Mohon tunggu...
Musa Hasyim
Musa Hasyim Mohon Tunggu... Penulis - M Musa Hasyim

Dosen Hubungan Internasional Universitas Jenderal Soedirman

Selanjutnya

Tutup

Nature

Debat Naturalisasi dan Normalisasi, Kenapa Tidak Keduanya?

8 Januari 2020   10:48 Diperbarui: 8 Januari 2020   11:07 189
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Naturalisasi vs Normalisasi, sumber: Merdeka.com

Banjir memang mulai surut di Jakarta tapi ancaman banjir akan selalu ada terutama di awal musim penghujan seperti sekarang ini. Nama Januari sering diidentikan dengan akronim Hujan Sehari-Hari (Januari) makan tak heran hujan datang silih berganti di awal tahun ini. 

Jika orang berpikir sedia payung sebelum hujan maka orang Jakarta lebih berpikir sedia aksi konkret sebelum banjir yang meroket.

Nah kemarin ketika banjir melanda, orang-orang justru berdebat dan saling menyalahkan. Bahkan menteri dan kepala daerah ikut-ikutan berdebat, di depan publik pula bukan di meja rapat.

Akibatnya, perdebatan tadi melahirkan berbagai perdebatan panjang lainnya baik di warung kopi maupun di dunia maya. Mereka saling adu argumen, yang satu ngotot naturalisasi, satunya lagi tak mau kalah dengan normalisasi.

Sebenarnya keduanya memiliki tujuan yang sama, yakni menghentikan bencana banjir yang seolah datang tanpa permisi setiap tahunnya. Keduanya juga sama-sama lahir dari sebuah pemikiran panjang yang turut menghadirkan para ahli di bidangnya. 

Lalu kenapa masing-masing tidak mau kalah dengan argumennya?

Pertama kubu naturalisasi ada di pihak Anies yang menyatakan bahwa konsep naturalisasi adalah dengan menangkap air hujan, kemudian diresapkan sisanya dibuanng.

Caranya dengan mengajak masyarakat ikut terlibat dalam menanam pohon. Muis pakar ITB, yang juga anggota tim Gubernur DKI mengaminkan konsep naturalisasi dengan tambahan pengembangan ruang terbuka hijau. Bukan hanya di DKI tapi juga di Bogor.

Cara naturalisasi dianggap gagal karena terbukti banjir melanda cukup hebat di Jakarta tempo lalu. Namun pihak Anies menyangkalnya bahwa hujan di awal 2020 merupakan hujan yang sangat ekstrem dengan intensitas yang cukup tinggi sehingga membawa air hujan sangat banyak.

Sebagaimana pernyataan Doni Monardo, kepala BNPB sebagaimana diinformasikan oleh BMKG bahwa hujan di awal 2020 mencapai 377 mm/hari di Halim Perdana Kusuma dan 335 mm/hari di Taman Mini. Berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya yang hanya 100-200 mm/hari.

Kedua kubu normalisasi ada di pihak kontra (tidak hanya datang dari pendukung Ahok saja) tapi dibesarkan-besarkan dan dikait-kaitkan dengan Ahok yang dianggap cukup berhasil dengan konsep normalisasi. Konsep ini mendukung adanya pelebaran sungai dengan memindahkan warga sekitar menjauh dari daerah sungai.

Normalisasi bukanlah membangun beton di pinggiran sungai melainkan mengembalikan bentuk sungai sesuai dengan peruntukan awal (normal seperti semula). Normalisasi dengan membangun beton ini sempat pula disindir namun pihak normalisasi yang kontra naturalisasi tidak mau tinggal diam. 

Mereka beranggapan bahwa dengan memindahkan warga maka masalah banjir bisa terhindarkan karena warga yang tinggal di bantaran sungai kerap lagi membuang sampah sembarangan.

Sampai kiamat pun, kedua kubu tidak akan berdamai karena tujuan mereka bukan lagi menghentikan banjir tapi ada maksud politik di dalamnya. Istilahnya adalah politisasi sungai. Lalu bisakah mereka berdamai sebelum kiamat datang?

Cukup sederhana, lakukan saja kedua konsep normalisasi dan naturalisasi. Sungai akan kembali normal (normalisasi) dan alam semakin natural (naturalisasi). Tak perlu menunggu banjir atau hujan datang, tinggal laksanakan sesegera mungkin agar nanti ketika Jakarta tetap dilanda banjir kedua kubu akan berdamai. Kok masih banjir? Takdir! 

Kita doakan saja tak ada banjir hebat lagi di musim penghujan ini apalagi hujan intens akan terus terjadi di bulan Januari ini, kita doakan juga panas politik kita semakin mereda dengan siraman air hujan yang dianggap anugerah bukan bencana.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun