Mohon tunggu...
Mustaqim Ode Musnal
Mustaqim Ode Musnal Mohon Tunggu... Saya seorang yang sedang belajar

Aku hanya berdiri bebas pada simpang pikirku, simpang yang mengantarku tuk menggoreskan arah pikirku yang kadang tak terarah tetapi demi sesuatu yang terarah kurela bergelut dengan kelok itu.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Membela Maskapai Lion Air : Politik Balas Budi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB)

11 Februari 2014   10:48 Diperbarui: 24 Juni 2015   01:57 373
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Beberapa hari belakangan ini, dunia penerbangan komersil kita kembali menunjukan kebobrokannya. Namun anehnya tak ada yang perlu merasa bersalah dan bertanggung jawab atas hal itu. Bukan hanya soal kondisi maskapai Merpati Nusantara Airlines (MNA) yang saat ini terbilang sangat mengenaskan karena terlilit utang lebih dari Rp 6 triliun tetapi juga soal Maskapai Lion Air yang terus menerus menciptakan kekesalan bagi penumpang. Maskapai penerbangan swasta yang dikenal cukup murah ini dibanding maskapai penerbangan lainnya, acapkali membuat kesal penumpangnya. Hal ini dikarenakan para penumpang seringkali kehilangan barang di bagasi pesawat ini sehingga beberapa diantara berbuntut gugatan.

Kasus teranyar adalah kehilangan bagasi belasan penumpang Lion Air dari Padang dan Palembang yang mendarat di Bandara Soekarno-Hatta pada Minggu (9/2/2014) kemarin. Manajemen Lion Airterkesan tidak mau belajar dari kasus-kasus pencurian atau kehilangan yang menimpa konsumennya dan seolah mendiamkan saja sehingga kejadian terus berulang. Langkah perbaikan untuk pelayanan konsumen terkesan tidak terindahkan. Mungkinkah karena Maskapai Lion Air merasa besar kepala mengingat perusahaan ini masih merupakan satu – satunya Maskapai yang memiliki jumlah penerbangan terbesar dengan tariff yang lebih murah dibanding lainnya. Karena itu masih merasa yakin bahwa buruknya manajemen tidak akan mempengaruhi jumlah pengguna mengingat competitor maskapai murah lainnya belum cukup banyak.

Berdasarkan informasi salah satu website penjualan tiket bahwa saat ini Maskapai Lion Air merupakan maskapai swasta terbesar Indonesia yang berpusat di Jakarta. Lion Air menjadi bagian populer karena keagresifanya, tetapi memiliki struktur harga yang fleksibel. Saat ini Lion Air memiliki 60 armada pesawat yang beroperasi (dengan perkiraan usia armada 6,8 tahun) dan 230 masih dalam pemesanan. Armada Lion Air melayani penerbangan 3300 seminggu untuk 36 tujuan - baik domestik dan internasional.

Kasus hilangnya bagasi penumpang tersebut mendapatkan banyak kritikan dari berbagai pihak, namun ironisnya pemerintah melalui Kemenhub yang memiliki kewenganan dan tangung jawab terhadap perkara ini hanya memasrahkan pada mekanisme ganti rugi yang tercantum dalam Permenhub 77/2011 sehingga terkesan tak ambil pusing dan menyerahkan kepada prosedur hukum yang sangat berbeli – belit. Memang ada ketentuan penggantian bagasi hilang dalam Permenhub 77/2011 tentang Tanggung Jawab Pengangkut Angkutan Udara namun hendaknya pemerintah tidak serta merta menyerahkan pada regulasi karena faktanya, hadirnya regulasi tersebut tidak mampu membuat jerah manajemen Lion Air.Beberapa kasus gugatan kehilangan bagasi terhadap Maskapa ini umumnya memberikan hasil yang tidak memuaskan dan sesuai dengan jumlah bagasi yang hilang. Persoalannya tidak hanya menyita waktu didalam prosesnya tetapi juga hilangnya bagasi tentu menimbulkan berbagai dampak, apalagi bila bagasi tersebut adalah barang yang sangat dibutuhkan dan kegunaannya sangatlah penting.

Menanggapi kasus tersebut Koordinator Komisi Bidang Komunikasi dan Edukasi Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) David M L Tobing menyatakan bahwa sebenarnya pihak - pihak yang punya akses ambil bagasi dari badan pesawat kemudian di bawa dengan mobil barang ke ruang tunggu dengan conveyor belt dimana orang - orangnya sudah jelas siapa-siapa saja. Oleh karenanyakalau terjadi kehilangan, yang paling bertanggung jawab pastinya maskapai karena kehilangan itu pasti diakibatkan oleh kesalahan dari pegawai - pegawainya. Dan ini harusnyasangatlah ketat, tidak bisa yang bukan pegawai menurunkan barang dari badan pesawat, dia juga harus memasukkan kembali ke conveyor.Sejalan dengan itu, anggota Komisi V DPR, Saleh Husin dalam keterangannya di Komplek DPR, Senayan, Jakarta, Senin (10/2/2014) menyatakan bahwa kejadian kehilangan bagasi penumpang Lion Air sudah sering terjadi dan ini terulang kembali, harusnya pihak maskapai sudah membersihkan serta mereformasi secara total staf dan petugas ground handling terutama yg menangani bagasi dari counter check-in ke pesawat dan pesawat ke pengambilan bagasi.

Sementara itu, Ketua Fraksi PKB yang juga anggota Komisi V DPR RI Marwan Jafar yang turut menanggapi soal seringkali Penumpang kehilangan barang di bagasi pesawat maskapai Lion Air justru menganggap hal ini bukan salah Maskapai Penerbangan Lion Air. Menurutnya "Tidak ada hubungannya dengan maskapai, termasuk Lion Air, namun masalah itu terkait pengamanan dibandara. Itu kan pengamanan bandaranya, itu otoritas bandara, Angkasa Pura II sebagai pengelola Bandara Soetta harus bertanggung jawab dan memperbaiki manajemen pengamanan bandara," (10/2/2014). Marwan menduga bahwa kejadian bukan di dalam bagasi pesawat Lion Air, melainkan saat barang dibawa keluar pesawat. Ia juga menyebutkan bahwa pengamanan bandara lengah.

Pernyataan tersebut menunjukan sikap tak adanya empati terhadap mereka yang kehilangan bagasi yang mungkin juga sangatlah penting. Selain itu, perbedaan pandangan diantara Komis V yakni Saleh Husin dan Marwan Jafar seolah menjelaskan dan mengkofirmasi bagaimana profesionalitas dan pemahaman para Wakil Rakyat itu tidak terstandar dengan baik terkait tugas dan kewenangan yang mereka emban. Bila mengacu pada pandangan Koordinator Komisi Bidang Komunikasi dan Edukasi Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) David M L Tobing maka pandangan Politisi PKB itu sangatlah tidak berdasar jika menyalahkan Standar Keamanan Bandara atas buruknya perlindungan bagasi penumpang di Maskapai Lion Air tersebut. Sebab menurut pengalaman dan yang saya saksikan sepertinya setiap Maskapai memiliki struktur dan perangkat sendiri – sendiri di dalam hal pelayanan penumpang bukan merupakan personil Angkasa Pura II yang ditugaskan disetiap Maskapai, baik di bagian ticketing untuk Check – in maupun bagasi

Karena itu, tak salah rasanya jika kita menduga bahwa sikap Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) yang membela Maskapai Lion Air itu merupakan upaya balas budi atas bergabungnya Presiden Direktur Lion Group Rusdi Kirana pada tanggal 12 Januari 2014 yang ditunjuk langsung menjadi Wakil Ketua Umum DPP Partai Kebangkitan Bangsa (PKB). Sebuah lompatan jabatan yang sangat fantastic bagi seorang yang bukan kader. Jika hanya karena alasan adanya kesepahaman antara PKB dan Rusdi sungguh sangat sulit diterima. Keberadaan Rusdi Kirana dengan kekuatan kapitalnya boleh jadi menjadikan partai ini merasa penting untuk mengajaknya sebagai sumber logistic. Menurut Hanta Yuda ; sumber logistic bagi PKB sangat penting untuk mengkonsolidasikan mesin politik yang efisien dan kuat. Selain itu juga memerlukan biaya untuk mengiklankan diri di media massa dalam rangka mendongkrak electoral (Kompas : 13 Januari 2014).

Politik transaksional memang sulit dihindarkan ditengah kehidupan partai yang saat ini lebih dinaungi oleh pendekatan oportunisme yang mengaburkan hakikat ideologi partai - partai. Disisi lain, lemahnya kesadaran public akan pentingnya sosok kepemimpinan serta diperparah dengan tidak adanya kepercayaan masyarakat terhadap individu – individu yang berpolitik membuat public tak lagi ragu menukar harapan dengan materi yang lebih real. Sejalan dengan itu, pendidikan politik bangsa ini kian buruk sehingga kekuatan financialah menjadi satu parameter yang dapat mengekalkan relasi massa dan partai walaupun sifatnya bisa saja sangatlah temporer. Pada situasi demikian, maka sulit rasanya menghindarkan Partai Politik dari transaksi kepentingan dengan mereka yang memiliki kekuatan capital yang besar demi dukungan logistic operasional partai, tentu saja selain sumber dari korupsi para kader.

Fakta ini sebenarnya menambah keragaman Politik transaksional. Jika selama ini, umumnya memahami politik transaksial dengan menjadikan suara selalu berharga, apapun jenis dan pemilik suara itu demi sebuah legitimasi kepemimpinan tetapi fakta diatas memperjelas bahwa politik transaksial juga terjadi dilevel partai dengan pemilik modal tidak hanya partai politik dan pemilik suara untuk sebuah dukungan ambisi kepentingan kekuasaan. Siapa yang harus menanggung, siapa yang harus menjawab…

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun