Mohon tunggu...
mulyanto
mulyanto Mohon Tunggu... Administrasi - belajar sepanjang hayat

Saya anak petani dan saya bangga

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Anak Tahan Banting Itu Dididik dengan "Dibanting"

18 Juli 2020   08:48 Diperbarui: 18 Juli 2020   08:42 218
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Anak di usia 7 tahun kedua atau anak usia bersekolah SD/MI dan SMP/MTs adalah masa membentuk pribadi anak seutuhnya. Kepribadian anak di tahap usia ini harus kokoh---bila perlu mendekati sempurna---agar anak gemilang di masa depan. Sehat badan dan sehat hatinya.

Masa itu yang menurut konsepsi parentingnya Sayyidina Ali bin Abi Thalib, anak berada pada periode pendidikan anak laksana "tawanan perang". Jadi jika anak sudah masuk usia 7 tahun kedua, ya didiklah laksana tawanan perang. Di masa ini, orang tua sejak di rumah harus mampu "membereskan" anak-anaknya agar masa depannya gemilang. Orang tua pada fase inilah yang berkeharusan membentuk dan memberi arti kesuksesan bagi anak.

Jika orang tua sepenuh hati mendidik anak dengan visi misi kesuksesan anak yang jelas. Bagaimana seharusnya bertutur dan berperilaku di rumah, di sosialnya, dan di sekolah, semua disiapkan dengan baik, dan orang tua menjadi panutan, maka anak pun akan memaksimalkan seluruh potensinya menjadi anak yang "beres".

Catatannya, orang tua menjadi teladan dan lentera penyemangat bagi anak untuk mencapai masa depan cerah itu. Bukan sebaliknya. Orangtua di fase pendidikan anak "tawanan perang" ini tetap mendasarkan pada cinta yang dahsyat kepada anak. Bukan dasar kebencian. Sehingga perilakunya sehari-hari penuh kasih sayang. Bukan jadi pemarah dan ngamukan.

Dasar cinta dahsyat itu, kata Meline M. Kevorkian---pakar pendidikan dasar hingga universitas di Florida Selatan, akan mendorong orang tua menjadi mentor, satpam, psikolog, dan pengritik terbaik bagi anak. Karena berdasar dengan cinta, maka orang tua mendidik anak bagai mendorong anak menjadi sekuat macan, setabah nabi, sebrilian ilmuan.

Apa yang perlu dilakukan? Yaitu buatlah suasana di rumah nyaman bagi anak. Orang tua meski marah tapi tetap laksana mengelus kepala anak. Kemudian saat orang tua mestinya mengritik anak dengan pedas di rumah tapi tetap menerapkan metode membuat anak merasa dinasihati dengan lembut, bukan makian. IsnyaAllah anak lebih senang dan tenang. Dan apapun yang akan membuat anak sukses, pastikan orangtua selalu ada di sisi anak, kepedulian macam itu yang baik bagi anak.

Orang tua terus menggiring anak ke arah cahaya tanpa lelah. Selalu menjadi suri tauladan mulia, tak hanya menceritakan dongeng ketauladanan tapi menjadi contoh nyata. Mencontohkan dirinya yang tak mudah menyerah, yang penyabar, yang ikhlas, dan sebagainya. Orang tua yang memberi contoh telah bekerja keras dan melakukan yang terbaik, maka anak pun pasti tak akan mudah menyerah, selalu bersemangat, dan ikhlas atas usaha dan doanya--yang meski Tuhan menganugerahkan hasil akhirnya terserah takdir--menuju kesempurnaan hidupnya.

Ayah, Bunda, anak yang tahan banting ialah yang diuji dengan "dibanting" sungguhan. Bukan anak yang dikhotbai tentang tahan banting. Karenanya rumah rasanya perlu menerapkan kurikulum "tega" yang terukur agar anak terdidik mandiri, bertanggungjawab, percaya diri, sayang pada orang lain, dan karakter mulia lainnya. Itu syarat penting menjadi anak gemilang.

Untuk itu orang tua jangan mudah menggampangkan atau terburu-buru mengambil alih kesulitan yang dihadapi anak. Biarkan ia menyelesaikan sendiri persoalannya yang dihadapi hingga sukses --berdasar imbangnya persoalan dengan usia anak. Kalau orangtua mau "tega" dalam mendidik anak, maka insyaAllah cita-cita mewujudkan anak gemilang akan terwujud.

Kalau mau jujur melihat fenomena saat ini, jamak orang tua terlalu memberikan fasilitas yang mewah dan memanjakan anak. Itu menyebabkan anak tak mandiri. Padahal jika kurikulum "tega" dihadirkan di rumah, insya Allah impian menjadikan anak sholeh akan tercapai.

Tugas anak jangan dikerjakan orang tua, tapi orang tua menjadi mentornya. Hal lain lagi, soal orang tua jadi satpam adalah misal, di waktu shalat subuh, orang tua harus "tega" membangunkan anak yang sedang tidur pulas untuk mengajaknya ke masjid. Ini sedikit "tega" tapi dampaknya sangat mulia. Inilah pendidikan iman dan keakhiratan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun