Mohon tunggu...
Muhamad Zidan Alfarizi
Muhamad Zidan Alfarizi Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa jurusan ilmu komunikasi, Universitas Terbuka

Berniat mengenal, berbagi cerita, lalu membekas.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Melangkah (Part 3)

17 Januari 2023   10:03 Diperbarui: 17 Januari 2023   10:11 84
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Ketika kalian melintasi Jembatan Sewo, kalian akan menemukan beberapa orang di pinggir jalan yang memegang suatu benda menyerupai sapu lidi, benda itu digunakan untuk menyapu koin yang dilemparkan oleh pengendara. Konon ceritanya kebiasaan itu sudah lama diadakan oleh masyarakat setempat dengan bertujuan siapa yang melempar koin maka akan diselamatkan sampai tujuan. Jembatan Sewo sendiri memiliki cerita mistis yang tersebar di kalangan masyarakat. Yaitu Legenda Jembatan Sewo di Kabupaten Indramayu. Konon, kisah kakak-adik, Saedah Saeni yang menjelma jadi buaya di Sungai Sewo, sudah beredar di masyarakat sejak Zaman Belanda. Hingga saat ini, legenda itu, masih dipercaya masyarakat yang dilakukan dengan aktivitas menyapu koin. Aku merinding dengan mitos yang tersebar.

Cerita itu di perkuat dengan adanya bus transmigrasi pada Zaman Presiden Soeharto yang terjun ke sungai di bawah Jembatan Sewo. Menghabiskan 67 nyawa tewas terbakar. Dan hanya 1 bayi yang selamat pada kejadian itu. Saat ini di dekat Jembatan Sewo ada pemakaman massal terkait dengan jatuhnya bus transmigrasi itu, mari kita kirimkan Al- fatihah untuk para korban yang tewas di tragedi itu.

          

                                             *****

Cahaya mentari mengintip malu dari cantiknya langit Cirebon saat itu, sekitar pukul 05.00 WIB, di hari Sabtu. Kami masih berkendara di wilayah Kabupaten Cirebon. Terkenal dengan batik trusmi di kalangan turis dan wisatawan. Kami hanya numpang lewat di Cirebon khusunya Gapura besar batik trusmi, karena memang tujuan kami bukan bersinggah di Cirebon. Aku tidak bohong, Kabupaten Cirebon sangat indah untuk didiami, hanya saja macetnya yang tidak kusukai.

Sambil menunggu mentari terbit, yaitu pertemuan gelap dan terang, kami berhenti dan menikmati hidangan sarapan di pinggir jalan. Hirup pikuk udara yang masih terjaga dan segar, dan dikelilingi sawah yang terbentang luas. Rasanya hal yang jarang bagiku yang singgah lama di daerah Perkotaan. Bonus, dapat menikmati sarapan pagi dengan segelas teh hangat di gempuran sejuknya persawahan.

                                        *****

Usai setelah berkendara dari Tangerang menuju Bumiayu, sekitar 14 jam berkendara. Aku tiba di Bumiayu, bersinggah sejenak di rumah Budeku, kakak dari ibuku. Rumahnya jauh dari Kota Bumiayu, sekitar 15 menit baru bisa menemukan jalan raya, jauh dibandingkan Tangerang yang serba ada. Tapi Bumiayu lebih nyaman dari suasana perkotaan, kondisi udara yang masih sangat asri, orang-orang yang terkenal sangat ramah-tamah, lebih cocok untuk menua bersama, he-he.

Hampir semalam penuh aku berkendara, diperangi kantuk yang berlebih, badan yang sangat pegal, mata yang mulai berat. Aku lebih memilih tidur daripada menikmati udara segar.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun