Mohon tunggu...
Muhammad Wislan Arif
Muhammad Wislan Arif Mohon Tunggu... profesional -

Hobi membaca, menulis dan traveling. Membanggakan Sejarah Bangsa. Mengembangkan Kesadaran Nasional untuk Kejayaan Republik Indonesia, di mana Anak-Cucu-Cicit-Canggah hidup bersama dalam Negara yang Adil dan Makmur --- Tata Tentram Kerta Raharja, Gemah Ripah Loh Jinawi. Merdeka !

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Engku (Cermin -54)

30 Juli 2012   12:37 Diperbarui: 25 Juni 2015   02:26 652
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1343650583898689078

(1)

“Engku”, selalu kudengar panggilan mesra itu --- panggilan Wak Upik kepada suaminya. Dalam keluarga kami atau katakanlah di mana pun di luar sana tidak pernah aku memdengar panggilan “engku” seorang istri kepada suaminya.

Baru beberapa tahun kemudian, kutemukan pula satu-satu lainnya di dalam keluargaku di Perkebunan Sumatra Timur.

Kata-kata ‘engku’ itu selalu mengusikku --- tetapi tidak pernah kuselidiki, dengan cara apapun. Cuma kalau aku terkenang pada kedua wak-ku suami istri, kiranya panggilan mesra itu kembali mengusik pikiranku.

(2)

Rasanya pernah aku membaca dalam literatur Pujangga Lama, ada panggilan itu …………….”Ya engku, aku mengerti sekarang”, begitulah jawab Sang murid itu kepada Gurunya.

Dialog murid  memanggil gurunya dengan ‘Engku’, dalam benak saya selalu menunjukkan sikap hormat yang santun dari seorang murid kepada gurunya --- sikap kedekatan yang melebihi ‘sikap siswa sekarang dengan bapak atau ibu guru-nya’ --- lantas jaman dulu (walaupun jarang sekali terdapat guru perempuan, apa panggilannya ? ‘Cik-kah?’ )

 

Guru perempuan pertama di Sumatera Timur tahun 1923  (?) adalah : Mariani Lubis, putri Kepala Stasiun Kereta Api Pangkalan Brandan, Bariun Lubis.

Mariani  memulai profesi sebagai guru di kota Tanjung Balai Asahan. Apa panggilan murid-murid kepadanya ?

Malaysia menggunakan panggilan ‘Cik Gu’ sampai saat ini (mungkin untuk guru pria, dipanggil Encik Gu).

(3)

Kembali kepada pasangan ‘wak’ tadi --- wak lelaki itu, yang kami panggil Wak Zainuddin adalah Kepala SKP di Langsa (ataukah Lho Seumawe ? --- Sekolah Kepandaian Putri). Dialah suami yang dipanggil Wak Upik istrinya, dengan panggilan “engku”.

Mungkin panggilan wak Upik kepada suaminya itu,’engku’ --- karena suaminya itu seorang guru, seorang lelaki yang harus dihormatinya.

 

Memang tidak pernah aku mendengar atau mengetahui istri memanggil suaminya dengan engku --- di kalangan keluarga, kecuali Wak Upik, sampai beberapa tahun kemudian.

Jauh setelah wak Upik yang tinggal di Aceh sana --- tiba-tiba sekonyong-konyong di tahun 1951 --- aku bersama ibu berkunjung hari raya ke rumah sepupu ibu di perkebunan Bandar Oli --- aku terkesima makcik Leha, sepupu ibu itu, terdengar dan membahasakan suaminya : engku !

 

Makcik Leha sebelumnya adalah seorang janda kembang yang sangat cantik, ia kemudian dipersunting seorang duda berpangkat di Perkebunan --- jaman itu masih jarang Orang Indonesia yang bisa mencapai pangkat Asisten Kebun.

Entah inisiatif siapa yang menganjurkan Makcik Leha agar ia memanggil suaminya : engku.

 

Oh, pasangan Wak Zainuddin dan Wak Upik, maupun Makcik Leha dengan Pakcik Ismailtelah lama dikabarkan berpulang ke Rakhmattullah, tetapi panggilan istri kepada suami mereka‘engku’ --- sungguh terkesan mesra, santun dan terhormat, bahkan sampai kini bagiku.

Sungguh mengesankan !

 

[caption id="attachment_197205" align="aligncenter" width="473" caption="Grafis MWA-Cermin 54"][/caption]

(4)

Dari Kamus Bahasa Indonesia Lengkap, Penerbit Apollo Surabaya, 1997. …. engku (n) sebutan bagi keluarga istana.

 

Kita buka website Pusat Bahasa, Departemen Pendidikan Nasional Republik Indonesia :

Kamus Besar Bahasa Indonesia : engku

 

eng-kun 1 sebutan thd keluarga raja, sebutan (kata sapaan) untuk orang yg patut dihormati (guru dsb)

Mk1 paman; mamak (dr pihak ibu); 2 sebutan (kata sapaan) kpd kakek (datuk); angku

 

Dalam praktek membahasakan, atau dari literatur …………pengertian ‘engku’ sebutan bagi keluarga istana; maupun ‘engku’ Kamus Besar Bahasa Indonesia, sebutan thd keluarga raja (baca Melayu) tidak jugamempunyai dalil yang kuat.

 

Untuk Mk ( Minangkabau) pun tidak lengkap ……….. prakteknya kata sapaan lebih lazim dipergunakan dalam pergaulan setara terhormat, para pembicara dalam suatu lingkungan pergaulan membahasakan Orang Ke-2 dengan ‘engku’ secara demokratis.

‘Engku’ dalam pergaulan setelah Kemerdekaan (?) menjadi kata-kata demokratis --- mungkin kemudian menjadi bunyi ‘engkau’ kata ganti orang ke-2.

Ingat dan perhatikan, kata puitis ‘dikau’; atau kata ganti orang kedua ‘kamu’, atau dengan singkat 'kau' --- ada lain-nya ?

[MWA] (Cermin Haiku -54)

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun