Mohon tunggu...
Musa Hasyim
Musa Hasyim Mohon Tunggu... Penulis - M Musa Hasyim

Dosen Hubungan Internasional Universitas Jenderal Soedirman

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Tepatkah Hamas Disebut Teroris?

15 Mei 2021   21:47 Diperbarui: 15 Mei 2021   22:10 2517
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Serangan roket IDF ke Gaza. Sumber: AFP Photo/Mohammed Abed melalui kompas.com

Konflik Palestina-Israel kembali memanas, bermula saat masyarakat Palestina sedang melaksanakan salat Tarawih di Masjid Al Aqsa. Masjid Al Aqsa sendiri tak luput dari pengrusakan dari pihak tentara Israel (IDF). Akibatnya ada puluhan warga terluka akibat bentrokan tersebut.

Namun kejadian di Masjid Al Aqsa bukanlah akhir dari serangan, hari-hari berikutnya mimpi buruk menimpa Palestina. Kabar terkini mengungkapkan, sekitar 137 rakyat Palestina menjadi korban jiwa termasuk 36 anak-anak kecil tak tahu apa-apa. 

Serangan roket dari Israel mampu meruntuhkan gedung-gedung permukiman rakyat Palestina, sementara pihak Palestina di Gaza tidak tinggal diam. Mereka menyiapkan amunisi kuat untuk membalas serangan memilukan dari Israel.

Adalah Hamas, faksi Palestina di wilayah Gaza yang dikenal cukup agresif dalam melancarkan serangan ke Israel di tengah blokade air, darat, dan laut. 

Meski terisolasi, Hamas mampu mendapat dukungan baik materi (uang) maupun senjata dari kawan-kawannya. Hamas dikenal lincah dalam membuat terowongan untuk menerima selundupan senjata dan bahan-bahan merakit roket dari negara-negara pendukungnya. 

Hamas merupakan pemenang Pemilu pertama Palestina pada tahun 2006 silam, namun kemenangannya tidak diakui Barat. Meski mengantongi 76 kursi di parlementer, kehadiran Hamas dianggap angin lalu karena ideologi Islamnya (Hamas ingin mendirikan negara berdasarkan syariat Islam). Akhirnya Fatah atau PLO dianggap sebagai pemenang sampai bertahun-tahun kemudian, dan selalu dianggap sebagai perwakilan resmi Palestina di tingkat internasional jika ada perundingan damai atau sejenisnya. 

Hamas, meski tidak dianggap, terus mengumpulkan massa dari berbagai rentang usia. Hamas terus melancarkan seruannya dalam melawan Israel dengan mengutamakan jalan kekerasan atau senjata. 

Berbanding jauh dengan Fatah atau PLO yang lebih memilih jalan diplomasi damai meski selalu gagal karena status Palestina tidak pernah sampai pada negara berdaulat penuh sampai sekarang.

Atas dasar itulah, Hamas sering mengedepankan senjata, dan disebut-sebut sebagai kelompok terorisme. Klaim Hamas sebagai kelompok terorisme bukan sebuah hal baru. Klaim ini terus didengungkan melalui berita, laporan, dan beberapa jurnal terutama dari sudut pandang Barat. 

Barat menyebut dengan tegas bahwa eksistensi Hamas sejatinya membahayakan bagi perdamaian Palestina-Israel karena Hamas dianggap membawa ideologi teror dan ekstremisme. 

Counter Extremism Project (CEP), sebuah organisasi non-profit berbasis di New York, Berlin, dan London pun menempatkan Hamas sebagai jaringan terorisme internasional melalui laporan panjangnya.

Dalam laporannya itu, Hamas dianggap berbahaya karena sering menggunakan cara kekerasan melalui bom bunuh diri, tembakan, roket, penyiksaan, dan penculikan. Sebagian besar negara anggota EU bersama Amerika Serikat, Jepang, Yordania, Mesir, dan Paraguay menganggap Hamas sebagai terorisme. 

Hamas dikabarakan oleh mereka berafiliasi dengan Hezbollah dan ISIS yang juga disejajarkan sebagai jaringan terorisme global. Qatar dan Iran pun turut disalahkan karena ikut membiayai pendanaan operasional Hamas sepanjang tahun 2018-2020. Qatar dan Iran merupakan sekutu kuat karena mereka saling sharing gas terbesar di dunia, tepatnya di Teluk Persia.

Levitt dalam jurnalnya berjudul Could Hamas Target the West? mengatakan Hamas memiliki jaringan yang kuat dengan kelompok terorisme global. Di samping itu, dakwah Hamas yang anti Israel dan Barat dikhawatirkan akan meluas sampai Barat dengan aksi jihadnya. Model jihad seperti ini dianggap akan terus meluas jika tidak diberhentikan. 

Sementara akademisi lainnya berpendapat, Hamas tidak mungkin menyasar ke Barat karena tujuan didirikannya Hamas adalah untuk mendirikan negara berdaulat penuh bernama Palestina. Oleh sebab itu, target Hamas hanyalah Israel, bukan Barat.

Lagi pula, bagaimana Hamas mau menyerang Barat, wilayahnya saja sampai saat ini diblokade penuh. Terowongan-terowongan yang mereka bangun pun sering diledakkan oleh Israel. Dan mereka akan kesulitan untuk keluar dari Gaza, sehingga mereka hidup dari bantuan atau belas kasih dari negara-negara sahabat termasuk Indonesia yang turut mendirikan rumah sakit di sana.

Narasi Hamas sebagai kelompok terorisme ini memudahkan Israel untuk melakukan aksi penyerangan sebagai upaya pertahanan (defensif) bukan ofensif atau menyerang tanpa sebab. 

Kalau Israel defensif, kenapa korban-korban yang berjatuhan dari pihak Palestina mayoritas bukan anggota Hamas melainkan warga sipil? 

Silver & Chvez dalam jurnal Civil and Human Rights mengemukakan, 70 persen korban meninggal dunia dari serangan IDF adalah warga sipil Gaza bukan anggota Hamas sebagaimana klaim IDF. Bahkan IDF tak segan menyasar ke shelter milik UN dan rumah sakit yang dianggap tempat paling aman bagi warga sipil Gaza. Penyerangan roket IDF ke Rumah Sakit Indonesia di Gaza pada 2018 silam adalah saksi kekejaman tentara IDF.

Jika demikian, siapa yang pantas disebut terorisme? Israel atau Hamas. Entahlah, di satu sisi, saya pun sebenarnya tidak setuju dengan keduanya. Keduanya sama-sama mementingkan egonya masing-masing, akibatnya warga sipil yang selalu jadi korban. Kenapa tidak perang di laut saja? Atau buat arena adu khusus Israel vs Hamas, biar warga sipil tidak cemas jika sewaktu-waktu roket menyasar rumah mereka.

Konflik Israel-Palestina memang rumit, penyelesaiannya juga sama-sama rumit. Lihat saja, Israel maunya one state solution sehingga tidak pernah kapok membuka pemukiman ilegal, sementara Hamas juga tidak setuju two state solutions sehingga tidak sepakat perdamaian damai dua negara. Kalau begini, kapan selesainya?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun