Mohon tunggu...
Muhammad Wislan Arif
Muhammad Wislan Arif Mohon Tunggu... profesional -

Hobi membaca, menulis dan traveling. Membanggakan Sejarah Bangsa. Mengembangkan Kesadaran Nasional untuk Kejayaan Republik Indonesia, di mana Anak-Cucu-Cicit-Canggah hidup bersama dalam Negara yang Adil dan Makmur --- Tata Tentram Kerta Raharja, Gemah Ripah Loh Jinawi. Merdeka !

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Meja No. 18 dan 19--- Janin yang Mencemaskan (Cermin -71)

5 November 2012   22:42 Diperbarui: 24 Juni 2015   21:55 226
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1352154961226358754

[caption id="attachment_214871" align="aligncenter" width="473" caption="Grafis MWA --- Cermin 71"][/caption]

 

(1)

 

Dari Lobby menuju Coffee Shop, masih lengang --- Budiaji sedikit merasa kikuk. Ia memandang lepas ke arah Counter-counter makanan  yang berderet , lantas ke arah Mini Market. Ada juga macam-macam kios dan kantor travel di sana.

 

Ia baru sampai dari Bengkulu --- akan menemui Jeng Savoy, isterinya.

(2)

Ia meneguk cincau dari kalengnya yang dingin --- 25 menit lagi jam istirahat. Ia memikirkan janin dalam kandungan Savoy, sudah berumur 13 pekan.

 

Ini masalah, ia bertugas di Bengkulu --- menjadi penyuluh pertanian. Sementara Savoy isterinya bersekeras tetap di Jakarta akan meneruskan kariernya di Bisnis Properti. Sehingga mereka suami-istri yang jarang bertemu.

 

Perkawinan mereka hasil perjodohan antar 2 keluarga yang bersahabat --- keluarga Kolopaking dengan keluarga Katamsi yang membesarkan dan menyekolahkan dirinya.

 

(3)

Walaupun dijadohkan mereka melalui proses berpacaran yang cukup lama --- itu tadi masalahnya, berpacaran jarak jauh.

 

Ia senang dengan kepribadian Savoy yang lincah, ramah, cerdas, dan ia juga gadis cantik pula.

 

(4)

Kunjungannya ke Jakarta kali ini ingin melihat perkembangan kehamilan Savoy --- ia mengalami kecemasan sebagai calon ayah. Ia ingin sekali segera mengetahui jenis kelamin janin itu.

 

Ia tidak mempersoalkan apakah  akan mendapat bayi perempuan atau lelaki --- yang penting ia lahir sehat dan sempurna.

 

Savoy belum bisa turun --- ia sedang menuntaskan deal dengan seorang clientnya. Ada 2-3 kali Budiaji  berhubungan telepon.

 

Sementara itu meja no. 18 dan 19 di seberang mejanya, digabung oleh sekelompok karyawan-karyawan muda --- itu tampaknya kelompok karyawan muda yang penuh keceriaan, penuh tawa dan canda.

 

“Ekskutif muda !”. kata hati Budiaji. Memang tampak mereka kelompok anak muda yang optimis, mungkin penuh positive-thinking pula.

 

(5)

Kini . Setelah mereka selesai menyantap makan siang. Riuh dan santai.

 

Ia melihat ke arah anak-anak muda Jakarta itu dengan masgul. Mereka lelaki dan perempuan yang perokok dengan   seenaknya tertawa ria, menghembuskan asap rokoknya.

Mengepul-ngepul.

 

Kabut rokok itu mencemaskan Budiaji --- ia tidak bisa menebak apakah di antara mereka ada yang sedang berpacaran --- atau suami atau istri orang,

 

Yang perempuan-perempuan, ia lirik ada 6 orang --- cantik-cantik, apakah ada di antara mereka yang sedang hamil muda ?  Pikirnya.

 

Puntung rokok ada yang dipenyetkan di piring, oh, ada pula yang diinjak di lantai.

(Budiaji bergidik melihat kelakuan anak-anak muda perokok itu --- sayang benar gedung menara yang mahal ini ………. Pikirnya)

 

Ia mengawasi mereka, ada beberapa di dalam kelompok itu sambung menyambung rokoknya.

 

Asap mengepul atau dihembuskan deras --- membawa kecemasan di dalam hati Budiaji. Ia kuatir sekali janji Savoy untuk memberhentikan kebiasaan merokoknya --- akan gagal atau malah ia berbohong terus.

 

Masing-masing mereka mengemasi kotak rokok masing-masing --- ke saku  atau ke

 dalam tas tangan mereka.

 

Aksi sekali. Kalau ruangan itu tidak luas dan tinggi, mungkin ia akan mencium dan menghirup lebih banyak asap rokok.

 

Nasib  perokok pasif yang mengerikan !

 

(6)

“Mengapa murung ?”  Tiba-tiba saja  Savoy telah berada di sisi kursinya, Budiaji terkejut dengan suara Savoy --- ia sedikit malu di dalam hati, mengapa body-languagenya kentara menggambarkan orang yang cemas.

 

Sekilas ia melihat Savoy mengelus perutnya, mungkin hanya gerakan reflek --- ia cantik sekali dengan jurok terusan semu putih dengan nuansa bunga dan ornament kecil-kecil ungu.

 

Perutnya belum nampak membuncit.

 

Lantas ia mengambil tempat di hadapan Budiaji --- dan Budiaji melihat ada sesuatu yang menonjol di saku sweater Savoy.

 

Budiajii kecewa dan wajahnya tampak tambah semu murung.

 

(7)

“Kamu masih merokok ?  Hentikanlah demi janinmu, anak kita”

“Sudaaaah --- ayo memilih makan siang dulu”

“Aku kecewa dengan jawabanmu --- jawab, apakah kamu masih merokok ?”

“Ya !” Jawab Savoy tanpa memandang Budiaji, ia lantas memberi aba-aba agar mengikutinya menuju counter makanan Thai.

 

(8)

Budiaji bingung tidak mendapatkan cara untuk melanjutkan komunikasi --- ia memang lelaki lemah, peragu, introvert, kini ia telah berumur 41 tahun.

 

Dengan gontai dan penuh kecemasan ia menyusul ke  arah isterinya…………………. 

 

[MWA] (Cermin Haiku -71)

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun