Ketika Gagasan Harus Antri Melewati Lorong Birokrasi
Tata kelola TI seharusnya menjadi fondasi strategis yang menjamin teknologi memberi nilai dan melindungi bisnis dari risiko. Namun di banyak perusahaan, realitasnya berbeda. Framework governance justru dilabeli sebagai "penghambat inovasi", bukan penjaga nilai. Alur birokratis, persetujuan berlapis, dan ketakutan pada audit sering membuat tim teknologi frustrasi dan bisnis kehilangan momentum.
Apakah ini karena miskonsepsi? Atau memang sudah saatnya kita mempertanyakan bagaimana tata kelola TI dijalankan?
Visualisasikan ini: sebuah tim digital menemukan ide jitu untuk menyederhanakan pengalaman pelanggan. MVP (minimum viable product) sudah diuji, siap dipasarkan. Namun ternyata, untuk melangkah ke tahap eksekusi, mereka harus:
Melewati rapat steering committee
Lulus uji risiko yang lambat dan formalistik
Menyesuaikan dengan kebijakan lama yang tak lagi relevan
Menunggu persetujuan dari unit-unit yang tidak memahami konteks solusi
Hasilnya? Momentum hilang. Inisiatif kehilangan energi. Peluang disambar kompetitor yang lebih adaptif. Inilah momen ketika governance bukan menjadi penjaga mutu, tapi pembunuh potensi.
Governance yang Digiring oleh Rasa Takut
Framework seperti COBIT dan ISO 38500 dirancang untuk memberi arah dan struktur. Tapi jika implementasinya dibingkai oleh rasa takut---takut audit, takut regulator, takut gagal---maka yang lahir adalah organisasi yang membunuh ide sebelum diuji. Inovasi dikuliti prosedur hingga kehilangan bentuk aslinya. Progres diganti dengan kehati-hatian yang berlebihan.