Mohon tunggu...
Mundhiu
Mundhiu Mohon Tunggu... Pengawas Sekolah

Hobi menulis, traveling, berkebun. Konten yang disenangi bidang Pendidikan, Sastra, Humaniora dan pertanian

Selanjutnya

Tutup

Bahasa

Pak Guru di Pintu Gerbang SD

25 September 2025   09:24 Diperbarui: 25 September 2025   09:24 44
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

            Sejak dahulu ibuku selalu menginginkan  anak-anaknya kelak menjadi pegawai. Tidak penting  jadi pegawai apa, atau pejabat apa, berapa gajinya, dan apa pangkatnya. Ibu sudah cukup bangga jika anak-anaknya mengenakan setelan seragam pegawai, dengan seragam haki, sepatu vantofel merek crocodile, dan motor honda rakitan tahun lama. Ibu akan berucap "anakku seorang pegawai!", dengan bangga pada semua orang.

Akan tetetapi, ibu terpaksa harus kecewa karena Kang Mamat anak pertama yang selalu juara kelas, dan jago matematika lebih memilih menjadi pedagang ayam goreng, dari pada pegawai honorer perangkat desa yang gajinya satu juta lima ratus ribu perbulannya. Sebenarnya, dari segi materi Kang Mamat tergolong orang sukses. Secara ekonomi, kang Mamat sudah mempunyai rumah sendiri  walau belum selesai dibangun. Juga mempunyai sebuah mobil pickup walau kreditannya belum selesai. Mempunyai empat ekor sapi yang dipeliharakan orang kampung dengan sistem bagi hasil. Tetapi oleh Ibu, dinilai kehidupannya belum berhasil. Karena kang Mamat tidak pernah pakai seragam dinas, apalagi kok pakai dasi. Boro-boro pakai dasi, paling cuma pakai kaus oblong, celana setengah lutut, dan clemek  seragam kebanggaannya.

            Berbeda dengan Kang Dul. Lengkapnya sih Abdurahim, kakak kedua, orangnya alim, sering mengumandangkan azan, terutama azan Subuh. Hidupnya tidak neko-neko. Kang Dul pernah nyantri di Pondok Tebu Ireng, tetapi  Kang Dul kena fitnah menghamili santri wati. Oleh pihak pesantren terpaksa Kang Dul dikeluarkan dari pesantren. Berbekal ilmu tani di pesantren dahulu, Kang Dul ngopeni lahan pertania  peninggalan almarhum Bapak.

Apalagi Kang Dul menikah dengan Zainab, anak semata wayang dari Pak Bayan. Pak Bayan yang perangkat desa mempunyai lahan bengkok. Kang Dul juga memelihara tanah sawah tersebut. Kehidupan tani dari Kang Dul sepertinya sudah mabni alias paten, nggak bisa diubah lagi.

            Harapan satu-satu ada pada saya. Ibu berharap saya menjadi pegawai, pokoknya pegawai, entah itu jadi guru honor, jadi camat honor, atau pegawai bank. Syukur-syukur aku bisa jadi bupati.

"Uh, mutahil !"  hayalanku membumbung tinggi, menembus cakrawala tanpa batas. Diriku mengenakan seragam sapari,  sebelah kanan ajudan membawakan tas laptop, sebelah kiri ajudan membawakan payung, dan tentu saja saya berjalan paling depan. Ayo lebih cepat lagi perintahku pada ajudan. Kita harus sampai di lokasi proyek bendungan pukul sepuluh kurang sepuluh. Karena peresmian penggunaan bendungan sebagai irigasi dimulai pukul 10.00.

"Siap Pak!", jawab ajudan spontan.

            Peresmian bendungan yang telah menelan biaya triliunan itu akan segera diresmikan oleh Bapak Bupati. Dan saya sebagai pejabat terkait mempunyai tanggung jawab secara anggaran dan teknis.

Pandangan mataku menelusuri bendungan itu dengan cermat, mulai dari konstruksi bangunan, keluaran debit air, serta unsur teknis lainnya. Karena bagiku bendungan itu adalah prestise, karena menyangkut masa depan dan karerku.

            Belum juga selesai peresmian bendungan, honda lawas yang kukendarai masuk  lubang jalan tanah menuju gerbang SD Manuggal Jaya.

Sontak lamunanku buyar, untung ada guru membantuku keluar dari kubangan. Sempat tercecer slip gajiku bulan Agustus  di kubangan lumpur, tertulis nominal lima ratus ribu rupiah, atas nama Abdul Somat, honor bulan Agustus.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun