Mohon tunggu...
Muhammad Wislan Arif
Muhammad Wislan Arif Mohon Tunggu... profesional -

Hobi membaca, menulis dan traveling. Membanggakan Sejarah Bangsa. Mengembangkan Kesadaran Nasional untuk Kejayaan Republik Indonesia, di mana Anak-Cucu-Cicit-Canggah hidup bersama dalam Negara yang Adil dan Makmur --- Tata Tentram Kerta Raharja, Gemah Ripah Loh Jinawi. Merdeka !

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Sex-Machine, Epilog Ke-empat: Spa, Therapi Seksual, dan Kesejahteraan [Mini Cerpen-57]

31 Oktober 2010   05:05 Diperbarui: 26 Juni 2015   11:57 4492
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

[caption id="attachment_309198" align="aligncenter" width="298" caption="Nasib baik timbul dari sikap hudup yang Optimis. Sumber Daya Manusia harus mengandalkan Kecerdasan, agar menjadi Keunggulan dalam hidupnya."][/caption] Ningsih merasa tentram sekali --- ia selalu bersyukur. Kini ia ingin mewujudkan perusahaan impiannya. Salon Kecantikan, perawatan seksual, gangguan kejiwaan seksual, hambatan aktual kejantanan dan kewanitaan ---- O, ia adalah wanita yang sangat cerdas, karena banyak pengalaman dan rajin membaca. Ia memuaskan ke-inginan tahuan-nya dengan membaca dan berbincang menyelidiki.

Mas Gondo sedang memotong rambut di Salon mewah itu --- Ningsih sedang dirawat tubuhnya oleh Rettina Ambarwati, peramu di situ.

“Ret, datanglah hari Senin ke rumahku --- kita diskusikan topik yang kita bicarakan tadi”

“Apakah tenaga eks Madura --- Tante Lilik sekali diajak ?”

“Dia keakhlianya apa ?  Yang terutama.”

“Ia akhli vaginal bu --- dari ramuan, perawatan dan gurah vagina mutakhir “

“Kita berdua saja dulu --- saya juga ingin mendiskusikan sisi manajemen-nya. Setelah kita memperoleh gambaran luasnya pasar, organisasi dan baru lantas rekruitmen. Ia bekerja di mana saat ini “

“ Di Surabaya bu”.

Ningsih telah bulat tekadnya, sebelum tammat studinya --- setelah pernikahannya. Awal Januari 2011 ia akan membuka usaha impiannya. Ia tidak membicarakan detail usahanya ini pada ibu Helge --- ia hanya melaporkan saja. Ia tidak meminta tambahan modal pada calon kakak iparnya itu.. Ia ingin mandiri menyongsong kehidupan dan masa depannya dengan mas Gondo.  Uang bulanan untuk living  cost mereka diberi ibu Helge Rp. 30 juta sebulan, selain gaji Ningsih yang kini telah mencapai Rp. 10 juta sebulan --- ia selalu berhemat dengan gajinya, hampir semuanya ditabungnya. Sedang dari living cost, ia tidak perlu memulangkan sisa penggunaannya. Jadi rumah tangga mereka sebenarnya telah dikelola Ningsih selama ini dengan otonom.

“ Dik Retti, tidak perlu langsung keluar dari perusahaan sekarang --- anda saya anggap saja sebagai konsultan yang berpengalaman dalam usaha spa.  Saya tidak mau terkesan sebagai “pembajak tenaga ahli. “

“Bu, saya bekerja di tempat itu sudah tiga tahun bu --- saya ingin kemajuan, bila memberi tantangan dan gaji yang lebih baik saya pikir, itu hak saya untuk menentukan di mana saya harus bekerja.”  Ningsih hanya berdiam diri mendengarkan.

“Ibu telah mempelajari bagaimana menjalankan usaha ini.  Lokasi, desain, dekorasi, kenyaman, privasi, dan hospitality --- kuncinya bu.  Saya pikir ibu seorang yang berpengalaman dan berpendidikan. Tentu ibu lebih lihai meramu aspek-aspek itu“  Ningsih hanya mendengarkan.

“Bu, terutama yang menyangkut sex-therapy --- kerahasiaan yang perlu terjamin.  Masalah seksual pribadi atau keluarga --- sangat sensitif. Saya ada ide bu, kita melayani konsultasi dan perawatan di tempat client --- entah di rumahnya, di hotel yang ditentukannya atau di mana saja “   Ningsih mendengarkan dan membelalak-kan matanya.

“Ret, ibu tidak mau perusahaan kita terkesan prostitusi tersembunyi lho !”

“Oh, enggak bu --- kita , pegawai kita harus terlatih dan disiplin.  Pelayanan kita tidak boleh oleh seorang peramu saja --- kita harus bekerja dalam tim yang dapat saling mengkontrol”.

“Okay, tim kita harus diberi pelatihan etika dan mengerti visi dan misi usaha kita --- untuk kesehatan dan kesejahteraan pribadi dan keluarga”.

Kemudian kedua wanita itu berbincang luas permasalahan dan manajemen usaha yang akan didirikan.  Serius sekali dan terkadang dibumbui dengan cekikikan dan tertawa yang berderai.  Habis, soal-soal seks kan merangsang indrawi dan intuisi.

“Bu, kalau kita berhasil menimbulkan kesan, perusahaan kita bisa menyimpan rahasia pribadi --- saya yakin bu. Usaha ibu mengkombinasikan terapi psikologis dan kedokteran yang disediakan akan merebut pasar bu.  Yang penting kerahasiaan, coba bu --- usaha sex-toys teman saya si Akiat --- luar biasa bu, banyak konsumen itu tidak mau, malu dan takut-takut menyunjungi kios kecilnya di Buncit --- tetapi setelah ia menawarkan pesanan on call, on line, diantar ke tempat dan penuh kerahasiaan ……………wah omzetnya meledak !”

“Dia jual apa saja ?”

“Yang perlu diwaspadai itu bu yang bersifat obat-obatan --- banyak tidak terdaftar, dan tentunya bisa sangat membahayakan konsumen --- kalau sex-toys, barang yang tergantung pribadi masing-masing bu “.

“Ya, saya ada mendapat cerita dari teman kuliah saya, suatu saat seorang tante-tante, ibu-ibulah --- pada hal ia bersuami.  Sewaktu ia telah meninggal --- memang ia tidak mempunyai anak ya.  Ternyata pihak keluarga yang akan memeriksa lemari  pribadinya, selain barang milik pribadi yang umum, ya, itu tadi . Apa yang diketemukan ---- itu tadi sex-toys……….”

“Umur berapa ia bu”

“Wah, saya tidak detail menanyakan --- orang bercerita ramai-ramai sih.  Teman-mu itu menjual berupa apa saja ?”

“Sex-toys bu ?  Ia pernah menunjukkan catalogusnya --- macam-macamlah bu.  Seperti yang dilihat di film-film biru itu.  Ibu pernah memakainya ?“.  Ningsih tersenyum saja (Ia terbayang sex-machine, bukan sex-toys).

“Kamu ?”  Retty tertawa terbahak-bahak --- ia seorang janda berumur 27 tahun yang enerjik, sehat dan pintar.  Wajahnya memerah.

“Ibu ?’  Ningsih menceritakan ia selalu menggunakan vibrator untuk merangsang saraf dan otot mas Gondo --- sangat efektif untuk dikombinasikannya dengan sentuhan jari dan cubitan.  Suatu ketika ia mencoba alat itu pada bagian-bagian tubuhnya. Memang efektif untuk sebagai alat bantu perawatan tubuh.  Termasuk seksual.

“Bagaimana ibu belum mencoba dildo ?”  Ningsih menggelengkan kepalanya, dengan tersenyum ia membayangkan alat itu --- ya penis-penisan.

“Perempuan punya, ibu pernah melihatnya ? Saya belum bu”

Selanjutnya mereka melakukan brain-storming tentang jenis pelayanan  pengobatan organ seks.  Ada beberapa opsi yang lucu-lucu dan aneh-aneh.  Dari memperbesar dan memanjangkan penis dan operasi  vagina. Termasuk yang tradisional ala Pelabuhan Ratu atau Rengas Dengklok, macam-macamlah praktek seks terapinya.

“Operasi vagina banyak dilakukan bu”

“Wah, kita tidak usah sampai-sampai ke situ-lah --- kita hanya memberikan pertimbangan, konsultasi untuk selanjutnya biar client memilih alternatif, penyelesaiannya dari para specialist. --- ramuan herbal untuk para wanita pun harus yang telah teruji  dan rasional.”

“Tongkat nikmat bagaimana bu ?’

“Sepanjang ia tidak malah  merusak atau ada efek sampingnya --- kita pastikan dulu dengan para dokter kita.  Bantuan psikologis dan kedokteran  adalah misi kita”

Ningsih mendengar panggilan mas Gondo --- Rettina pamit.  Mereka akan berjumpa lagi di luar jam kerja Rettina.

Memang unik mas Gondo, selalu terbit libido di siang hari --- Ningsih mempunyai trik untuk mengakali hal itu. Ia telah mempunyai banyak trik dan tips yang telah dikumpulkannya.  Konon Ningsih akan menerbitkan karya tulis itu nanti menjelang hari perkawinan-nya.  Wow.

Setelah mereka bergelut dan tertawa terbahak-bahak di ranjang.  . Ningsih memeluk dan mengelus wajah dan tubuh-nya --- mas Gondo dimandikan lebih dahulu, untuk kemudian mereka bersantap siang.

Ada cara Ningsih menceritakan bahwa mereka harus menunda coitus sampai pernikahan mereka sebulan lagi.  Memang terkadang berahi Ningsih juga bergelora, ia tidak pernah merasakan dorongan nafsu berahi begitu tinggi dalam membayangkan “coitus pertama setelah pernikahan”. Baru sekarang-karang ini.

Ia membisikan ke telinga mas Gondo, “ tunggu sebulan lagi, malam pertama kita ya sayangku !”   ia menggigit dan menghisap telinga mas Gondo ---- mas Gondo menggelinjang dan kemudian kembali memagut bibir Ningsih.  Tampaknya kehidupan mereka wajar saja, seperti pasangan  manusia  lainnya. Ningsih tersenyum di umurnya yang medio 30-an, ia menjadi wanita yang mulai bangkit dalam optimisme yang menggelora.

Sementara mas Gondo mendengarkan musik --- Ningsih mengetik tambahan catatan dalam laptopnya.  File --- Salon, Spa dan Terapi Seks……….

(bersambung)

http://fiksi.kompasiana.com/group/prosa/2010/09/25/sex-machine-ini-nalog-nya-mini-cerpen-%e2%80%93-52/

http://kesehatan.kompasiana.com/group/seksologi/2010/09/24/sex-machine-sebuah-prolog-mini-cerpen-%e2%80%93-51/

http://kesehatan.kompasiana.com/group/seksologi/2010/09/27/sex-machine-epilog-satu-mini-cerpen-53/

http://kesehatan.kompasiana.com/group/seksologi/2010/10/03/sex-machine-epilog-ke-dua-tentang-hari-depan-mini-cerpen-53/

http://fiksi.kompasiana.com/group/prosa/2010/10/17/sex-machine-epilog-ke-tiga-nikahi-mini-cerpen-%e2%80%93-56/

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun