Di awal tahun 2020, saya baru saja membuat akun di Kompasiana. Sebenarnya, saya sudah membuat akun ini beberapa bulan (atau tahun) sebelumnya. Namun, baru di bulan Januari ini saya melengkapi data-datanya --- foto profil, foto sampul, dan lain sebagainya. Saya juga mulai membuat tulisan di Kompasiana pada bulan ini.
Mengapa Saya Membuat Akun Kompasiana?
Hal ini saya lakukan karena saya merasa perlu mengarsipkan gagasan-gagasan saya agar kelak lebih mudah ditelusuri. Saya sebenarnya sudah memiliki beberapa blog dengan topik yang spesifik.
Ada muslimaswaja.id yang berfokus membahas teknologi web dan Linux, ada HaiKangMus yang membahas tentang desain dan perangkat lunak yang open source untuk membuat deasin, dan ada Muskjar yang berisi tentang keamanan jaringan.
Namun, saya merasa itu belum cukup. Saya memiliki gagasan lain yang tidak bisa dimasukkan dalam kategori blog-blog itu. Kadang saya ingin menulis tentang pengalaman di dunia kerja, pengalaman hidup, tips-tips sederhana, dan lain sebagainya.
Saya ingin membagikannya ke publik, mungkin saja ada orang lain yang terinspirasi dari tulisan saya. Atau setidaknya, saya bisa mempelajari kembali apa yang pernah saya alami ketika kelak saya membutuhkannya kembali.
Saya menyiasati hasrat tersebut dengan menuliskannya di akun Facebook pribadi saya. Sayangnya, penulisan status di Facebook tidak mendukung fitur pemberian kategori terhadap status yang saya post. Tentu saja. Facebook kan memang dibuat sebagai platform sosial media, bukan sebagai platform blog.
Maka dari itu, saya memutuskan untuk membuat akun penulis di Kompasiana. Selain untuk media saya menyampaikan gagasan dan ide saya, saya juga tertarik mencoba platform selain Blogger dan WordPress untuk menulis. Tentu saja saya mencari platform yang gratis. Kompasiana setidaknya memfasilitasi keinginan saya untuk berbagi tanpaharus merogoh kocek dalam-dalam.
Penilaian Singkat Saya Mengenai Kompasiana
Ketika saya pertama mencoba membuat tulisan langsung di web-nya, saya merasa agak kurang nyaman. Menurut saya pribadi, tampilan editor artikel di Kompasiana memiliki UI (User Interface) atau tampilan yang kalah bagus jika dibandingkan dengan Blogger atau WordPress.
Agar Anda bisa memahami maksud saya, saya melampirkan beberapa screenshot tampilan editor pada masing-masing platform. Gambar 1 adalah tampilan editor artikel di Kompasiana, Gambar 2 adalah tampilan editor artikel di Blogger, dan Gambar 3 adalah tampilan editor artikel di WordPress.
Coba saja lihat kejelasan tampilan untuk menulis. Saya merasa tampilan editor artikel di Kompasiana kurang jelas karena memiliki warna background editor yang sama dengan background laman web. Hal ini berbeda dengan Blogger dan WordPress yang memiliki tampilan yang menurut saya lebih jelas.
Selain itu, form untuk menuliskan judul dan artikel pada Kompasiana juga terlalu menempel dengan isi artikel. Silakan bandingkan dengan tampilan di Blogger atau di WordPress.
Selain itu, Kompasiana juga belum menyediakan aplikasi mobile untuk menulis artikel. Ketika saya mencari di Google Play Store, saya tidak menemukan aplikasi Kompasiana. Tentu saja hal ini berbeda dengan Blogger dan WordPress yang telah menyediakan aplikasi mobile-nya untuk menunjang blogger menulis melalui smartphone-nya.
Tapi dalam hal ini, mungkin saja sebenarnya aplikasi penulisan di Kompasiana sudah ada, namun saya belum menemukannya. Jika Anda tahu, silahkan memberi tahu saya melalui kolom komentar.
Penutup
Meskipun menurut saya Kompasiana memiliki beberapa kekurangan, namun saya akan tetap mencoba memberi kesempatan kepadanya. I mean, saya akan tetap mencoba menulis di platform ini, khususnya untuk topik yang tidak bisa saya masukkan di blog saya yang sudah ada sebelumnya. Tentu saja saya berharap semoga saja tulisan saya bisa bermanfaat.