Mohon tunggu...
Muhammad Wislan Arif
Muhammad Wislan Arif Mohon Tunggu... profesional -

Hobi membaca, menulis dan traveling. Membanggakan Sejarah Bangsa. Mengembangkan Kesadaran Nasional untuk Kejayaan Republik Indonesia, di mana Anak-Cucu-Cicit-Canggah hidup bersama dalam Negara yang Adil dan Makmur --- Tata Tentram Kerta Raharja, Gemah Ripah Loh Jinawi. Merdeka !

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Serial Fabel Trio Hewan (2-3): Beruang Jadi Konglomerat

10 Desember 2009   01:42 Diperbarui: 26 Juni 2015   19:00 376
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

      Boy Poker-lah yang sebenarnya mempunyai hobi yang berhubungan dengan hewan---tetapi akhirnya istrinya Entin juga jadi senang. Cuma kalau suaminya berburu, ia tidak pernah menyertai. Boy Poker, hidupnya seperti keahliannya bermain poker, kiu-kiu, kim  atau rolet. Dia suka---berbuat nekad dalam memburu uang. Dalam kasus BLBI, Bantuan Likuiditas Bank Indonesia, ia terlibat juga---langsung tidak langsung ! Memburu uang dimulainya dari main cek kosong di Pasar Pagi….. terakhir itu tadi dia main di bank, yang mendapat bantuan likuiditas---sebelum bank-nya kolaps, dia pasang Commercial Paper di situ, dia juga punya saham di bank itu, dari situ ia dapat pula kredit yang bunganya, jatuhnya lebih murah.  Belakangan dia untung lagi dari beli aset murah bank-bank-bank-rut itu. Itu-itu lagi, main-main ciluk-ba, dapat aset murah. Ah- memang nasibnya untung melulu.

    

      Otak-nya seperti mau hancur, dia harus bayar itu mahal sekali----sepuluh tahun ini ia seperti cukong saja, para pejabat yang masih dinas atau pun yang telah pensiun menjadikan ia “sapi perahan”. Mau ngawini mel, mau tukar mobil “ngajak berunding”, mau beli rumah “minta tambahin”. Tapi lebih baiklah dari pada di-kait-kaitkan terus.

Berkawan dengan pejabat---makan hati dia; hanya berkawan dengan binatang yang mengerti bersahabat, ia tentram. Kadang-kadang dia pikir, betul “homo homini lupus”. Memang manusia banyak berjiwa binatang, berhati binatang, tidak mempunyai hati nurani manusia. Anjing chow-chow-nya, kelakuannya halus melebihi anak buah pejabat yang turut-turutan ngompas.  Jer basuki mawa bea, pikirnya. Los !

 

     Akhirnya Boy meninggal pada usia 48, mati muda ia---sebagai orang sukses, yang dulunya berdagang di Pasir Pagi kemudian setelah main di Mangga Dua, dia sukses impor tekstil India---jadi bankir. Dan jadi obyek perasan kiri kanan. Mati dia.  Tinggal istrinya,Entin, 51 tahun. Memang mereka kawin, dengan Entin lebih tua. Dia meninggalkan harta dan perusahaan bagi Entin. Juga mewariskan hewan yang dipeliharanya, berpasang-pasangan . Boy Poker senang menonton hewan-nya  bercumbu dan kawin. Termasuk penyakit, enggak itu ya ? Semua hewan itu ada ijin pemeliharaannya. Alasannya penangkaran.

 

    Setelah beruang jantannya mati---sebagai wanita jetset, pantang menjual barang pribadi---- sepasang kudanya dihadiahkan kepada pejabat penggemar kuda, Chow-chow diberikan pada Bu Wanto, pasangan Gnu dari Afrika diberikan kepada Jegger kaya, yang menguasai wilayahnya. Dua kuda poni yang jarang kawin diberikan pada Camat.  Kasihan Loli, janda beruang,  tidak ada pasangannya---tetapi anehnya, ia juga binatang yang tahu perasaan manusia. Pikir Entin, biarlah sama-sama janda di rumahnya yang mewah di pinggir situ di daerah Ciputat. Toh, Loli sangat mengerti perasaan dirinya. Aneh !   Bulu Loli yang kasar dirasakan Entin seperti alat refleksi kalau ia mengelus Loli dengan kakinya yang mulus. Biar mukanya seperti anjing, tetapi ia bisa membuat sorot matanya teduh.  Menentramkan hati Entin kalau sedang galau.  Bahkan bila ia mabok alkohol, dengan penuh perhatian  si Loli bisa menylimuti dirinya. Memang hampir tiap malam Entin mabok--- entah ringan entah berat, terlelap di karpet atau sofanya !

 

    Loli hewan yang mempunyai naluri melebihi manusia. Kalau ada pesta jetset di rumah Entin---begitu bubar. Dia tidak pernah mau berebut sisa makanan dengan pelayan dan para laden di situ.  Dia tidak akan makan sebelum semua pembantu disitu kenyang dan pulang membawa bagian berkat masing-masing. Setelah mereka puas, barulah Loli makan di dekat tangga verandah yang memang disediakan untuknya di atas nampan. Semula tidak seorang pun memperhatikan “attitude’-nya itu.  Itu mengagumkan hati Entin.  Dia mendapatkan pelajaran dari sikap itu.        Kalau kaum jetset, tamu Entin hanya mengetahui dan kagum, dengan sikap sirkusnya saja. Yakni  “sikap hormat”  di dekat tangga masuk atau pun  lambaian tangan dan anggukan kepala saat pamit pulang.  Dasar bebal---mereka hanya tahu, jabatan-uang-jabatan-uang-pangkat-uang-pangkat-uang.  Mereka rata-rata bebal untuk melihat hakekat alam, ekosistem dalam alam, dan menghormati alam---apalagi nurani yang peka melihat sesama manusia. Mereka tidak mengerti “penderitaan” sih.

 

    Memang Entin pantas sepi---ia tidak mempunyai anak,  Walaupun ia masih pantas menikah, tetapi ia sudah menentukan sikap tidak akan menikah lagi.  Banyak anak keponakan yang diurus dan dibelanjai sekolah dan kuliahnya, tetapi apa salah didik atau bagaimana, ia tidak mengerti. Mengapa setelah mereka tammat atau menikah jarang mengunjunginya, atau bahkan  ada yang tidak pernah nongol.    Hanya dengan Loli sang beruang ia mempunyai kontak batin dan sambung rasa secara “instinct” .   Aneh !

 

    Loli selalu membatin di hatinya.  Mengapa manusia memeliharanya, memberi makan, dan menyenangi polahnya, tetapi tidak mengerti nalurinya yang ingin merdeka di alamnya yang berhutan belukar. membiarkan ia mencari sendiri makanannya, biarlah ia mengikuti alam dengan nalurinya.  Di tengah-tengah manusia nalurinya jadi bebal, seperti juga manusia yang hidup tak berbudaya hati nurani, pasti menjadi bebal. Pikir sang Beruang.  Malam-malam  terkadang dia melolong kesepian di kandangnya di bawah tangga. Ia kesepian.

 

    Malam ini ia kembali melolong---kangen, ia lagi masa berahi.  Baru kali ini Entin mendengar lolongan Loli---karena ia biasa pulang terlalu larut. Hhhhuuuuuuuuuuuuuuu  Ogh—Ogh, oooogh.  Waktu itu Entin sedang mandi berendam air hangat suam-suam.  Bau parfum foam memenuhi kamar mandinya yang luas.  Ia sedang menggosok semua sudut tubuhnya yang manja.  Daun telinga, semua sela-sela lipatan daun telinga.  Di belakang lutut, dan di sela-sela pahanya.  Dia angkat lututnya untuk menggosoki sela-sela jari. Dia bangun dari bath tub---mengambil busa bertangkai untuk menggosok  bagian belakang tubuhnya.  Ia melihat  anthurium oranye di latar belakang  kamar mandinya. Juga ada tumbuhan merambat disana.      Hhhhuuuuuuuuuuuuuuuuuuuu Ogh---Ogh, oooogh.  Lenguh Loli kembali.  Jarang ia mendengar lenguhan si Loli.   Apa gerangan ?  Entin mengulurkan lehernya dari taman kamar mandinya ke arah taman luar. Tidak ada si Loli terlihat.   Dibalutnya tubuhnya dengan anduk, ia menuruni tangga.

 

    Di bawah lampu teras mata mereka saling beradu.  Ada cahaya merah jingga memancar di kedua pupil mata beruang itu. Kepalanya mengangguk-angguk .  ia  menggeserkan pantat-ekornya di lantai.  Hhhhuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuu Ogh---Ogh, oooogh.

Lolongnya dengan melenguh.  Berdiri bulu roma Entin,  ia mengerti  Loli sedang berahi, membutuhkan pasangan.

 

    Pagi-pagi Entin menelpon dua orang notarisnya, agar membuat adendum surat wasiat. Surat wasiat yang pertama, yang telah dibuat memuat testamen, bahwa separoh harta peninggalannya disumbangkan kepada Kebon Binatang Kota, separoh lagi untuk mengurus Loli sampai beruang itu mati.  Adendumnya menyangkut tanggungan untuk pasangan Loli yang juga memdapat fasilitas yang sama. Entin lega, menyelimuti tubuhnya dengan selimut wool.  terbang dalam perjalanan ke Cina untuk cangkok ginjal. Di luar angkasa gelap bewarna biru malam.  Si Loli mengerti sahabatnya telah menyediakan pasangan untuknya,  beruang gagah itu masih dalam kandang pengiriman. Konon kandang besar untuk mereka berdua akan segera dibangun.  Alangkah romantisnya !

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun