Mohon tunggu...
AA AMARUDIN MUMTAZ
AA AMARUDIN MUMTAZ Mohon Tunggu... -

CEO JOMBANG CENTER OF ARABIC LEARNING STUDIES

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Mensyariahkan Bisnis Kuliner (studi kasus konsep ideal dan alternatif permodalannya)

16 Juni 2015   03:56 Diperbarui: 17 Juni 2015   06:01 2574
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Apabila dikaitkan dengan filosofi hukum Islam (maqashid syariah), dalam maqashid syariah sudah jelas disebutkan bahwa tujuan dari penerapan syariat di antaranya adalah hifdz al-nafs, wa hifdz al-maal, wa hifdz al-nasl, (memelihara jiwa, memelihara harta, dan memelihara keturunan), yang mana rokok membahayakan ketiga hal itu. Merokok menyebabkan penyakit sehingga keselamatan jiwa terancam, menjadikan seseorang boros, dan menyebabkan impoten serta kesulitan mendapatkan keturunan (kualitas sperma perokok lebih buruk dari yang tidak merokok).

 

Kasus Kelima

Jika kita telaah lebih dalam feneomena sekitar kita, maka akan kita dapati bahwa para pelaku usaha kuliner, membaurkan customer laki-laki dan perempuan yang bukan mahrom, para pelaku usaha kuliner tersebut belum melakukan usaha memisahkan di mana tempat khusus untuk laki-laki (male side), di mana tempat khusus untuk perempuan (female side), serta di mana tempat yang diperbolehkan untuk berbaur antara laki-laki dan perempuan, yakni bagi mereka yang sudah berkeluarga (family side).

 

Prinsip syariah terkait dengan kasus ini adalah syadzdzu dzri’ah, yakni prinsip preventif, sebuah langkah pencegahan terhadap terjadinya hal-hal yang dilarang oleh syariah meskipun sebenarnya hal itu belum terjadi. Sehingga jika ingin sesuai dengan syariah values idealnya ada pemisahan antara pelanggan yang mahrom dan yang bukan mahrom. Sesungguhnya maksud utama dari pemisahan ini adalah menghindari fitnah dan dosa serta efek-efek negatif lanjutan (seperti kencan, pacaran, perzinahan, pergaulan bebas, dan lain sebagainya), yang mana hal-hal tersebut timbul dari percampuran antara laki-laki dan perempuan yang bukan mahrom.

 

Dalam kasus-kasus tersebut, telah jelas bahwa persoalan intinya adalah contoh-contoh usaha kuliner diatas belum memenuhi kriteria ideal bisnis kuliner yang sesuai dengan tuntunan syariat, sehingga perlu adanya modifikasi sehingga dapat burubah menjadi sebuah konsep bisnis kuliner yang selaras dengan nilai dan prinsip syariah. Mari kita bandingkan dengan beberapa sample di bawah ini. Dalam contoh-contoh bisnis kuliner berikut akan kita dapatkan nilai-nilai dan prinsip-prinsip yang sesuai dengan syariah.

 

Contoh pertama: Di Malaysia sudah diterapkan aturan yang menyatakan bahwa setiap kedai, restoran, warung, atau rumah makan tidak diperbolehkan melayani para pembeli di waktu siang bulan Ramadhan. Pengecualian berlaku jika ada pembeli yang datang dapat dipasatikan bahwa dia adalah seorang nonmuslim. Toleransi juga diberikan kepada kaum hawa, karena mereka biasa mengalami siklus datang bulan. Bukankah ini contoh pelaku usaha kuliner yang menerapkan prinsip syariah? Mereka tidak membuka peluang atau kesempatan seseorang yang berpuasa untuk membatalkan puasanya, dan masih memberikan kesempatan bagi pembeli nonmuslim maupun wanita yang sedang "berhalangan" (baca: haid), untuk memenuhi kebutuhan mereka. Menghormati bulan puasa juga dapat dilakukan dengan menjajakan / menjual dagangan - terutama kuliner - pada waktu yang tepat, yakni beberapa jam menjelang waktu berbuka puasa. Sangat bijak dan tidak meresahkan.

 

Contoh kedua: Restoran padang, merupakan tempat makan yang hampir bisa ditemui di seluruh kota di negara kita. Dahulu restoran dengan citarasa khas yang kuat ini menggunakan prinsip Musyarokah dengan sistem bagi hasil dalam membayar jerih payah para karyawan maupun pimpinan dan manajer restoran tersebut, di mana masing-masing pihak mengetahui sampai di mana kewajiban dan hak-hak mereka.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun