Lorong-lorong lobby dipenuhi orang-orang berbaju putih-hitam. Sibuk dengan buku-buku, hp, dan pikiran mereka masing-masing. Aku berjalan dengan sisa tenaga yang aku punya. Menyapa mereka sesekali yang ku kenal. Hanya basa basi. Akhir-akhir ini aku sedang merasa tidak dekat dengan siapa pun. Semua sedang sibuk-Ya, begitulah pikirku.
Ada bangku kosong di bagian tengah. Meski harus melewati beberapa anak yang tidak begitu akrab, aku tetap mendudukinya. Membuka lembar-lembar kertas yang penuh coretan. Membaca ulang setiap teori yang aku temukan di internet. Sedang tengah asik membaca. Suara pintu terdengar terbuka dengan kasar. Seseorang keluar menangis dengan histeris dan berlari.
Orang-orang kaget. Sebagian berdiri dan mengejarnya, "Laraaaaaaaassss..." Aku menutup bacaanku, dan ikut menyatu dengan mereka. Suasananya menjadi kacau. Beberapa menjadi bingung harus apa, sisanya bergerombol bisik-bisik. Perasaanku ikut tidak keruan. Seperti tahu arahnya memang menuju ke sana.
Gagal. Satu kata yang cocok mewakili suasana pagi ini. Aku kembali ke bangkuku, mengambil tas dan berjalan ke belakang gedung. Ah-kebetulan yang indah. Taman jamur tidak begitu ramai. Hanya ada beberapa pemuda yang merokok. Aku duduk dan menyalakan Esse ku. Menghisapnya dan menghembuskannya. Ada perasaan lega yang turut menjalar bersama keluarnya kepulan asap ini.
Gagal. Kata itu lagi yang terngiang-ngiang di otakku. Laras, dan semua orang pasti tidak ingin mengalaminya. Termasuk aku-eh, meski aku sendiri sudah menjadi manusia gagal sejak kejadian itu. Aku seperti sudah tidak memiliki ambisi apapun.
Pikiranku kembali teralih soal Laras. Si perempuan popular, pintar, dan digadang-gadang akan menjadi lulusan terbaik. Hari ini mungkin menjadi hari paling buruk untuknya. Harus menerima kenyataan yang terkadang memang sebrengsek itu untuk ditelan.
***
Pembuktian itu sia-sia. Ya-bahkan sangat sia-sia. Aku mengerjakan 'Nirmala' hasil karyaku. Selama berbulan-bulan. Menjadi kesempatan untuk membuktikan bahwa aku akan bisa membungkam mulut mereka. Mereka yang malam itu cekikikan, melontarkan kalimat yang sungguh-sungguh keji, dan masih saja berpikir bahwa itu hanya bercanda.
Setiap bangun tidur, rasanya seperti diburu. Aku sendiri tidak pernah tahu, diburu-buru untuk melakukan apa? Untuk apa setelahnya? Untuk siapa? Seakan semuanya harus beres segera dan sehebat mungkin. Itu membuatku lebih sering merasa sesak dan mual. Berkompetisi untuk merebut sesuatu, yang aku sendiri tidak pernah tahu akan memenangkan hal apa sebenarnya?
***
"Woiii!!! Ngalamun aja." Ndaru-lelaki selengekkan yang selalu memakai flannel kusut abu-abu. "Pasti takut gagal juga kayak si Laras, kan?" Candanya sembari menyalakan rokok.