Mohon tunggu...
Fidel Dapati Giawa
Fidel Dapati Giawa Mohon Tunggu... Pengacara - Advokat

Nulis dangkadang, tergantung mood

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Kala Preman Mengawal Tender

17 November 2011   17:42 Diperbarui: 25 Juni 2015   23:32 327
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Kisahnya begini:

Teman saya boleh dibilang seorang mantan jagoan di daerahnya. Di adalah penguasa wilayah. Menurut pengakuannya, dia dulunya adalah pendukung fanatik salah satu partai yang disebut-sebut partai wong cilik di era Orde Baru. Dia sering mendapat penugasan partai untuk melakukan tugas-tugas pengamanan kegiatan partai. Katanya, dia pernah ditahan seminggu lamanya karena merobek pamflet partai penguasa di lingkungan kelurahan tempat tinggalnya pada jaman itu. Namun setelah lima tahun reformasi berlalu dia merasa bahwa partai yang dia bela habis-habisan ternyata sama saja dengan perilaku partai yang pernah dia robek pamfletnya itu. Maka sejak tahun 2003 dia mulai menarik diri dari kegiatan berpartai.

Di era Orde Baru dia sering mendapat tugas pengawalan pengiriman barang ke berbagai pelosok di Jawa Barat, khususnya ke daerah-daerah terpencil dan teristimewa di daerah Banten (yang dulu masih bagian dari Propinsi Jawa Barat). Pada saat itu, barang-barang yang biasa ia kawal adalah barang-barang proyek pemerintah yang pengadaannya dilakukan oleh salah satu perusahaan besar dan sangat ternama. Menurut teman saya ini, pada era Orde Baru hampir semua proyek pengadaan barang pemerintah untuk dunia pendidikan selalu jatuh ke tangan kelompok usaha yang satu ini. Dari informasi sekilas dari teman saya ini saya jadi sadar kenapa grup usaha yang satu ini bisa begitu digdayanya dalam dunia perbukuan, percetakan dan toko buku di seluruh Indonesia. Bahkan di dunia media massa.

Seiring berakhirnya kekuasaan Orde Baru dan dengan diberlakukannya sistem tender terbuka secara perlahan peran grup usaha  ini meredup dan akhirnya menghilang. Perannya kemudian digantikan oleh pengusaha lokal. Salah satu pengusaha lokal yang mendapat proyek pengadaan itu telah mengenal reputasi teman saya ini dalam pekerjaan kawal-mengawal barang. Hingga pada suatu hari ia diajak untuk mengawal si pengusaha untuk mengikuti tender di salah satu kabupaten di Pantura.

Sebagaimana lazimnya dalam dunia preman kelas marjinal, tidak ada kontrak profesional dan tidak ada pembicaraan secara mendetail apa yang mesti dilakukan oleh orang yang direkrut. Menurut pengakuan teman saya, pada saat itu dia hanya diminta menemani si Pengusaha ke kota dimana diselenggarakan tender. Ketika teman saya bertanya ada pekerjaan apa di tempat yang dituju. Si pengusaha hanya menjelaskan singkat: "saya mau fight pada tender bla bla bla". Mendengar kata 'fight" teman saya langsung menimpali: "saya perlu bawa anggota berapa?" Si pengguna jasa pun menjawab sambil lalu: "ga usah banyak-banyak, empat atau lima orang saja".

Pada hari yang ditentukan si jagoan telah bersiap dengan lima orang anggotanya. Si pengusaha pengguna jasapun menyiapkan satu kendaraan khusus untuk para pengawalnya ini. Mereka pun berangkat ke kota tujuan. Dalam benak si jagoan dan anggotanya, mereka mengiring dan mengawal seorang bos.

Setibanya di halaman kantor dinas dimana sedang diadakan tender yang penuh dengan pertempuran ini (dalam benak teman saya tentunya), mereka disuruh menunggu di halaman. "Kita sudah sampai, kalian tunggu aja di luar. Kalau mau makan, ngopi, merokok, silahkan saja diwarung itu", kata sang pengusaha menunjuk salah satu warung di luar pagar kantor dinas itu, kemudian berjalan menuju salah satu ruangan di kantor dinas itu. Si jagoan mulai heran, kenapa 'fight' di dalam kantor dan kenapa disuruh ngopi dan makan segala dan bukannya dikaih aba-aba siaga. Walau penuh tandatanya dalam hati si jagoan menurut saja, tapi tak lupa memperhatikan ke ruangan mana yang dimasuki oleh si bos.

Setelah lama menunggu di warung, mereka mulai bertanya-tanya kenapa sudah tengah hari si bos belum keluar juga. "Kapan kita fight-nya nih?", pikir sang jagoan. Karena khawatir kesiagaan anggotanya mengendur, maka si jagoan berinisiatif mengintip ke dalam ruangan yang tadinya ia lihat dimasuki oleh si bos. Ia mengintip dari salah satu jendela ruangan tersebut dan melihat si bos sedang dikerubungi banyak orang di salah satu meja. Maka dengan spontan dan tanpa memanggil anggotanya yang lagi bersantai di warung, dia pun menyerbu ke dalam ruangan sambil berteriak: "nanaonan yeuh.....!!! ntong macam-macam ka bos aing....!" (apa-apaan nih, jangan macam-macam sama bos saya...!).

Suasana menjadi gaduh dan tegang. Si bos pun tak kalah kaget sekejap, kemudian menenangkan jagoan yang ia bawa dan menyuruh menunggu diluar saja dan menjelaskan bahwa dia sedang melakukan musyawarah dengan orang-orang di ruangan tersebut. Si jagoan diantar oleh si bos ke pintu tapi si jagoan belum begitu yakin maka sambil melangkah keluar ia  mengancam orang-orang di dalam ruangan: "omat, ntong macam-macam ka bos aing'. Konon katanya, dia masih belum percaya bahwa bosnya sedang musyawarah. Dia pikir bosnya hanya berbasa-basi untuk mendinginkan suasana, makanya ia mengancam orang-orang dalam ruangan tersebut.

Sekitar setengah jam kemudian orang-orang dalam ruanganpun keluar satu persatu. Sijagoan kemudian mendekati pintu dan dia lihat si bos sedang membagi-bagi amplop tebal. Ketika bosnya keluar, dia bertanya kenapa bagi-bagi amplop. Si bos menjawab bahwa pengusaha tersebut mundur makanya dikasih uang. "Wah, jangan... kalau mundur sih mundur aja. Jangan kasih uang, nanti dikira kita takut" kata si jagoan dalam bahasa sunda ala jagoan tentunya. Maka ia merebut amplop dari tangan salah seorang yang melintas di dekatnya, dan amplop itu ia serahkan kembali kepada si bos. Lagi-lagi ketegangan terjadi. Dan si bos dengan segera menyerahkan amplop berisi uang itu kepada orang yang dirampas sambil minta maaf dan mengatakan bahwa si jagoan ini memang ga ngerti tender. "Dia sih ngertinya cuma yang radikal aja", kata si bos menjelaskan. Kemudian dengan cepat menggiring si jagoan masuk ke dalam kendaraan dan mengajak pulang.

Di dalam kendaraan kemudian si bos memberi brifing singkat. Si bos menjelaskan garis besar seluk beluk tender. Dan ketika sijagoan mengatakan bahwa dia bersikap begitu karena si bos mengajak akan 'fight" ketika menawarkan pekerjaan, kemudian si bos pun menjelaskan apa pengertian 'fight' dalam tender. Si jagoan manggut-manggut, walau belum juga memahami.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun