Mohon tunggu...
Muhammad Wislan Arif
Muhammad Wislan Arif Mohon Tunggu... profesional -

Hobi membaca, menulis dan traveling. Membanggakan Sejarah Bangsa. Mengembangkan Kesadaran Nasional untuk Kejayaan Republik Indonesia, di mana Anak-Cucu-Cicit-Canggah hidup bersama dalam Negara yang Adil dan Makmur --- Tata Tentram Kerta Raharja, Gemah Ripah Loh Jinawi. Merdeka !

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Bangsa yang Myopi, Daoed Joesoef; Indonesia yang Terperosok [Hello Hari Ini – 07]

4 Agustus 2011   16:14 Diperbarui: 26 Juni 2015   03:05 244
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Biasanya Daoed Joesoef menulis secara filsafati yang rada membutuhkan tenaga untuk mencerna pemikirannya yang jitu --- ini hari di Kompas, Kamis 040811 ia menulis begitu popular untuk dicerna --- yang dibahasnya enggak tanggung-tanggung. Tentang rentang waktu.

Judul tulisan itu Masa Depan di Zaman Edan.Terminologi ‘Zaman Edan sendiri’ adalah dari khazanah Filsafat Jawa --- bagi mahasiswa jurusan filsafat di fakultas di dalam negeri, sudah tidak asing materi kuliah ini --- tetapi bagi Daoed Joesoef, Sang alumnus Universite Pluridisciplinaires Pantheon-Sorbonne, bukanlah hal yang luar biasa.Ia belakangan ini berkali-kali melukiskan keadaan Negara dan Bangsa ini secara Filsafat Jawa. Negara dan Bangsa yang dalam keadaan edan.

“Bangsa kita kini kian lama kian bingung. Dalam kebingungan yang berkembang menjadi semakin edan, lapisan atas yang berkuasa saling menyalahkan dan lapisan bawah yang jelata baku hantam. Maka, yang semakin terlupakan adalah ‘masa depan………….”

Itu kutipan dari pragraf awal tulisan beliau.

‘Aduh biyung’, beberapa hari yang lalu ketemu Dhalang Tukidjan --- ia spontan memakai ‘Negara Gemblung karena tidak bisa ditemukan lagi Komandan yang bisa diteladani, semua tersandra dengan ‘tandatanya korupsi dan pembohongan’.“Tunggulah kalau nanti Sang Raden Wisanggeni memberi komando dari Bukit Hambalang --- tidak ada bala korawa, tiada lagi kualitas Prabu Salya.Kiranya Negara Gemblung akan mengkeret seperti umbul-umbul ketimpa hujan”.

Tidak ada lagi Bendera penjuru untuk menunjukkan jurusan --- tiada lagi penafsiran yang jitu terhadap Cita-cita Republik, tidak ada lagi langkah yang jelas akan melewati Gapura menuju Jembatan Kemakmuran yang ber-Keadilan Sosial bagi seluruh Rakyat Indonesia.Yang pernah digambarkan Bung Karno --- mengapa Indonesia memproklamirkan Kemerdekaan Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945.

Penglihatan Penguasa, penglihatan Pimpinan Nasional, penglihatan para Elite Politikus --- hanya kekuasaan dalam genggaman hanya untuk menomboki kekalutan pikiran yang akut --- seperti mboke menanak nasi untuk makan hari ini, seperti bapake pergi dan pulang bercocok tanam musim ini…………. Tak mampu Orang Indonesia melihat jauh apa dan bagaimana ia tumbuh sebagai Bangsa Yang Besar.

Sinom Serat Kalatida (dikutipkan salah satu pupuhnya) :

Mangkya darajating praja,Kini tingkat-drajat Negara

Kawurjan wus sunya-ruri,Tampak telah sunyi sepi

Rurah pangrehing ukara,Rusak jalannyaperundang-perundangan

Karana tnpa tanpa palupi.Karena tanpa Teladan

Ponang parameng-kawiMaka Sang Pujangga

Kawileting tyas makatkung,Diliputi hatinya dengan kesedihan-keprihatinan

Kongas kasudranira, Tampak jelas hina-rendahnya

Tidhem tandhaning dumadi, Suramlah tanda kehidupannya

Hardajengrat dening karobaban rubedaKesukaran di dunia sebab kebanjiran halangan ………..

Filsafat dan Ajaran R. Ng. Ronggowarsito dalam Serat Kalatida, yang terdiri1 Pupuh (bait) Pendahuluan dengan dilengkapi Isinya terdiri 12 pupuh .

Sengaja kita melakukan pendekatan --- mengapa Daoed Joesoef belakangan ini mengkaji Keadaan Negara dan Bangsa Indonesia memakai teminologi Zaman Edan, yang tercantum didalam Serat Kalatida tersebut, inilah poin-poin didalam 11 pupuh lainnya selain kata-kata yang di-bold di atas :

  1. menyangkut pemerintahan dengan berbagai sebutan jabatan --- di dalam Serat, seperti, Ratu, Patih, papatih, Nayaka, panekar (pegawai ),…………….yang dalam tafsir komtemporer adalah bisa sebutan jabatan : Kepala Negara, Menteri dan para Birokrat, segenap kelompok Pegawai, Pemimpin dan para Elite.
  2. Para Elite bisa terbelah di antara yang prihatin dan yang ikut dalam suasana yang edan itu. “Temah suh-ha ing karsa tanpa weweka ………..Akibatnya (Sang Pujangga, sang Kekuatan Moral) hancurlebur cita-citanya karena tiada berhati-hati.Eling lan Waspodo.
  3. Suasana penuh berita-berita, penuh isu-kontra isu, penuh kepura-puraan, kebohongan ;ke-alpaan, menimbulkan kesukaran dan kesengsaraan.
  4. Moral dan Etika, bahkan Norma Hukum pun dilanggarkan dan,…………………dapat dipermainkan.Konsekwensi hina dina tidak lagi menjadi ukuran nilai, untuk berbuat kebajikan dan Kehormatan Pribadi.
  5. Selanjutnya dikutipkan selengkapnya diktumZaman Edan :

Amenangi zamanedan,Mengalami zaman gila,

awuh aja ing pambudisukar sulit di dalam ikhtiar bekerja

melu edan, nora tahan’Turut gila tidak tentram

jen tan milu anglakoni.Kalau tidak turut melakoni

Boja kaduman melik,tidak kebagian rejeki koruptif,

Kaliren wekasanipun.Mlongo kelaparanlah jadinya

Dilalah karsa Allah,Tetapi Takdir Kehendak Allah

Begja-begjane kang lali.Seberuntungnya Mereka yang Alpa

luwih beja kang eling lawn waspadaLebih berbahagia mereka yang Sadar dan Waspada.

Kembali kepada tulisan Daoed Juoesoef --- zaman edan yang telah dialamiNegara dan Bangsa ini, bukan saja melahirkan kerugian material berbentuk --- Salah Urus, Mismanagement, Tindakan Manipulatif an Koruptif.

Mencuri untuk Kehidupan diri masing-masing --- telah melupakan masa depan Negara dan Bangsa --- menghancur seluruh sendi Sumber Daya yang menjadi Aset yang meneguhkan Kejayaan dan Kelestarian Kebangsaan --- tetapi juga telah membutakan Bangsa ini untuk dapat melihat jauh ke depan.

Mereka saat ini hanya berpandangan dan penglihatan dekat (myopi) dan singkat --- bagaimana menyelamatkan diri masing-masing dalam : Kekacauan, Kegalauan, dan Keburaman yang mendungukan.

Mereka akan saling jarah, saling ingin menopang eksistensinya seperti nenek moyang-nya dulu --- kekuasaan sempit di dalam daulat kerajaan dominion, marga-marga, suku-suku, dan juga……………………… tidak bermartabat.

Masihkah NKRI masih bisa selamatkan ?Masih, kembalilah kepada Semangat 1908 – 1945 dengan Sumpah Pemuda dan Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945.

Yang berarti kembali me-refresh Amanat Reformasi 1998.

Merdeka ! [MWA]

[caption id="attachment_123339" align="aligncenter" width="300" caption="Simbol Kemerdekaan --- Simbol Kerakyatan --- Simbol Masa Depan Yang Panjang................."][/caption] *)Foto ex Internet

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun