Mohon tunggu...
Nadiatusyifa
Nadiatusyifa Mohon Tunggu... Mahasiswa

Hallo saya adalah mahasiswa yg suka menulis

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

"Ketika Ketersedian Pupuk Menjadi Tantangan bagi Petani"

5 Oktober 2025   13:35 Diperbarui: 5 Oktober 2025   13:35 15
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Di tengah hamparan sawah yang luas di daerah Banten, sosok Pak Rawat (48) tampak tekun memeriksa batang-batang padi yang tumbuh di lahannya. Sudah lebih dari 15 tahun ia mengabdikan diri di dunia pertanian, menanam padi yang menjadi sumber kehidupan bagi keluarganya.

Namun, di balik hijaunya sawah yang tampak tenang, tersimpan persoalan yang sering dihadapi para petani: keterbatasan pupuk.
"Pupuk itu penting, Mas. Kalau pupuknya kurang, padinya juga nggak bisa tumbuh maksimal," ujar Pak Rawat sambil menatap lahan seluas tiga hektare yang dikelolanya.

Dalam satu musim tanam, Pak Rawat membutuhkan sekitar 14 karung pupuk agar tanamannya tumbuh optimal. Namun kenyataannya, ia hanya memperoleh sekitar 6 karung. Kekurangan ini membuat proses pemupukan harus diatur seefisien mungkin. "Saya atur pemakaiannya sedikit demi sedikit, supaya semua petak sawah tetap dapat bagian," tuturnya.

Ia mengibaratkan kondisi padi seperti manusia. "Kalau orang makannya kurang, badannya lemah. Padi juga sama, kalau pupuknya sedikit, hasilnya nggak bisa banyak," katanya dengan senyum sederhana.

Kondisi tersebut berdampak pada hasil panen. Dalam satu musim, panennya bisa menurun jika pemupukan tidak optimal. Namun, ia tetap bersyukur atas apa pun yang dihasilkan. "Kalau hasilnya sedikit, ya disyukuri saja. Yang penting bisa terus menanam," ujarnya penuh semangat.

Meski menghadapi keterbatasan, semangat Pak Rawat tidak surut. Ia tetap memanfaatkan alat tradisional dan tenaga manusia untuk mengolah sawahnya. Ia juga berusaha mencari alternatif dengan membeli pupuk tambahan secara mandiri jika memungkinkan. "Yang penting tanaman tetap tumbuh. Saya berusaha terus, walau sedikit demi sedikit," katanya.

Selain itu, Pak Rawat berharap ke depan ada kemudahan akses dan ketersediaan pupuk bagi petani agar hasil pertanian bisa lebih maksimal. Menurutnya, pertanian yang baik dimulai dari pemupukan yang cukup dan tepat waktu.

Sore itu, ketika matahari mulai tenggelam, Pak Rawat masih berdiri di pinggir sawah, memandangi padi yang mulai menguning. "Saya percaya, selama kita sabar dan terus berusaha, hasilnya akan tetap ada," ucapnya lirih.

Bagi Pak Rawat, pupuk bukan sekadar bahan kimia. Ia adalah simbol perjuangan, pengingat bahwa setiap butir padi yang tumbuh di tanah, lahir dari kerja keras, ketekunan, dan harapan seorang petani.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun