Mohon tunggu...
Mutiara Yulia Amanda
Mutiara Yulia Amanda Mohon Tunggu... Mahasiswa

Mahasiswa Universitas PGRI Kanjuruhan Malang

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Tranformasi Retorika: Dari Forum Athena hingga Media Sosial

1 Oktober 2025   21:43 Diperbarui: 1 Oktober 2025   21:43 12
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Retorika adalah seni berbicara di depan orang banyak untuk meyakinkan dan mempengaruhi mereka.

Sejak zaman dulu, retorika dianggap penting, bukan hanya sebagai keterampilan berbicara, tetapi juga untuk kehidupan masyarakat, hukum, dan politik. Perjalanan retorika dimulai di Yunani Kuno, berkembang di Romawi, dan terus berubah sampai zaman modern.

Di Yunani Kuno, retorika lahir bersama sistem demokrasi di kota Athena. Warga negara harus bisa berbicara di pengadilan atau rapat umum. Para guru yang disebut Sophist seperti Protagoras dan Gorgias mengajarkan cara berbicara yang baik supaya orang lain bisa diyakinkan.

Plato sempat mengkritik mereka karena dianggap lebih mementingkan menang debat daripada kebenaran. Namun muridnya, Aristoteles, membuat teori retorika yang terkenal. Ia memperkenalkan tiga cara meyakinkan orang: ethos (kredibilitas pembicara), pathos (menggerakkan emosi), dan logos (logika dan bukti).

Di Romawi, retorika lebih banyak dipakai untuk hukum dan politik. Cicero, seorang orator terkenal, mengajarkan bahwa pembicara yang baik harus pintar, berakhlak, dan punya wawasan luas.

Quintilian, melalui bukunya Institutio Oratoria, menulis panduan belajar retorika. Ia memperkenalkan lima langkah dalam retorika: menemukan ide (inventio), menyusun argumen (dispositio), memilih gaya bahasa (elocutio), menghafal (memoria), dan cara menyampaikan (actio). Panduan ini dipakai berabad-abad.

Pada Abad Pertengahan, retorika tetap diajarkan di sekolah sebagai bagian dari trivium (tata bahasa, logika, dan retorika). Namun lebih banyak digunakan untuk khotbah agama dan tulisan ilmiah. Ketika masa Renaisans, retorika hidup kembali. Para cendekiawan menghidupkan kembali ajaran klasik dan menggunakannya untuk pendidikan moral, sastra, dan debat.

Di zaman modern, retorika makin luas maknanya. Pada abad ke-18 dan 19, tokoh-tokoh seperti Hugh Blair dan George Campbell menghubungkan retorika dengan psikologi dan etika.

Retorika tidak hanya tentang berbicara, tetapi juga menulis dan berargumentasi dengan baik. Di abad ke-20 dan 21, retorika berkembang jadi bidang yang lebih luas: komunikasi massa, kritik budaya, retorika visual, sampai retorika digital. Pemikir seperti Kenneth Burke melihat retorika sebagai cara memahami simbol, identitas, dan kekuasaan di masyarakat.

Perjalanan panjang retorika ini menunjukkan bahwa seni berbicara selalu berubah sesuai zamannya. Dari forum publik di Athena sampai media sosial sekarang, retorika tetap jadi alat penting untuk menyampaikan ide, mempengaruhi orang lain, dan membentuk pendapat. Dengan memahami sejarahnya, kita tahu retorika bukan hanya keterampilan teknis, tetapi juga bagian penting dari kehidupan sosial dan budaya.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun