Pikiranmu bukan dirimu. Kalimat ini terdengar provokatif, karena sejak kecil kita diajarkan bahwa pikiran adalah inti diri. Namun Michael A. Singer dalam The Untethered Soul menunjukkan sebaliknya: pikiran hanyalah suara di kepala, sedangkan diri sejati adalah kesadaran yang mengamati pikiran itu.
Fakta menarik: penelitian neurosains modern mendukung ide ini. Aktivitas otak terus menghasilkan pikiran secara otomatis, bahkan saat kita tidak menginginkannya. Artinya, pikiran lebih mirip radio yang terus menyala daripada pusat kendali mutlak diri. Menyadari hal ini menjadi langkah awal untuk benar-benar menguasai pikiran.
Di era yang penuh distraksi, menguasai pikiran bukan sekadar latihan mental, tetapi kebutuhan eksistensial. Kita tidak bisa mematikan pikiran, tetapi kita bisa belajar berdamai dan mengarahkannya. Berikut tujuh tips menurut Singer yang relevan untuk hidup sehari-hari.
1. Menjadi Pengamat Pikiran, Bukan Korban Pikiran
Singer menekankan bahwa langkah pertama menguasai pikiran adalah belajar menjadi saksi, bukan terseret oleh isi pikiran. Pikiran datang dan pergi, tetapi kesadaran tetap ada.
Dalam kehidupan nyata, banyak orang stres karena tidak mampu memisahkan diri dari pikirannya. Saat pikiran berkata "Aku gagal", kita langsung percaya itu fakta. Padahal, itu hanya suara yang lewat. Jika dilihat sebagai fenomena mental, intensitas emosinya berkurang.
Dengan melatih posisi sebagai pengamat, kita menemukan jarak antara diri sejati dan isi pikiran. Di titik inilah muncul kebebasan. Dan bagi yang ingin menggali lapisan mendalam filsafat kesadaran, saya sering mengulasnya secara eksklusif di logikafilsuf.
2. Belajar Melepaskan Pikiran yang Mengikat
Menurut Singer, salah satu jebakan terbesar manusia adalah keterikatan pada pikiran tertentu. Pikiran itu seperti simpul energi yang tidak selesai, dan kita terus mengulangnya.
Misalnya, seseorang yang pernah dipermalukan di depan umum terus mengulang memori itu. Setiap kali ia mengingatnya, luka emosional terbuka lagi. Jika tidak dilepaskan, pikiran itu menjadi penjara yang mengekang gerak hidup.
Melepaskan bukan berarti melupakan paksa, melainkan membiarkan pikiran itu hadir tanpa diikuti. Lama-kelamaan, simpul yang menahan kita akan longgar, dan ruang batin kembali terbuka.