Mohon tunggu...
nabila frida
nabila frida Mohon Tunggu... Mahasiswa

Saya suka makeup, masak, dan suka membaca novel

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Dampak Fluktuasi Nilai Tukar Rupiah Akibat Kebijakan Moneter Global terhadap Industri Manufaktur di Jawa Barat

6 Oktober 2025   17:33 Diperbarui: 6 Oktober 2025   17:33 22
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto aerial kawasan industri Jababeka di Cikarang, Jawa Barat. Bisnis/Himawan L Nugraha

Dalam beberapa tahun terakhir, ekonomi dunia diwarnai oleh ketidakpastian akibat perubahan kebijakan moneter global. Ketika bank sentral Amerika Serikat, The Federal Reserve, menaikkan suku bunga acuannya, dampaknya terasa hingga ke berbagai negara, termasuk Indonesia. Salah satu dampak paling nyata adalah fluktuasi nilai tukar rupiah terhadap dolar AS. Bagi Indonesia, terutama di Jawa Barat yang menjadi pusat industri manufaktur nasional, gejolak nilai tukar ini menjadi isu yang serius. Banyak pelaku industri menghadapi tekanan biaya produksi yang meningkat karena ketergantungan terhadap bahan baku impor.

Kebijakan moneter global sering kali memengaruhi stabilitas nilai tukar mata uang negara berkembang. Ketika negara maju memperketat kebijakan moneter melalui kenaikan suku bunga, modal asing cenderung mengalir keluar dari Indonesia. Akibatnya, permintaan terhadap dolar meningkat dan rupiah terdepresiasi.

Pelemahan nilai tukar ini memiliki dua sisi mata uang. Di satu sisi, nilai ekspor dalam rupiah meningkat karena harga barang ekspor menjadi lebih kompetitif di pasar global. Namun di sisi lain, industri manufaktur yang masih bergantung pada impor bahan baku, seperti sektor otomotif, tekstil, dan elektronik, harus menanggung kenaikan biaya produksi yang cukup besar.

Dampak Terhadap Industri Manufaktur Jawa Barat

1. Kenaikan Biaya Produksi
Fluktuasi nilai tukar menyebabkan harga bahan baku impor meningkat. Perusahaan harus mengeluarkan biaya lebih untuk membeli komponen dari luar negeri, sehingga margin keuntungan menurun.

2. Penurunan Daya Saing Ekspor
Meski pelemahan rupiah dapat meningkatkan nilai ekspor, daya saing produk tetap terganggu jika biaya produksi terlalu tinggi. Industri manufaktur di Jawa Barat yang berorientasi ekspor, seperti otomotif dan elektronik, menghadapi dilema antara mempertahankan harga atau menjaga keuntungan.

3. Ketidakpastian Investasi
Investor cenderung menunda ekspansi ketika nilai tukar tidak stabil. Hal ini menyebabkan perlambatan pada pembangunan pabrik baru di kawasan industri seperti Bekasi, Purwakarta, dan Karawang.

4. Dampak Sosial dan Ketenagakerjaan
Beberapa perusahaan melakukan efisiensi, termasuk pengurangan tenaga kerja. Kondisi ini berpotensi meningkatkan pengangguran di kawasan industri yang padat tenaga kerja.

Pemerintah dan Bank Indonesia berupaya menjaga stabilitas nilai tukar melalui berbagai langkah strategis, seperti:

  • Intervensi pasar valuta asing untuk menekan volatilitas rupiah.
  • Pemberian insentif pajak bagi industri berorientasi ekspor.
  • Mendorong penguatan industri hulu agar ketergantungan impor berkurang.
  • Pengembangan teknologi dan digitalisasi produksi untuk meningkatkan efisiensi.

Selain itu, pemerintah daerah di Jawa Barat juga berperan aktif dalam menarik investasi lokal dan asing melalui kebijakan ramah industri serta pengembangan infrastruktur pendukung.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun