Mohon tunggu...
Musa Hasyim
Musa Hasyim Mohon Tunggu... Penulis - M Musa Hasyim

Dosen Hubungan Internasional Universitas Jenderal Soedirman

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Langkah Tepat Prabowo dalam Menanggapi Klaim Cina Atas LCS di Natuna

6 Januari 2020   17:18 Diperbarui: 6 Januari 2020   19:52 720
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ssst Jangan kepancing emosi berlebih. (sumber: ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan via TirtoID)

Banjir mulai surut namun masalah lain berlanjut. Kado buruk didapat Indonesia di awal tahun yang cantik 2020. Kini Indonesia harus berhadapan dengan negara besar di Asia, China. Negeri yang disebut-sebut sebagai raksasa yang tidur pada zaman dulu kini mulai terbangun.

Lazimnya raksasa yang bangun, sekali menghentakkan kaki ke tanah, bumi pun bergoyang. China yang sedang gencar-gencarnya dengan agenda Belt Road Initiative (BRI) itu mengklaim sebagian kepulauan Natuna sebagai wilayahnya. Ini bukan kali pertama, mungkin di pikiran China, Natuna adalah bagian dari sejarah masa lalunya.

Coast guard China turut mengawal nelayan-nelayan dari negaranya untuk meraup keberlimpahan ikan di perairan Natuna membuat Indonesia geram. Bagaimana bisa China mengingkari UNCLOS yang sah secara internasional. 

Kenapa pula China berulah di awal tahun yang seharusnya menjadi awal yang indah bagi hubungan bilateral China Indonesia yang bisa dibilang cukup mesra selama ini.

China mempercayakan Indonesia untuk menjaga dua panda (simbol kemesraan China terhadap negara yang menerima panda). China juga menaruh harapan pada Indonesia dengan mengajak dua Ormas Islam Indonesia untuk bertandang ke Uighur melihat langsung kondisi di sana. 

Kemesraan ini diperkuat dengan pernyataan Prabowo selaku Menhan bahwa China adalah negara sahabat (lebih dari teman). Kedua negara ini saling percaya dan menjalin hubungan baik bahkan sejak zaman kerajaan dulu. Lalu kenapa China berulah di awal tahun ini?

China seperti mengambil momen yang pas. Ini bukan soal Susi atau KKP, tapi soal timing dan strategi dalam sebuah situasi terdesak di tengah panasnya Perang Dagang AS-China sampai terbunuhnya top commander Iran, Qasem Soleimani, oleh rudal AS. 

China tentu merasa insecure terutama di wilayah perairan Laut China Selatan (LCS) yang menjadi gerbang masuk ke China daratan hingga mengabaikan asas pertemanan dengan Indonesia dan UNCLOS PBB.

Seperti kita ketahui bersama bahwa China memiliki armada tempur nomor wahid se Asia dan nomer tiga se dunia setelah AS dan Rusia. China merasa dirinya paling kuat untuk membendung kekuatan lain yang bisa saja menyainginya seperti Jepang dan Korsel. 

Apalagi baik Jepang dan Korsel di back up oleh militer AS di mana AS membangun pangkalan militer di kedua negara tersebut sejak lama.

Pangkalan militer ini sebagai bukti aliansi dan upaya menjaga keamanan jika sewaktu-waktu China atau Rusia (blok timur) berulah serius. AS dijadikan tameng kuat bagi Jepang dan Korsel, apalagi China dan Rusia adalah sekutu kuat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun