Adakalanya duduk dengan orang yang bisa saling memahami dan mendengarkan dengan hati kemudian memberikan feedback disertai empati, jadi momen penuh kesan dan membuat diri merasa yakin kalau masih ada orang yang bisa diajak ngobrol dua arah.Â
Iya, di tengah riuh dan segala sesuatu bergerak lebih cepat. Bahkan obrolan via WhatsApp pun sering menggantung atau malah random kesana-kemari tak bermuara. Ada banyak momen dimana seseorang menahan ketikan karena punya rasa khawatir akan "Dibandingkan tanpa empati".Â
Beberapa orang teman cerita sama saya. "Paling males deh La, kalau lagi cerita susah dan tantangan hidup. Terus yang dengerin dengan enteng bilang "Lah, mendingan elu. Gw nih....." Ucapnya setengah berapi-api.Â
Bener sih ya, saya pun kalau jadi orang yang bercerita akan merasa jengkel hehehe, maklum masih berapi-api semangatnya. Kadang bercerita itu bukan buat nemuin solusi kok. Cuma pengen mengentengkan isi kepala aja dan keriuhan yang ada. Butuh ruang buat di dengarkan tanpa harus banyak feedback nirempati.Â
Masalah sebenernya, mungkin kita belum menemukan teman atau sahabat yang rela mendengarkan dengan hati dan memberikan feedback disertai Empati. Kebanyakan respon natural dan mendadak akan membandingkan dengan luka atau masalah yang lebih parah. Nggak bisa di pungkiri fakta tersebut.Â
Kalau lagi ngobrol asyik kadang emang lupa ngontrol perkataan yang keluar. Apalagi ngobrolnya via chat WA atau DM. Kemungkinan nggak 100% menyimak secara maksimal bisa juga sambil ngerjain kerjaan lain.Â
Makanya, kita harus kasih batasan buat nggak mudah down dan terpengaruh lebih dalam dengan respon yang diberikan oleh orang lain. Bisa jadi teman atau sahabat kita pun sedang mumet dan banyak problem jadi dia enteng merespon sekenanya.Â
Atau memang bukan tipe pendengar atau perespon yang baik. Lebih suka frontal to the point. Intinya sih mesti di kenali dengan baik lagi dan kalau kejadian cerita berujung dibandingkan yaudah stop jangan dilakukan secara berulang. Cukup tahu dan sekali saja berceritanya. Setelah itu lebih baik menulis atau journaling.Â
Self healing terbaik sampai detik ini ya: menulis. Mengeluarkan riuhnya isi kepala, mengurai keresahan dan mendeskripsikan apa yang sedang dilihat serta dialami. Menulis bukan sekadar hobi, dengan kegiatan satu ini bisa bikin diri lebih berkembang.Â
Jadi semangat membaca, belajar memahami isi bacaan, ngobrolin hal-hal berfaedah seperti aneka ide dan lainnya. Belajar memperbaiki tulisan. Memperbanyak kosa kata bahkan diksi.Â
Nggak alergi dengan ngecek KBBI, walau masih jarang. Mau membuka diri dengan perkembangan jaman. Tak ayal di era digitalisasi ini membaca menjadi kegiatan nomor sekian. Sekarang orang lebih mudah untuk scrolling konten video, terutama video pendek.Â
Oleh karena itu, sebagai orang yang hobi menulis. Alangkah baiknya mencari ide segar dan menulis dengan gaya bercerita lebih ngalir dan apa adanya. Jujur saya banyak belajar dari para blogger dengan Niche Foodies & Travelling. Mereka beneran bisa detail mendeskripsikan detail terkait rasa makanan, bentuk makanan. Detail daerah, area dan sejenisnya.Â
Ceritanya lebih natural dan mengalir. Bahkan saya percaya kalau AI belum bisa se-smooth itu. Jujurly saya tidak pernah memanfaatkan AI buat membantu dalam hal membuat tulisan. Rasanya ingin beneran hasil sendiri aja. Sambil berlatih memperbaiki tulisan dari hari ke hari. Iya belajar berproses tanpa ambisi berlebihan.
Base on pengalaman, saya itu nulis di Kompasiana sejak masih kuliah. Tetapi banyak hiatusnya. Nggak telaten, kurang tekun dan nggak konsisten. Penyakit dan kekurangan yang mesti segera di enyahkan dari muka bumi.Â
Baru-baru ini aja mulai rada rajin nulis, baca tulisan sobat kompasiner secara berkala. Lalu kasih reaksi atau sesekali komentar.Â
Sobat kompasiner bisa cek deh, hasil tulisan saya itu sederhana dan kebanyakan berdasarkan pengalaman. Atau diskusi sama teman-teman. Jarang banget saya berani nulis terlalu "data" karena saya paham kemampuan saya dalam hal itu belum mumpuni dan masih perlu berguru.
Iya, dalam satu bulan saya bisa meluangkan waktu buat ikutan zoominar atau kelas apapun yang bisa menambah wawasan dan pengalaman. Nggak pernah lelah menuntut ilmu mulai dari yang gratis hingga berbayar.Â
Bahkan punya beberapa circle dimana bahasan kami ya soal upgrade skill. Bukan apa-apa, hidup di negeri ini emang butuh serba bisa. Namun jangan lupa buat punya spesialisasi. Akan semakin ber-nilai jika punya keahlian dan terus diasah.Â
Kembali ke laptop, ngobrol dua arah. Saling mendengarkan dengan kooperatif dan memberi feedback terbaik menjadikan momen ngobrol makin bermakna.Â
Hal ini harus dilatih dan dibiasakan, bukan untuk menyenangkan oranglain. Melainkan supaya diri sendiri nyaman. Inget lho ya tabur tuai hehehehe. Lalu buat belajar misal kalian belum punya pasangan, inget komunikasi itu nomor satu jika di pernikahan.
Pun di dunia kerja, komunikasi yang tepat dan efektif bisa membantu kita menggapai banyak hal baik. Bukan hanya sekadar pintar, apalagi ngandelin good looking doang hehehe.Â
Intinya bisa berkomunikasi dengan tepat dan pandai menempatkan diri serta kasih feedback terbaik membuat diri kamu jauh lebih bernilai.Â
Selain dari pada komunikasi dua arah saat mengobrol. Saya mau sedikit menyentil ketika mau kasih komentar di tulisan atau postingan seseorang.Â
Hayoooo, hahahha. Jujur saya tuh orangnya nggak rajin kasih komentar. Kenapa? Karena saya butuh membaca lebih fokus dan memahami maksud dari si penulis baru saya berani berkomentar. Bahkan saat mau komentar di konten yang kurang saya pahami, akan saya cari beberapa referensi berkaitan sehingga saya jadi paham.
Effort amat? Yes, harus dong. Soalnya nulis atau buat konten pun penuh usaha dan kesungguhan. Jadi sebagai bentuk apresiasi nyata, saya harus kasih komentar yang nyambung dan tidak membuat penulis tersinggung.Â
Saya selalu menganggap setiap tulisan itu adalah karya dari penulisnya. Patut dihargai dan di apresiasi.Â
Pengalaman saya blog walking dengan blogger TDL. Beberapa blogger menuliskan note di dekat kolom komentar *Tolong tidak meninggalkan link hidup dan berkomentar secara sopan, ingat jejak digital itu abadi. Nah, warning ini menjadi pengingat buat saya.Â
Ternyata berkomentar pun nggak boleh asal apalagi spaming. Kalau sudah punya respect sama karya orang lain, saya yakin banget karya kamu pun akan di hargai sedemikian baik oleh orang lain.Â
Pun saat ngobrol, nggak ada salahnya lho simak dengan baik. Lalu kasih respon yang nyambung dan hilangkan kebiasaan membandingkan karena akan membuat obrolan jadi kurang nyaman.Â
Belajar respect dari sekarang, untuk esok yang lebih baik. Berlaku dalam semua apek kehidupan. Sebagai mahluk sosial kita butuh oranglain nggak bisa hidup sendirian selamanya.Â
Kalau nggak mau punya sahabat atau teman baik, cobalah untuk memperbaiki cara mu: mendengarkan, merespon dan berkomentar. Semua hal ini basic banget dan bisa kalian pertajam lagi ya.Â
Misal butuh waktu berlatih, latihan saja dulu. Nanti kalau sudah merasa bisa coba perlahan terapkan. Terima kasih sobat kompasiner sudah meluangkan waktu buat membaca tulisan sederhana ini. Sehat dan bahagia selalu.Â
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI