Mohon tunggu...
Muzakki Putra Mahatir
Muzakki Putra Mahatir Mohon Tunggu... Mahasiswa UIN SYARIF HIDAYATULLAH (JAKARTA)

Untuk Mengirimkan Tugas

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Perkembangan Ilmu Pengetahun pada Masa Daulah Bani Abbasiyyah 750-1258 M

3 Juli 2025   21:28 Diperbarui: 3 Juli 2025   21:28 15
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Periode pemerintahan Daulah Abbasiyyah yang berlangsung selama lebih dari lima abad menjadi salah satu fase paling penting dan gemilang dalam sejarah Islam. Daulah ini tidak hanya berperan dalam memperluas kekuasaan politik dan menyatukan wilayah-wilayah Islam, tetapi juga menorehkan prestasi luar biasa dalam bidang ilmu pengetahuan, teknologi, seni, dan budaya. Masa ini dikenal luas sebagai Zaman Keemasan Islam atau Islamic Golden Age, suatu masa di mana semangat belajar, riset, dan inovasi berada di puncak kejayaannya, serta menjadi mercusuar ilmu bagi peradaban dunia. Dalam kurun waktu ini, dunia Islam menjelma menjadi pusat peradaban global yang menarik perhatian dari berbagai bangsa, termasuk Eropa yang pada waktu itu masih berada dalam masa kegelapan intelektual (Dark Ages).

Salah satu hal yang membedakan masa Abbasiyyah dari dinasti sebelumnya adalah perhatian luar biasa para khalifah terhadap kegiatan keilmuan. Para pemimpin Abbasiyyah tidak hanya menjadikan kekuasaan sebagai alat dominasi, tetapi juga sebagai sarana untuk memajukan ilmu pengetahuan dan meningkatkan kualitas intelektual masyarakatnya. Khalifah-khalifah seperti Abu Ja'far al-Manshur, Harun al-Rasyid, dan al-Ma'mun dikenal sebagai penguasa yang tidak hanya cerdas, tetapi juga sangat mencintai ilmu. Mereka memberikan perlindungan, penghargaan, dan dukungan materi kepada para ilmuwan, penulis, penerjemah, dan cendekiawan dari berbagai wilayah kekuasaan Islam. Bahkan, banyak dari mereka yang secara aktif mendirikan lembaga-lembaga pendidikan dan riset, serta mengumpulkan karya-karya penting dari peradaban lain untuk dipelajari dan dikembangkan.

Salah satu bukti nyata dari perhatian terhadap ilmu adalah didirikannya Baitul Hikmah (House of Wisdom) di Baghdad oleh Khalifah Harun al-Rasyid dan dikembangkan lebih lanjut oleh putranya, Khalifah al-Ma'mun. Baitul Hikmah berfungsi sebagai pusat studi, perpustakaan besar, lembaga penerjemahan, serta tempat diskusi dan kolaborasi ilmiah. Di tempat inilah para ilmuwan dari berbagai latar belakang dan agama---termasuk Muslim, Kristen, Yahudi, dan Zoroaster---bekerja bersama untuk menerjemahkan, mengkaji, dan mengembangkan teks-teks ilmiah dari Yunani, India, Persia, dan Romawi ke dalam bahasa Arab. Teks-teks tersebut mencakup berbagai bidang, mulai dari filsafat, kedokteran, astronomi, matematika, hingga ilmu alam dan teknik. Proses penerjemahan ini menjadi tonggak penting dalam sejarah keilmuan, karena bukan hanya membuka akses umat Islam terhadap ilmu dunia, tetapi juga menjadi fondasi bagi kemajuan keilmuan di masa mendatang.

Perkembangan ilmu pengetahuan pada masa Abbasiyyah mencakup hampir seluruh cabang ilmu, baik yang bersifat keagamaan maupun keumuman. Dalam ilmu agama, terjadi kemajuan pesat dalam bidang tafsir, hadis, fikih, ushul fiqh, dan kalam. Ulama-ulama besar seperti Imam Malik, Imam Abu Hanifah, Imam Syafi'i, dan Imam Ahmad bin Hanbal hidup pada masa ini dan menyusun dasar-dasar mazhab fikih yang digunakan hingga kini. Di sisi lain, ilmu kalam sebagai ilmu teologi rasional juga tumbuh subur, dengan munculnya kelompok-kelompok pemikiran seperti Mu'tazilah dan Asy'ariyah yang memperdebatkan masalah ketuhanan, kehendak bebas, dan hubungan antara akal dan wahyu.

Sementara itu, dalam ilmu eksakta dan ilmu alam, para ilmuwan Muslim menunjukkan pencapaian luar biasa yang bahkan melampaui ilmuwan di peradaban sebelumnya. Tokoh seperti Al-Khawarizmi memperkenalkan ilmu aljabar dan algoritma, yang sampai sekarang menjadi dasar dalam dunia matematika dan komputasi. Istilah "aljabar" sendiri berasal dari judul bukunya Al-Kitab al-Mukhtashar fi Hisab al-Jabr wal-Muqabalah. Di bidang astronomi, para ilmuwan seperti Al-Battani dan Al-Farghani menyusun tabel-tabel pergerakan bintang dan menghitung ukuran bumi dengan tingkat akurasi yang luar biasa pada masanya. Di bidang kedokteran, Ibnu Sina menulis Al-Qanun fi al-Tibb, sebuah ensiklopedia medis yang tidak hanya digunakan di dunia Islam, tetapi juga menjadi literatur pokok di universitas-universitas Eropa hingga abad ke-17. Al-Razi, ilmuwan lain di bidang kedokteran dan kimia, dikenal karena eksperimen-eksperimennya dalam meracik obat-obatan dan pemahaman tentang penyakit menular. Ia juga menjadi pelopor dalam memisahkan cabang kimia dari alkimia dan memperkenalkan metode ilmiah dalam praktik medis.

Al-Haytham, atau dikenal di Barat sebagai Alhazen, adalah pelopor dalam bidang optika dan pengembangan metode ilmiah eksperimental. Ia mengkritik pandangan Yunani tentang penglihatan dan menyusun teori cahaya yang lebih akurat, serta menekankan pentingnya observasi dan eksperimen dalam sains. Ia dianggap sebagai salah satu pendahulu dari metode ilmiah modern yang kemudian dikembangkan oleh ilmuwan Barat seperti Bacon dan Galileo. Selain itu, bidang geografi, kartografi, sejarah, dan ilmu sosial juga mengalami kemajuan besar. Al-Mas'udi dan Al-Biruni menulis karya-karya yang menggambarkan kebudayaan dan letak geografis berbagai bangsa. Ibnu Khaldun, yang lahir di masa akhir Abbasiyyah, dianggap sebagai pelopor sosiologi dan ilmu historiografi melalui karyanya Muqaddimah, yang membahas dinamika peradaban dan siklus kekuasaan berdasarkan pendekatan rasional dan empiris.

Keunggulan ilmu pengetahuan pada masa Abbasiyyah juga tidak lepas dari lingkungan intelektual yang sangat terbuka dan toleran. Para ilmuwan dari berbagai agama dan etnis diizinkan untuk berkontribusi dalam lembaga-lembaga keilmuan. Ini menunjukkan bahwa Islam pada masa itu menjunjung tinggi toleransi, pluralitas, dan penghargaan terhadap ilmu apa pun asalnya, selama bermanfaat bagi umat manusia. Hal ini sangat kontras dengan masa Eropa pertengahan yang menutup diri dari pemikiran rasional dan menganggap ilmu non-agama sebagai ancaman terhadap iman.

Namun, kejayaan Daulah Abbasiyyah mulai mengalami kemunduran secara bertahap seiring dengan munculnya konflik internal, perpecahan politik, dan bangkitnya kekuatan asing. Peran pusat kekuasaan di Baghdad semakin melemah, dan banyak wilayah kekuasaan mulai membentuk dinasti tersendiri yang tidak lagi tunduk secara penuh kepada khalifah. Ketika fokus umat Islam mulai bergeser dari ilmu ke aspek kekuasaan dan perebutan wilayah, kegiatan ilmiah pun ikut menurun. Puncak kehancuran terjadi pada tahun 1258 M ketika pasukan Mongol di bawah pimpinan Hulagu Khan menyerbu Baghdad. Kota yang dulunya menjadi pusat ilmu pengetahuan dan peradaban hancur lebur. Ribuan manuskrip dibakar dan dibuang ke sungai Tigris, serta ribuan ilmuwan dan penduduknya terbunuh. Peristiwa ini menandai berakhirnya masa keemasan tersebut dan menjadi luka besar dalam sejarah Islam.

Meskipun demikian, warisan keilmuan dari masa Abbasiyyah tetap hidup dan berpengaruh hingga saat ini. Banyak karya ilmiah dari para ilmuwan Muslim diterjemahkan ke dalam bahasa Latin dan menjadi dasar kebangkitan ilmu pengetahuan di Eropa melalui Renaisans. Peradaban Barat modern berutang banyak pada pencapaian intelektual umat Islam pada masa Abbasiyyah. Periode ini menjadi bukti sejarah bahwa agama Islam sangat menjunjung tinggi ilmu pengetahuan dan bahwa kemajuan suatu peradaban sangat erat kaitannya dengan semangat belajar, toleransi, dan keterbukaan terhadap ilmu apa pun, tanpa memandang asalnya.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun