Mohon tunggu...
Nabilalr
Nabilalr Mohon Tunggu... Freelancer - Pembelajar

Pembelajar Omnivora. Menulis sebagai tanda pernah 'ada', pernah 'merasa', dan pernah disebuah 'titik'.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Suatu Hari, Pukul Dua Dini Hari

16 Desember 2018   15:12 Diperbarui: 16 Desember 2018   15:25 155
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
http://niceimgro.pw

Perpisahan itu berkerabat erat dengan kesedihan. Bahkan pada perpisahan yang paling direncanakan sekalipun.

Aku membasuh muka berkali kali. Ini sudah yang ketiga kalinya kulakukan malam ini. Terbangun pada tengah malam atau dini hari, yang berakhir pada gemericik air kran kamar mandi dan kubasuh muka sebanyak banyaknya hingga aku benar benar terjaga, tersadar, dan cukup waras jika yang tadi hanyalah mimpi.

Aku tidak mengingat dengan jelas sejak kapan kebiasaan ini mulai terjadi. Mungkin memang tidak setiap hari, namun cukup menyakinkan untuk dapat dikatakan sering. Yah, seminggu tiga kali atau dua hari sekali. Mimpi itu terus mendatangiku. Mengajak bermain main dengan emosi dan kesadaran. Dan ada kalanya, aku harus membasuh air mataku sendiri. Menyamarkannya dengan tetesan air kran yang segar, sekaligus dingin.

Aku kembali ke kamar tidurku. Merebahkan badan dan mulai pelan pelan memejamkan mata. Namun begitu kegelapan menjadi biasa, yang ada justru sekelabat bayangan yang tidak ingin lagi kutemui. Segera kubuka mata lebar lebar, dan spontan saja aku terduduk diatas ranjang. Kemudian mulai mengatur napas agar lebih rileks dan menguasai diri.

Berkali kali aku menyakinkan diriku sendiri jika aku tak seharusnya merasakan ini. Emosi emosi itu sudah jauh jauh hari kupersiapkan agar aku tak perlu menjadi semelankolis sekarang. Aku cukup waras, dan aku cukup sadar diri ketika keputusan itu harus kuambil segera. Lebih lebih, aku tak seimpulsif itu dalam mengambil keputusan yang akan berpengaruh besar terhadap hidupku sendiri.

"apa yang pengen kamu lakukan, wildest dream maybe." Tanya seorang lelaki pada suatu sore.

"eehmm, conservatorist or volunteer." Jawabku setelah menimang selama 3 detik.

"why-oh? bosan dengan kerjaan kantoran kah, Bu Social Media Specialist?"

"you know lah." jawabku lantas tertawa.

"yap. Kita bisa berbagi dunia. paling ngga jadi bodyguard-mu." Sahut lelaki itu mantap, lalu menatapku lekat lekat.

Berbagi dunia. Harapan dan cita cita yang belum sampai terlaksana, apalagi terencana -- sudah harus dienyahkan dari ujung ujung pikir. Seikat doa yang selalu kupanjatkan tanpa alpa sudah menemui ujungnya. Dan kini semua itu justru membayangiku.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun