*Trigger-Warning-Untuk-Yang-Sedang-Lemah-Hati
Ada yang bilang, jangan menulis saat sedang emosional. Namun, bagaimana jika dengan menulis, ada sesak yang menjadi lapang, ada sedih yang berubah jadi tawa dan ada kematian yang kembali pada hitungan ajal milik Sang Pencipta Kehidupan?
Tak ada yang meminta ketika lahir dengan keberkahan-keberkahan khusus. Termasuk jika itu adalah kepemilikan hati yang rapuh, lidah yang lebih menyukai kehalusan kata-kata, cinta yang tak pernah habis pada rangkaian kata, lalu bermuara ulang -- dengan menuliskan kata-kata, mencoba mengajak dunia kembali pada yang serba indah.
Indah yang tentu bukan surga. Masih keindahan dunia. Jadi maaf, menangis bukanlah semata tanda kelemahan. Menjadi tua bukan karena tumpukan angka dari umur. Menjadi perempuan tak harus dengan beranak, kenakan rok, atau pembungkus serba umum. Bukankah Rahmatan Lil 'aalamiin adalah bagi semua yang diberkahi-Nya berada di semesta?
Demikianlah Ramadan kali ini. Ramadan dengan pengulangan jenis ibadah yang sama. Ada satu yang bertambah, pengharapan pada tingkat emosional yang lebih tinggi, ibadah khusus Ramadan untuk menjaga kewarasan.
Tadarus Dalam Banjir Air Mata
30 Huruf Hijaiyah, abjad dasar yang kemudian terangkai menjadi kata, lalu menjadi ayat-ayat kitab suci agama Islam -- Al Qur'an. Saya yang sedang lemah hati, menjawab lirih satu pertanyaan, 'Ayat manakah yang paling kamu sukai?': Saya mencintai setiap huruf dan tanda baca, yang terangkai dalam semua ayat Al Qur'an.
Saat sedih, 'Laa tahzan innallaha ma'ana' bertalu tanpa henti. Ada Allah, menemani tangis-tangis kita. Semoga juga, menemani setiap anak yatim yang pedih menahan perut lapar. Setiap manusia yang letih didera penatnya hidup. Setiap pencinta yang sedang terluka oleh cintanya. Setiap penulis yang kata-katanya bersesakan, gagal terurai menjadi tulisan.
Saat tergoda rehat dari takbir rakaat Tarawih, ada 'Subbuhun quddusun, rabbul malaikati warruh' -- Maha Suci, Maha Quddus, Tuhan Yang Merajai Lagi Maha Suci'. Kesucian pemantik semangat. Tiada lelah yang tak terbayar. Tunai. Berkat janji Allah SWT yang mustahil diingkari.
Baru dua dari hitungan tak berangka, manfaat baik Tadarus. Bismillah, doa awal, semoga Anda semua sama tergeraknya seperti saya. Tadarus Ramadan tak semata pada arti dari setiap ayat. Makna luasnya, menjawab setiap masalah kita, manusia. Siapapun kita. InshaAllah
Bilangan Tarawih Adalah Tentang Cinta Orang tua Yang Tak Berbatas
"Bunda mau istirahat ndak?" Tanya si sulung, 18 tahun, di sela rakat Tarawih dua malam lalu. Dengan sayang saya mengingatkan, "Anakku sholehah, manfaatkan tenaga mudamu, perbanyak rakaat tarawih. Akan ada waktu, ketika banyak hal menahanmu dari belasan rakaat sunnah Tarawih".
                   Jalan pagi bersama si bungsu. Alhamdulillah, masih mau lengket sama emaknya kemana-mana. Dokpri
Tak sampai 24 jam, kalimat saya langsung menjadi nyata. Satu pemicu membuat saya tidak melakukan apapun selain menuntaskan kewajiban personal. Si sulung memasak menu berbuka dan sahur, si bungsu menuntaskan rakaat Tarawih sendirian. Ia tertantang berburu tanda tangan imam sholat, sebulan penuh. Meski saat pulang, ia melaporkan, "Aku tidak tahu nama imamnya, bunda". Saya kuatkan dengan, "Besok malam, coba ditanyakan saja sama imamnya. InshaAllah akan dijawab dengan baik, kalau kita bertanya dengan baik."
Masih, hanya dua contoh kecil, betapa di bulan Ramadan, tengah menebar berjuta-juta keserba-baikan. Ibadah serba khusus di bulan istimewa ini, adalah juga tentang cinta tak berbatas para orang tua pada anak-anaknya. Cinta di dalam kisah-kisah kecil, cinta dalam pencapaian-pencapaian terbesar. InshaAllah
Lapar dan Haus Berpuasa, Tempaan Kelapangan Hati serta Empati
Yang bukan muslim, mungkin sebagian jadi tahu, bahwa puasa sebenarnya pelaksanaan dari jenis diet Intermittent. Yakni, mengosongkan lambung dengan makanan dan minuman, di rentang waktu sekitar 12 jam atau lebih. Â Waktu makan dibatasi maksimal 8 sampai 10 jam saja.Â
Saat berpuasa, batasan 10 jam masih ditambah dengan tidur, ibadah sunnah (Tarawih, Tadarus atau sholat malam lainnya). Praktis, jika membutuhkan tidur minimal 6 jam, waktu makan dan beribadah terbatas di angka 4 jam saja. Untuk ibu-ibu atau siapapun yang dapat jatah memasak, 4 jam ini terpotong lagi dengan waktu memasak. Akhirnya, ternyata, hanya sedikit jenis makanan yang bisa kita makan, di waktu yang sempit.
Keterbatasan tersebut-lah, yang bagi saya, mulai mengajarkan sesuatu yang baru. Ikhlas, merasa selalu cukup dan makin percaya, tak semua keinginan kita akan segera terwujud. Ingin makanan 4 sehat 5 sempurna sekalipun, kita tetap harus memilih, mau segelas teh  manis hangat atau susu atau semangkuk es campur lezat? Mau ketiganya? Perut kita hanya mampu menampung, mungkin tak sampai setengah takar dari masing-masing porsi. Itupun baru jenis minuman. Bagaimana dengan makanan?
Iyak. Kita jadi mulai belajar untuk tidak rakus dan serakah. Pembelajaran terpenting dari haus dan lapar saat berpuasa. Itu juga masih sebagian kecil. Jika bersungguh-sungguh untuk terus mau belajar, komit dan konsisten, inshaAllah, kita akan sampai di hari, bahwa memiliki keyakinan tentang sisi-sisi terbaik manusia, benar dimiliki manusia lainnya, bisa kita pegang erat serta teguh. Toh, sejatinya, begitulah kita ingin dikenang bukan? Manusia baik. Padahal, manusiawinya kita, terus menerus berjuang mengatasi godaan untuk menjadi tidak baik (jahat).
Baiklah, sebelum nyasar dan tersesat ke humanisme dan isme-isme yang vibe positifnya mulai berlebihan, saya kira baik untuk mencukupkan ulasan tentang Amalan di Bulan Ramadhan kali ini. Bahwa, di balik ibadah sunnah khusus seperti Tarawih dan Tadarus, di balik haus dan lapar seharian, ada banyak hikmah yang berbeda bagi orang per orang.Â
Saya berharap, siapapun Anda, menemukan hikmah sesuai yang dibutuhkan. Lalu, kita bisa bersama-sama kembali, menjadi manusia terbaik versi kita, untuk menebarkan lagi kebaikan tersebut ke sebanyak mungkin manusia lainnya. Bisa? Bisa! InshaAllah
*Selong, 6 April
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI