Mohon tunggu...
Musa Hasyim
Musa Hasyim Mohon Tunggu... Penulis - M Musa Hasyim

Dosen Hubungan Internasional Universitas Jenderal Soedirman

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Melewati 200 Tulisan di Kompasiana, Ini Yang Saya Dapatkan

14 Agustus 2020   21:35 Diperbarui: 14 Agustus 2020   21:23 101
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi menulis, sumber: pixabay.com/free-photos

Tak terbayang sebelumnya olehku bahwa salah satu mimpi sederhanaku dapat terwujud. Mimpi itu adalah menulis 200 tulisan di sebuah situs daring.

Sebagian orang yang bergelut di dunia blog, 200 tulisan adalah hal biasa namun buat newbie seperti saya, harus butuh dedikasi dan usaha lebih terutama jika ide tiba-tiba mandek dan mengalami writer's block.

Saya harus melalui serentetan kemalasan dalam menulis. Kemalasan itu datang bersamaan dengan tugas kampus atau penelitian yang tak kunjung terselesaikan. Pun dengan godaan menonton film atau streaming Youtube.

Untungnya saya sudah tidak aktif di media sosial, saya sudah menguninstall semua media sosial selain Twitter. Jadi saya memiliki waktu yang lebih dari hanya sekedar melihat foto-foto orang lalu membandingkannya dengan kehidupan saya yang biasa-biasa saja.

Waktu luang itu akhirnya bisa saya gunakan untuk menulis di Kompasiana. Di balik 200 tulisan di Kompasiana inilah, banyak hal yang akhirnya aku dapatkan.

Pertama, belajar melihat sudut pandang yang luas. Selama ini, saya sering melihat suatu kasus hanya dari satu sudut pandang saja. Sudut pandang jelek, selamanya akan jelek begitu juga sebaliknya. Padahal masing-masing persitiwa selalu ada dua sisi yang dapat dilihat.

Misalnya saja ketika remaja 15 tahun yang membunuh bocah 6 tahun lalu menyimpannya di lemari. Sudut pandang yang dilihat rata-rata adalah gambar-gambar bernuansa psikopat milik si tersangka yang masih belia.

Padahal di balik sketsa itu, pasti ada sesuatu yang salah misal kurangnya perhatian orang tua. Dan ternyata si remaja 15 tahun sebenarnya adalah korban pelecehan seksual yang dilakukan oleh pamannya sendiri.

Yah, kebanyakan orang hanya fokus pada perilaku tersangka yang digada-gadakan sebagai calon psikopat masa depan dan terus menyalahkan film-film sadis yang ditonton tersangka tanpa melihat sisi yang lain dari tersangka.

Kedua, berlatih menulis fiksi dan non fiksi sekaligus. Di Kompasiana, tulisan tidak melulu harus berat, ada pula tulisan ringan dari kisah-kisah yang enak dibaca.

Selama ini haluan tulisan saya gonta-ganti. Waktu SMP-SMA, tulisan saya terpaku pada cerita fiksi. Bahkan cerpen saya pernah dimuat di koran nasional dan majalah nasional waktu itu. Namun ketika masa kuliah datang, tulisan saya berganti haluan menjadi non fiksi. Ini dikarenakan tugas kuliah yang kebanyakan menuntut banyak analisis dan bedah kasus. Saya pun menikmatinya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun