Mohon tunggu...
Mursal Bahtiar
Mursal Bahtiar Mohon Tunggu... Wiraswasta - Hamba Allah

Orang Timur

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Menjenguk Pesepak Bola Muda di Desa Seberang Prapakanda

5 Agustus 2022   22:46 Diperbarui: 6 Agustus 2022   09:02 874
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Tanpa alas kaki, Bocil didesa Prapakanda kepulauan Botang Lomang Maluku Utara nampak semangat dengan bola plastik dibawah teriknya matahari. dokpri

Ditengah lapangan mereka kelihatan seperti menemukan sesuatu yang baru. Padahal, sepak bola bukan olahraga yang lahir kemarin. Selain merupakan olahraga termasur didunia, sepak bola sejatinya sudah menjadi cita-cita dan harapan para bocah dan para remaja kekinian. Bukan tanpa sebab, dengan moderenisasi seperti sekarang tak hayal gaji para pesepak bola terbilang cukup menggiurkan.

Hari itu, saya berkesempatan dipercayakan sebagai wasit pada pertandingan sepak bola tarkam yang diselenggarakan oleh para mahasiswa didesa Prapakanda Kecamatan Kepulauan Botang Lomang Maluku Utara. Untuk bisa sampai ke kampung itu, tentunya harus menumpangi motor tempel dan jenis armada laut lainnya. Jarak desa Prapakanda dari ibu kota Labuha sekitar 1 jam untuk bisa sampai.

Berbekal peluit, dan beberapa jersey wasit, yang dikemas sang istri, saya melenggang manis dengan tas ransel hitam pekat menuju Prapakanda yang katanya terkenal dengan buah Langsat. Dengar dari almarhum bapak, dulu katanya kalau sudah musimnya masyarakat seputaran Bacan ke sana untuk dapatkan Langsat dan duku gratis.

Sekitar pukul 3 sore, saya menginjakan kaki di desa Prapakanda. Dari atas jembatan pelabuhan milik desa, saya melangkah perlahan menuju lapangan sepak bola yang telah disiapkan untuk pertandingan.

Dilapangan yang gundul dan pembatas lapangan yang dibuat dari tali plastik, serta rona bocil-bocil yang bersemangat berlarian ditengah lapangan bersorak sambil menendang bola. Suasana itu mengingatkan saya semasa masih kecil. Dalam hati berkata, "kalian ini tak akan jadi pesepak bola yang di harapkan jika tak ada muatan latihan dan infrastruktur sepakbola yang memadai" kata hati saya sembari menendang bola hasil tendangan bocil-bocil yang melenceng.

Betapa rasa itu masih melekat dibenak saya. Karena waktu kecil saya ingin menjadi seorang pemain nasional yang melegenda. Namun, nasib berkata lain. Ingin bermain di gelora bung Karno, malah sekarang jadi wasit di tarkam.

"Ya sudahlah! Itu dulu. Sekarang bocil-bocil itu harus jadi wakil Maluku Utara di panggung sepak bola dunia" kata hati saya sambil melangkah mengambil tempat yang disediakan panitia.

Seremonial acarapun berlangsung. Tapi mata dan pikiran saya hanya tertuju pada beberapa bocil yang masih asik memainkan bola. Salah satu diantara bocil itu sangat lugas dan tampak dewasa menggiring bola. Padahal bocil itu masih sekitar 10-12 tahun. Gocekan bola, serta cara menendangnya sudah seperti pemain pemain profesional. Hmmm.. saya lupa menanyakan namanya. Padahal baru habis memberinya uang untuk jajan.

Usai dari lapangan. Dan dalam perjalanan pulang, saya masih menggelangkan kepala menyayangkan potensi bocil tadi. Masih jadi pertanyaan dalam hati, pelatih top siapa yang bakal datang memboyong anak itu untuk di jadikan Icon sepak bola baru di Maluku Utara dan Dunia.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun