Haji itu perjalanan spiritual yang tidak semua orang mampu menjalankannya. Hanya orang pilihan yang Allah panggil untuk menjadi tamu-Nya. Itulah mengapa saya selalu iri kepada mereka yang telah dimampukan. Bahkan dengan cara yang tidak disangka-sangka. Sehingga pertanyaan yang sama di setiap tahunnya selalu saya ulang, kapan waktu giliran saya?
Setiap tahun, kita akan selalu dibuat iri dengan orang-orang yang telah berhasil menunaikan ibadah haji, sebuah rukun Islam kelima. Perjalanan yang begitu menggetarkan hati setiap manusia, karena tak hanya sekadar menunaikan kewajiban, tapi juga ritual yang akan menjadi pengalaman hidup ke depan.
Jika dulu saya membayangkan Islam hanya ritual salat saja, maka itu salah. Semakin bertumbuh dewasa, saya mengenal Islam jauh lebih dalam. Bahwasanya Islam agama yang adil. Saya jadi tahu kalau kehidupan tidak hanya sekadar hitam dan putih. Ada banyak sekali warna yang luput kita sadari, karena terbatasnya nalar manusia.
Haji adalah ibadah yang memerlukan banyak biaya dan kesehatan fisik yang baik. Biaya yang tidak sedikit membuat saya harus bekerja lebih keras untuk bisa mendapatkannya. Tapi disaat kondisi seperti ini, apa boleh saya berharap lebih pada keajaiban Tuhan?
Bagaimanapun juga, menginginkan sesuatu itu harus seimbang antara doa dan usaha. Saya sadar bahwa keduanya saya tidak mampu. Tapi saya juga ingin merasakan beribadah di rumah-Nya. Saya ingin melantunkan lafaz talbiyah. Saya ingin menjadi bagian dari salah satu hamba-Nya yang terpanggil.
Begitu istimewanya ibadah ini, sehingga hanya bisa saya rasakan dalam tangis kebisuan. Melihat dari kejauhan, bahwa suatu hari nanti saya bisa berada di antara ribuan jamaah yang melaksanakan ibadah. Entah panggilan menuju ke rumah-Nya atau panggilan ajal yang bisa kapan saja memantau hamba-Nya. Saya berharap, kerinduan saya terhadap Baitullah bukanlah sebuah kemunafikan melainkan hidayah.
Saya selalu bertanya-tanya, kapan waktu giliran saya?
Betapa beruntungnya orang-orang yang telah menunaikan kewajibannya. Bahkan, ada saja hal-hal yang tidak terduga, yang lantas bisa menjadikan seseorang berangkat tanpa persiapan secara materi. Mereka mendapatkan rezeki dari jalan yang tidak disangka-sangka. Bukan karena sebuah kebetulan, tapi memang ada rahasia yang membuat mereka menjadi salah satu hamba panggilan-Nya.
Tentu di setiap keajaiban pasti ada amalan yang tulus. Tidak semua orang mampu beribadah dengan hati yang benar-benar menginginkan akhirat. Saya salah satunya. Ketika iman menurun, saya seolah menjadi orang yang menghukum Tuhan atas tindakan yang terjadi. Padahal, makna ibadah adalah untuk mengeratkan rasa cinta kepada-Nya.
Semakin benar ibadahnya semakin tahu cara memaknai kehidupan. Barangkali memang benar, haji adalah perjalanan sabar tiada batas. Sabar saat hidup terasa sempit dan syukur saat hidup terasa lapang. Karena benar, manusia sulit untuk mengaplikasikan keduanya dalam kehidupan nyata.
Tahun ini, saya mendengar kabar bahwa banyak anak muda yang sudah berangkat haji. Hati saya semakin menangis, karena diri sendiri yang tidak mampu. Orang-orang dengan umur belia, bergabung dengan para lansia melaksanakan ibadah haji. Mereka yang pada hari ini, dipandang Allah dalam keadaan cinta yang begitu besar.
Sedangkan aku?
Semua manusia sama, yang membedakan adalah takwa
Ribuan jamaah berkumpul menjadi satu tanpa ada yang paling terlihat menonjol. Mereka berdiri di atas tanah yang sama, berseru menyambut panggilan-Nya. Tiada nikmat yang paling sulit dijelaskan ketika mereka tidak lagi mengharap duniawi. Hanya ada hati yang dengan tulus menjalankan perintah-Nya demi hidup bergandengan di taman surga kelak.
Meski mereka berasal dari keluarga yang berbeda, tapi niat mereka sama. Benar, ketika kita sudah berhadapan dengan-Nya, kita tidak ada apa-apanya. Semua terasa kosong. Bahkan diri sendiri tidak ada artinya, karena semua hanyalah titipan.
Masih mau membanggakan diri?
Haji adalah perjalanan yang membuat saya merenung lebih dalam. Kemanakah saya harus melangkah? Kemanakah kubawa semua harta ini? Kemanakah akhir perjalanan dari semua kehidupan ini? Apakah saya menjadi hamba yang beruntung? Apakah saya akan selamat dari siksa api neraka?
Bagaimana jika akhirnya di luar harapan?
Manusia itu kompleks. Mereka tidak bisa ditebak, ada yang hidupnya biasa-biasa saja namun menyimpan banyak kebaikan. Ada yang hidupnya terlihat wah padahal aslinya kosong. Benar, bahwa manusia tidak pantas menilai sesama manusia. Semua yang terlihat akan sangat terbatas, dengan pandangan sebagai manusia biasa.
Cukup Dia yang tahu bagaimana kita sebagai manusia.
Karena di hadapan Allah, yang membedakan adalah takwanya.
Semoga kita bisa menjadi hamba yang Allah pilih dalam perjalanan haji berikutnya.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI