Mohon tunggu...
Lala_mynotetrip
Lala_mynotetrip Mohon Tunggu... Lainnya - Terus berupaya menjadi diri sendiri

Blogger pemula|menyukai petualangan sederhana|penulis amatir|S.kom |pecandu buku|Sosial Media creative|Ide itu mahal|yuk menulis|doakan mau terbitin novel

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Wanita Tanpa Tangis

12 November 2019   12:59 Diperbarui: 12 November 2019   13:14 8
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Wanita Tanpa Tangis...

Masih ingat betul saat kamu meminta ku kepada Bapak. Mulanya bapak sempat menolak, dengan alasan yang amat logis. Aku saat itu berusaha meyakinkan bahwa kamu bisa menjaga ku. Kamu datang kedua kalinya membawa rombongan keluarga, menyampaikan maksud dan niatan yang baik. Disambut baik oleh Bapak dan keluargaku, jadilah Bapak menunjuk tanggal untuk akad. 

Kita berdua sepakat mengarungi bahtera rumah tangga, kita mencoba menerima lebih dan kurang. Serta belajar memahami. Usai akad, aku wanita harus ikut kemana pun suami melangkah. Kita putuskan pindah dan tinggal dengan ibu dan adikmu. 

Aku kini menjadi seorang perantau di tempat baru, di adat-istiadat baru. Aku mencoba memahami dan mencoba berbaur. Diterima, adalah hal yang paling didamkan saat itu. Jutaan rasa rindu kepada Ibu, bapak dan keluarga ku tentu hanya bisa kutahan dihati dan doa saja. Terutama saat Ibu mengantarku dan menitipkan ku ke keluarga baru, "jadilah menantu dan istri yang baik nak..bangunlah surgamu" ujar ibu sambul memalingkan mata, ia pasti haru. Aku pun tak kalah sedih saat itu. Aku coba berusaha diterima, kemudian aku kurangi pertemuan-pertemuan dengan sanak-saudara dan teman-teman. Saat ini fokusku pekerjaan rumah, pekerjaan kantor dan mendekatkan diri ini dengan keluarga baru.

Kini si cengeng (julukan bapak) hampir sulit dan malu menangis di umum, hanya mampu menumpahkan segala sedih didalam sujud setiap kali menghadap sang khalik. Tumpahkan segala perih, keluh, asa.. oooo ternyata begini, merantau dikeluarga baru dan setiap kali akan pulang rumah keluarga masih tetap menjadi tempat terbaik. Senyum merekah ibu, wajah tegas bapak, masakan khas ibu dan nasehat serta wejangannya. 

Lelaki, jangan lupa...ada banyak perjuangan yang mesti dilalui wanita, meninggalkan keluarga tercinta dan rela ikut kemanapun kamu pergi. Jangan hanya karena kesalahan kata serta sikapnya kau kasar bahkan menumpahkan amarah kepada dia. Tahanlah tangan mu, tahan lah emosimu. Meluruskan tulang yang bengkok dengan cara kasar hanya akan membuatnya patah, beritahu dengan sabar. Meski kadang masalah datang membuat mu hilang sabar. Setiap diri pasti memiliki beban pikiran, tapi tidak layak kau tumpahkan pada wanita yang bersedia menemani mu dalam suka dan duka. 

Wanita, ia berusaha terlihat tegar dan mampu mengerjakan semua hal tanpa kenal lelah. Meski kadang lelah membuatnya mudah marah-marah atau cerewet, itu manusiawi. Ia juga punya keterbatasan, bukan seorang bidadari yang sempurna. 

Hargailah apapun yang kita miliki, gengam dengan baik dan peluklah ketika kesal menjelma bak petir menggelegar. Kata-kasar hanya akan membuatnya membatin dan sulit tersembuhkan, meski katanya dia bilang "aku maafkan" namun direlung hatinya masih terekam jelas bagaimana kata-kasar itu tersimpan dan terbuka lagi saat kau mengulangi kekasaran tersebut.

Hargai dan sayangi ia selayaknya kamu menyayangi ibumu, atau adik mu. Karena dia pun kini menjadi bagian vital darimu. Ia bersedia menutupi aib-aib mu, menahan amarah dan sedih yang membuncah. Imbangilah dengan kasih-sayang yang tak berbatas, seperti kasih ayah pada anak wanita nya. 

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun