang dilakukan melalui sosial media. Kekhawatiran yang bersifat pervasif ketika orang lain memiliki pengalaman yang berharga dan juga memuaskan dan dicirikan dengan munculnya dorongan untuk selalu terhubung dengan orang lain. Dorongan inilah yang membuat seseorang merasa tidak nyaman, cemas, dan risau jika tidak mengakses media sosial atau melihat postingan terbaru dari seseorang yang dikagumi. FoMO membuat seseorang harus mengakses media sosial untuk melihat perkembangan. 

Jika tidak ada jaringan internet, FoMO tidak akan tahan hanya dengan mengotak-atik gadgetnya atau hanya dengan memainkan game offline. Ketertarikan mereka pada media sosial sampai menimbulkan perilaku irasional dan berbahaya demi mengatasi FoMO- nya, misalnya tindakan terus-menerus memantau media sosial bahkan saat sedang berkendara. Saat seseorang mengalami dampak dari kecemasan sosial ini, dia akan mengalami perasaan rendah diri dan depresi karena takut dihakimi oleh orang lain.

FoMO paling tinggi dialami oleh remaja akhir dan dewasa awal, yaitu pada usia 12-25 tahun (Putri dkk., 2019). Namun, menurut Gezgin dkk. (dalam Sianipar & Kaloekti, 2019) mengatakan bahwa tingkat FoMO paling tinggi dialami pada usia 21 tahun ke bawah. Dengan demikian, FoMO paling tinggi dan paling banyak dialami oleh generasi Z. Banyaknya penelitian yang menyebutkan bahwa FoMO membuat kesehatan mental terganggu. Individu yang mengalami FoMO memiliki keinginan lebih untuk mengeksplor dan mengetahui segala hal yang terjadi di dalam lingkungannya. Perilaku ini yang menjadi pendorong bagi individu untuk terus mempertahankan aktivitas di media sosial tanpa batasan waktu sehingga dapat menyebabkan kecanduan media sosial (Abel dkk., 2016).

Internet memudahkan kehidupan kita dengan berbagai cara dalam banyak. Berkomunikasi secara online dianggap pengguna internet lebih aman dan mudah daripada bertatap muka langsung atau yang disebut dengan FtF; lebih mudah untuk mencari dan mendapatkan teman; lebih mudah mencari informasi gratis. Namun, jika dilakukan secara berlebihan maka akan menyebabkan patologi. Hasil penelitian JWT Intelligence menunjukkan bahwa ada sebanyak 40% pengguna internet di dunia mengalami FoMO.

Salah satu faktor pendorong terjadinya adiksi media sosial adalah faktor sosial. Individu yang kesulitan berkomunikasi menjadi penyebab awal terjadinya penggunaan internet secara berlebihan. Komunikasi menggunakan internet dianggap lebih mudah dan aman sehingga individu lebih memilih untuk menggunakan media sosial, hal ini mengakibatkan penggunaan berlebihan pada media sosial. Selain itu, faktor psikologi juga menjadi faktor pendorong terjadinya adiksi media sosial. Individu yang mengalami masalah psikologis seperti depresi, kecemasan, kesepian, dan penyalahangunaan obat-obatan menganggap internet bisa menjadi tempat untuk melarikan diri dari permasalahan di dunia nyata. Salah satu bentuk dari kecemasan adalah Fear of Missing Out (FoMO).

Fear of Missiong Out dapat mempengaruhi kecenderungan adiksi media sosial pada generasi Z. Aspek FoMO yang tidak terpenuhi mempengaruhi individu untuk terus menggunakan sosial media sebagai pemenuhan kebutuhannya. Generasi Z merupakan generasi yang paling akrab dengan teknologi sehingga paling mungkin mengalami FoMO dan adiksi media sosial.

 

REFERENSI

Abel, J. P. (2016). Social Media and the Fear of Missing Out. Scale Development and Assessment. Journal of Business & Economics Research – First Quarter, 14 (1): 47-65.

McQuail, Denis. 2011. Teori Komunikasi Massa. Diterjemahkan oleh Putri Iva Izzati. Jakarta: Salemba Humanika.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun