Mohon tunggu...
Nabila Bilbina Idris
Nabila Bilbina Idris Mohon Tunggu... Mahasiswa - Social welfare student, Faculty of Social and Political Sciences, Muhammadiyah University, Jakarta

2002

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Kekerasan dalam Rumah Tangga, Masih Ada?

19 Januari 2022   23:07 Diperbarui: 19 Januari 2022   23:19 350
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Kekerasan dalam rumah tangga atau sering disingkat dengan KDRT, masalah ini selalu berselimut di dalam kediaman masyarakat Indonesia. 

Tidak ada rumah tangga yang tidak memimpikan hidup bahagia, harmonis bahkan kenyamanan dalam lingkup keluarga. Namun nyatanya ada sebagian keluarga yang justru merasakan ketakutan, ketidaknyamanan dan kekerasan dalam hal fisik, psikis, pelecehan seksual, emosional, dan hal kekerasan lainnya dalam rumah tangga. 

Kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) dapat diartikan sebagai segala bentuk kekerasan secara fisik maupun psikis yang dilakukan oleh anggota keluarga yang terdiri dari suami, istri atau orang tua, dan anak yang berakibat menyakiti fisik, psikis, seksual, ekonomi, dan emosional yang terjadi di dalam rumah tangga. 

KDRT merupakan sebuah fakta kekerasan yang terjadi dan bersifat universal, dikatakan universal karena kekerasan dalam rumah tangga tidak membedakan agama, budaya, suku, usia, dan jenis kelamin jadi siapa saja bisa menjadi pelaku atau korban. Bagaimana kita bisa tahu bahwa kekerasan yang dialami adalah bentuk dari KDRT?


1.Ada Berbagai Bentuk Kekerasan Dalam KDRT
Setiap tahunnya kekerasan dalam rumah tangga terus saja meningkat, sehingga  permasalahan kasus kekerasan seperti ini menarik perhatian publik. Bentuk-bentuk kekerasan yang diterima para korban dari pelaku juga berbagai macam yang terdiri dari kekerasan fisik, verbal, psikis, seksual, ekonomi, dan penelantaran.

Kekerasan fisik meliputi kekerasan atau perbuatan yang dilakukan dengan atau tanpa senjata yang menyakiti tubuh korban yang mengakibatkan rasa sakit dan luka berat bahkan kematian. Bentuk kekerasan fisik yang diberikan seperti berbagai macam penganiayaan bisa menampar, memukul, menendang dan membunuh. Bentuk kekerasan yang lain bisa pengurungan dimana sang korban tidak diberikan kebebasan dalam bersosialisasi, pemberian beban kerja yang berlebihan hal ini bisa dialami pekerja rumah tangga, dan ancaman kekerasan.

* Kekerasan verbal dikatakan kekerasan dalam bentuk ucapan yang menyakiti korban seperti caci maki, penghinaan, dan perkataan yang merendahkan. Kekerasan psikis seperti perbuatan yang diberikan pelaku dalam bentuk mengintimidasi dan pembatasan hak-hak kepada korban. Kekerasan seksual dapat diartikan kekerasan dalam bentuk pemaksaan hubungan seksual seperti pelecehan atau perkosaan.

* Kekerasan ekonomi melalui perilaku pembatasan penggunaan keuangan secara berlebihan dan pemaksaan kehendak demi kepentingan-kepentingan ekonomi lainnya. Kekerasan dalam penelantaran dimana korban merasa terlantar, ketergantungan ekonomi dengan cara membatasi atau melarang baik di dalam atau di luar rumah sehingga korban berada dibawah kendali sang pelaku.

2.Faktor-Faktor Terjadinya KDRT
Berbagai macam faktor bisa menjadi penyebab dan mendorong pelaku terjadinya kekerasan dalam rumah tangga (KDRT). Faktor-faktor penyebabnya bisa terdiri dari faktor individu seperti pelaku pernah menjadi korban KDRT atau kekerasan di masa lalu serta pengaruh alkohol, faktor keluarga seperti konflik dalam pernikahan dan pola pengasuhan yang salah, faktor komunitas seperti kemiskinan dan kurangnya sarana pelayanan korban serta angka kriminilitas yang tinggi, dan terakhir faktor lingkungan sosial seperti kesenjangan sosial yang terjadi dilingkupan masyarakat dan perubahan lingkungan sosial yang cepat serta kesenjangan gender.

3.Dampak Yang Diterima Pada Korban KDRT

Siapa saja bisa menjadi korban pada kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), tidak hanya anggota keluarga bahkan orang-orang yang memiliki hubungan dalam suatu keluarga. Banyak dampak buruk yang diberikan pelaku KDRT pada para korban, yaitu dalam bentuk fisik dimana terdapat luka-luka dibagian tubuh korban,  kecacatan pada anggota tubuh dan buruknya bisa terjadi pembunuhan. Selain dampak fisik yang diberikan, korban juga terkena dampak psikologis dimana korban merasa terancam, ketakutan, kecemasan berlebihan, depresi yang bisa mengakibatkan korban mengakhiri hidupnya, sikap menyalahkan diri sendiri, stress yang diakibatkan oleh trauma, dan tidak percaya diri.


Semakin hari semakin banyak korban dari kasus-kasus kekerasan dalam rumah tangga yang terus bertambah. Lingkup keluarga menjadi wadah terjadinya kekerasan dalam rumah tangga bagi para pelaku. Tentu saja kita sebagai anggota keluarga atau pembentuk generasi keluarga selanjutnya menginginkan kenyamanan bukan kekerasan yang mencekam. Lalu bagaimana cara kita menciptakan upaya dan penanganan dalam menghadapi dan mencegah kekerasan dalam rumah tangga (KDRT)?

1.Jika Kamu Adalah Korban KDRT
Upaya dan penanganan korban dalam melawan dan memutus rantai kekerasan dalam rumah tangga adalah mengumpulkan bukti-bukti adanya kekerasan yang dialami seperti bukti fisik dimana terdapat luka-luka di tubuh, melaporkan tindakan KDRT kepada pihak berwajib yang menangani kasus tersebut, mencari perlindungan yang aman melalui layanan KDRT, mencari dukungan untuk melawan pelaku KDRT, jangan menyalahi diri sendiri, dan datang ke layanan kesehatan.

2.Upaya Penanganan KDRT Secara Psikologis dan Pedagosis

Terdapat dua pendekatan dalam menangani tindakan kekerasan dalam rumah tangga secara psikologis dan pedagosis, yaitu pertama dinamai pendeketan kuratif dimana para orang tua diberikan pendidikan dalam mendidik dan memperlakukan anak-anaknya secara humanis, memberikan keterampilan tertentu kepada anggota keluarga dalam melaporkan kasus tersebut kepada pihak yang menangani, mendidik anggota keluarga untuk menjaga diri dari perbuatan KDRT, membantu tanpa menyalahkan korban KDRT, melakukan filler terhadap media massa, melakukan pola asuh yang benar, membangun kesadaran anggota keluarga dalam menjauhi KDRT, membekali generasi keluarga selanjutnya untuk menciptakan lingkup keluarga yang harmonis serta aman dari perilaku KDRT, menujukan rasa peduli terhadap sesama, dan mendorong serta menfasilitasi pengembangan masyarakat untuk lebih peduli dan responsif dalam kasus-kasus KDRT
Pendekatan kedua dinamai pendekatan prefentif seperti memberikan sanksi kepada pelaku KDRT secara edukatif, menentukan penanganan yang sesuai dengan kondisi korban serta nilai-nilai yang ditetapkan dalam keluarga, membawa korban KDRT ke dokter atau konselor untuk segera mendapatkan penaganan sejak dini, dan ketegasan pemerintah secara cepat dan tegas dalam menangani kasus KDRT melalui landasan UU dalam PKDRT.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun