Jakarta - Ketua Umum DPP Baladhika Karya dan SOKSI, Ferry Juan SH., menyoroti lambannya penanganan dugaan korupsi dana Corporate Social Responsibility (CSR) Bank Indonesia (BI) ke Komisi XI DPR RI.Ferry sebagai senior praktisi hukum juga mempertanyakan kelanjutan kasus tersebut setelah delapan bulan berlalu sejak penggeledahan KPK di kantor BI pada 16 Desember 2024.
Menurut Ferry, berbeda dengan kasus suap pemilihan Deputi Gubernur BI pada 2004 yang melibatkan Miranda Goeltom dan Komisi IX DPR, skema dugaan korupsi saat ini jauh lebih kompleks.
Ia menyebut model transaksi kini dibungkus dalam bentuk kemitraan program dan penyaluran CSR melalui yayasan, yang dinilai berpotensi melanggar independensi BI sebagai bank sentral.
Ferry menilai pernyataan terbuka anggota Komisi XI, Muhammad Satori, yang mengakui penerimaan dana CSR, menjadi indikasi bahwa hampir seluruh anggota komisi terkait bisa saja terlibat. "Meski tidak ke rekening pribadi, pola ini memberi kesan program kerja politik yang didanai BI," ujarnya.
Lebih lanjut, Ferry menduga skandal ini bisa menjadi pintu masuk untuk membongkar potensi penyimpangan fiskal dan moneter yang lebih besar. Ia menyebut kasus ini bukan hanya soal CSR, tetapi menyangkut kemungkinan barter politik demi meloloskan kepentingan BI di hadapan Komisi XI.
Ferry juga menyoroti KPK yang dinilai kehilangan daya dalam mengusut kasus-kasus besar seperti ini. Ia mempertanyakan apakah pelemahan KPK melalui revisi undang-undang menjadi alasan utama, atau karena adanya tekanan politik yang membuat kasus berhenti di tengah jalan.
"Jika benar seluruh anggota Komisi XI menerima aliran dana, penyelidikan seharusnya menyentuh semua pihak, bukan hanya segelintir orang," ujar Ferry.
Ia mendesak agar Kejaksaan Agung turun tangan dengan dukungan regulasi yang ada, seperti Perpres No. 66 Tahun 2025.
Skandal CSR ini dinilai Ferry sangat krusial bagi pemerintahan Presiden Prabowo Subianto yang sedang berupaya menguatkan fiskal negara. Menurutnya, pembiaran kasus ini hanya akan memperkuat dominasi oligarki teknokrat dan memperlemah reformasi keuangan nasional.
Untuk itu, Ferry mendorong empat langkah konkret: audit forensik CSR oleh BPK dan PPATK, penyelidikan menyeluruh oleh KPK, aturan pelarangan CSR dari lembaga negara ke legislatif, dan perlindungan whistleblower.
 "Kasus ini bukan sekadar dugaan korupsi, tapi ancaman terhadap kedaulatan fiskal negara." tandas Ferry Juan.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI