Bayangkan seorang anak sekolah dasar yang masih terbata-bata mengeja kata, meski usianya sudah menginjak kelas tinggi. Kenyataan seperti ini bukan cerita langka. Di berbagai sekolah di Indonesia, masih banyak siswa yang belum mampu membaca lancar pada jenjang yang seharusnya mereka kuasai.
Data internasional memperkuat gambaran tersebut. Hasil Programme for International Student Assessment (PISA) 2022 yang diselenggarakan OECD mencatat skor literasi membaca Indonesia hanya 359 poin, turun 12 poin dari tahun 2018. Angka ini menegaskan bahwa masalah literasi bukan sekadar persoalan individu, melainkan fenomena nasional yang berdampak langsung pada kualitas pendidikan. Tanpa kemampuan membaca yang memadai, anak akan kesulitan memahami soal matematika, teks sains, hingga materi sosial, yang pada akhirnya menurunkan prestasi belajar secara menyeluruh.
Fenomena serupa tampak di SD Negeri 2 Sukorejo, Semarang. Berdasarkan data sekolah, terdapat sejumlah siswa dari kelas I hingga kelas VI yang masih kesulitan mengeja kata-kata sederhana. Kondisi ini merata di beberapa tingkatan, dan sudah lama menjadi perhatian pihak sekolah.
Ada banyak faktor yang melatarbelakangi. Pertama, sebagian orang tua sibuk bekerja hingga malam sehingga minim kesempatan mendampingi anak belajar di rumah. Kedua, pembelajaran daring saat pandemi Covid-19 membuat anak kehilangan fondasi literasi karena kurang interaksi tatap muka dengan guru. Ketiga, kondisi keluarga yang tidak harmonis---misalnya perceraian---membebani psikologis anak dan menghambat proses belajarnya.
Di sekolah, keterbatasan metode pengajaran juga menjadi tantangan. Guru harus mengajar puluhan siswa dalam satu kelas sehingga sulit memberi perhatian khusus pada anak yang tertinggal. Dalam pantauan kelas, ada siswa yang menolak membaca saat diminta, ada yang kesulitan mengeja teks pendek, bahkan ada yang sama sekali tidak fokus pada penjelasan guru.
Masalah ini tidak boleh dibiarkan. Pemerintah, sekolah, dan orang tua perlu bersinergi mencari solusi. Salah satu langkah yang bisa ditempuh adalah memperkuat program literasi dengan metode interaktif dan menyenangkan, serta memberikan pelatihan bagi guru agar mampu mendampingi siswa yang mengalami hambatan membaca.
SD Negeri 2 Sukorejo sendiri sudah mencoba menerapkan kelas remedial membaca, di mana siswa yang masih kesulitan diberi jam tambahan khusus setelah pelajaran reguler. Upaya ini penting, namun perlu dilengkapi dengan pemahaman mendalam mengenai kondisi tiap anak. Tes IQ atau asesmen kognitif dapat menjadi alat bantu untuk mengenali potensi dan tantangan belajar mereka, sehingga intervensi yang diberikan lebih efektif dan sesuai kebutuhan.
Temuan ini sejalan dengan hasil observasi lapangan yang dilakukan oleh mahasiswa Psikologi Universitas Negeri Semarang (UNNES) dengan anggotanya, Nabila Luthfi Fauzia, Salmaa Syifa Kamilya, Salma Mufidah, Azzahwa Tsania Tarisa Putri dan Ruth Sukma Sipahutar dibawah bimbingan Prof. Edy Purwanto, M.Si dan Woro Apriliana Sari, S.Psi.,M.Si. Dalam kegiatan tersebut, mahasiswa menemukan adanya sejumlah siswa dengan semangat belajar tinggi tetapi masih tertinggal dalam kemampuan membaca. Catatan ini memperlihatkan bahwa persoalan literasi tidak hanya terlihat dalam data statistik, tetapi nyata hadir di ruang kelas sehari-hari.
Di sisi lain, keterlibatan orang tua tetap krusial. Luangkan waktu untuk mendampingi anak membaca di rumah, sekalipun hanya 10--15 menit sehari. Lingkungan sekitar juga bisa berperan dengan membangun budaya gemar membaca, misalnya melalui pojok baca di rumah ibadah, posyandu, atau balai desa.
Pemulihan pembelajaran tatap muka pasca pandemi juga menjadi momentum penting. Dengan interaksi langsung, guru dapat memberikan perhatian personal sekaligus dukungan psikologis bagi anak-anak yang minder atau kehilangan motivasi.
Jika semua pihak bergerak bersama---pemerintah, sekolah, guru, orang tua, masyarakat, dan kalangan akademisi---maka bukan hal mustahil skor literasi Indonesia meningkat kembali. Lebih dari sekadar angka, peningkatan ini membuka lebih banyak peluang bagi masa depan anak-anak dan bagi kemajuan bangsa.