Pagi yang cerah, mentari mulai beranjak dari peraduan. Aisyah bergegas meninggal rumah. Setelah sarapan nasi goreng jawa, buatan emaknya. Nasi goreng yang diolah dari nasi kemarin yang dibumbui cabe, bawang merah, bawang putih dan di tambah telur ceplok. Ia kayuh sepedanya, sesekali terdengar bunyi derit. Sepeda tua yang setia menemaninya berangkat mengajar. Sepeda turun temurun yang telah menghantarkan kedua kakaknya sampai lulus jenjang SMTA. Sampai di MI Ar Rahmah segera disandarkan sepedanya. Masih nampak lengang. Ketika hendak membalik badan, betapa terkejutnya ... di depannya berdiri Pak Mumtaz. Menyodorkan surat kepadanya. Keduanya mematung cukup lama.
"Assalamuaikum, ada surat untuk Bu Aisyah" Â katanya datar.
Baru kali ini Aisyah dalam posisi dekat dengan Pak Mumtaz. Keduanya nampak kikuk, sangat kaku. Keduanya berpandangan sebentar, dan segera memalingkannya.
"Waalaikum salam, terimakasih Pak Mum," balasnya dengan tergagap. Aisyah mencoba menguasai diri. Menarik napas pelan, menerima surat dengan tenang dan hormat.
" Bu Aisyah! Assalamualaikum!" sapa Zam Zam Arafat dari kejauhan mengagetkan keduanya.
Pak Mumtaz segera berlalu meninggalkan Aisyah. Nampak Zam Zam masuk gerbang madrasah bersalaman dengan Aisyah. Wajah Zam Zam tersenyum penuh selidik. Zam Zam merupakan siswa kelas 6, ia murid les privat Aisyah. Beberapa menit kemudian Bu Aina juga memarkirkan motornya sambil tersenyum ramah.
"Assalamualaikum Bu. Pagi-pagi begini, sudah dapat surat cinta" sapanya meledek Aisyah. Bu Aina, guru cantik yang murah senyum, suka bercanda dan baik hati.
"Waalaikum salam. Maaf Bu, saya segera ke RA belum menyapu halaman" pamit Aisyah meninggalkan tempat parkir.
Aisyah menyapu halaman RA sambil menunggu kedatangan anak-anak. Terkadang ia meletakkan sapunya, untuk menyambut anak-anak yang baru turun dari motor. Kebanyakan ana-anak ini diantar oleh orang tuanya dengan mengendarai motor. Aisyah sigap menggendong siswa yang menangis. Anak kecil yang enggan ditinggal ibunya. Digendongnya Damla yang menangis sesenggukan. Ibunya segera meninggalkan halaman RA. Melajukan motornya. Meskipun putrinya menangis mencarinya.
"Tumben Damla menangis, biasanya ceria, cantik, imut. Yuk, main perosotan" kata Aisyah merayu Damla.
"Damla mau ikut Bunda ke pasar, Bu guru" Damla merengek, menggerak-gerakkan tubuhnya. Hampir jatuh dari gendongan Aisyah, untung ia waspada mempererat rengkuhannya.