Ada satu permintaan pak Eteng Amin sebagai komut yang tak kan pernah terlupa. Pak Eteng meminta supaya para direksi baru tinggal di Makassar bersama isterinya masing masing, jangan sendirian seperti sebagian besar direksi sebelumnya.
Kami mengangguk angguk, tetapi kelihatannya tak kan mungkin menepati permintaan itu sepenuhnya. Barangkali permintaan itu hanya terealisir kurang dari 10 persen waktu. Isteri isteri akan datang ke Makassar manakala ada acara yang melibatkan para ibu.
Malam itu saya tidur nyenyak kekenyangan. Persiapan besok pagi ada agenda acara. Pak Dunda dirpum lama mengajak direksi lama dan baru untuk bersama sama main sepak bola di lapangan Karebosi atau Matto Anging.
Penunjuk waktu HP Â kala itu belum bisa otomatis berubah seperti sekarang. HP saya masih setelan jam Jakarta. Pagi itu alarm HP berdering terlambat satu jam dari yang diharapkan. Saya bangun kesiangan, tidak bisa mengikuti acara sepak bola.
Pagi itu daripada sendirian di hotel saya keluar cari angin. Isteri ingin tetap tinggal di kamar.
Berjalan kaki keluar lobi, belok ke kiri menuju pantai Losari. Masih sepi. Menyusuri jalan penghibur sisi pantai Losari lama yang berdinding tembok miring.
Sendirian, nangkring di pagar pembatas menatap ke barat. Cakrawala selat Makassar memanjang di pagi ranum, syahdu. Pulau Kahyangan melela begitu dekat. Di kejauhan pulau Samalona mengambang membayang samar.
Inilah Makassar, saya sudah disini dan harus tetap disini. Bisikku kepada diri sendiri untuk membesarkan hati.Â
  berlanjut